Romo Magnis: Penodaan Agama Dilihat dari Dua Hal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Rohaniwan Katolik, Franz Magnis Suseno atau yang biasa disapa Romo Magnis mengatakan masalah penodaan agama harus dilihat dengan jernih. Karena, menurut dia, masalah penodaan agama harus dilihat dari dua hal. Pertama, apakah orang yang dituduh melakukan penodaan agama melakukan tindakannya secara tidak sengaja, yang kedua apakah orang yang dituduh melakukan penodaan agama melakukan tindakannya dengan maksud tertentu.
“Penodaan agama harus dilihat dari dua hal yang pertama adalah dari tindakan lahiriah (pelaku penodaan agama), jadi orang tidak bisa dituduh karena berpikir sesuatu, sehingga saya berpikr dia (pelaku penodaan agama) menodai agama tertentu,” kata Romo Magnis dalam Seri Diskusi Demokrasi: Seri Penodaan Agama, di LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta, hari Selasa (14/2).
“Selanjutnya, tidak mungkin ada penodaan agama kalau tidak ada maksud, dan harus dilihat maksud dari orang itu, apa maksud dia (pelaku penodaan agama) menghina, mengotori, menjelek-jelekkan, suatu agama dan simbol-simbolnya, rumah ibadatnya, dan sebagainya,” kata dia.
Romo Magnis memberi contoh jika ada seorang Muslim menginjak salib yang tergeletak di lantai, dan tidak ada maksud menginjak benda yang dihormati umat Kristen dan Katolik tersebut maka tidak dapat digolongkan penodaan agama.
“Tetapi kalau dia mengulanginya, maka dia bisa dikatakan penodaan agama, karena itu adalah penodaan terhadap sebuah simbol,” kata dia.
Romo Magnis mengemukakan bahwa perkara penodaan agama di masyarakat memiliki cakupan yang luas, sehingga jangan hanya berfokus atau membatasi kepada kasus yang membelit Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dan tokoh Front Pembela Islam, Rizieq Shihab.
Romo Magnis mengajak masyarakat juga memperhatikan saudara-saudara kelompok Gafatar, Islam Ahmadiyah, Islam Syiah yang sejak lama dikait-kaitkan atau identik dengan penodaan agama.
Dia mengatakan beberapa waktu lalu para pengikut Gafatar di Mempawah, Kalimantan Barat mengalami penyiksaan di tempat tinggal mereka. “Itu (kasus pembantaian Gafatar) adalah hal yang mengerikan, karena ada sekitar lebih kurang 1.500 orang yang dengan damai bercocok tanam dan tidak menganggu siapa-siapa,tetapi kedamaian mereka terusik karena 5.000 orang datang dengan kebencian melakukan perusakan terhadap tanah-tanah mereka,” kata dia.
Dia mengemukakan saat ini sudah banyak negara yang menghapus pasal penodaan agama dari undang-undang. “Saya secara pribadi berpendapat paham tentang penodaan agama adalah kasus yang susah dipahami,” kata dia.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...