Rp 100 Miliar untuk Penanganan Bencana Erupsi Kelud
SURABAYA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Daerah Jawa Timur (Pemda Jatim) mengalokasikan Rp 100 miliar dari APBD untuk penanganan bencana erupsi Kelud. Pemerintah pusat akan mendampingi kebutuhan-kebutuhan ekstrem yang tidak tertangani Pemda.
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), melaporkan hal itu seperti bisa dibaca di ditus resmi BNPB pada 24 Februari.
Pemda Jatim menyatakan bencana erupsi Gunung Kelud sebagai bencana tingkat provinsi. Gubernur Jatim memegang kendali penuh penanganan bencana, baik saat tanggap darurat maupun pascabencana.
Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, sebagai koordinator cluster pemulangan pengungsi, terus memantau jalannya pemulangan pengungsi. Logistik mencukupi hingga lima hari ke depan.
Pemulangan pengungsi dilakukan dengan bantuan aparat. Di Kabupaten Malang, misalnya, pengungsi diangkut 52 truk dari TNI, Polri, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pasokan air bersih dilayani oleh 9 mobil tangki air dari PDAM Kabupaten Malang dan Dinas PU. Pengungsi juga mendapat bekal logistik.
Sebagian besar pengungsi terpaksa masih tinggal di pengungsian karena rumahnya rusak berat. Namun, banyak pengungsi yang walaupun rumahnya rusak, tetap kembali untuk memperbaiki rumahnya secara mandiri.
Pada Minggu (23/2), kebutuhan material untuk perbaikan dikirim ke desa-desa yang rumah-rumahnya rusak berat. Pada Senin (24/2), TNI, Polri, SKPD, dan relawan, dikerahkan untuk memperbaiki rumah dan membantu menyediakan air bersih.
Pengungsi Masih 3.896 Jiwa
Penanganan darurat erupsi Gunung Kelud dilakukan hingga saat ini. Data akhir per 23 Februari malam, seperti dilaporkan Sutopo Purwo Nugroho, menyebutkan 3.896 jiwa korban erupsi Kelud masih tinggal di pengungsian.
Jumlah itu tersebar di Kabupaten Kediri 1.765 jiwa, Malang 1.879 jiwa, Jombang 252 Jiwa. Sebanyak 79.778 jiwa pengungsi sudah pulang ke rumah.
Rapat koordinasi pada Minggu, 23 Februari malam di Gedung Grahadi Surabaya menghasilkan beberapa butir keputusan, meliputi pendataan rumah yang rusak, perbaikan bidang pengairan, hingga bantuan yang digelontorkan BNPB.
BNPB mendata jumlah rumah rusak sebanyak 8.452 rumah di Kabupaten Kediri, Blitar, dan Malang. Dari jumlah tersebut sebanyak 4.325 rumah belum terklasifikasi rusak berat/RB, rusak sedang/RS, atau rusak ringan/RR. Estimasi biaya berdasarkan asumsi Program RS-RTLH (Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni) sebesar Rp 6 juta per rumah, sehingga biaya sementara yang dibutuhkan sebesar Rp 25,95 miliar.
Air bersih di tempat pengungsian di Kabupaten Kediri dipenuhi dari hidran umum sebanyak 57 unit, dan saat ini tersedia 45 unit yang akan dipasang di lokasi pengungsi yang sudah kembali ke rumah. Pengisian air bersih dilayani 11 truk tangki air dari PDAM. Di Kabupaten Malang sudah terpasang 50 unit hidran umum, dengan pengisian dilakukan 23 truk tangki air oleh PDAM Kabupaten Malang. Kemenpera membangun pelayanan mandi-cuci-kakus (MCK) komunal tahap pascabencana sesuai kebutuhan lokasi kelompok rumah.
Pemasangan bronjong termasuk dalam penanganan darurat pascaerupsi Kelud di ruas yang menghubungkan Malang – Kediri melalui Ngantang. Lalu lintas di kawasan itu terganggu karena terjadi longsoran pada badan jalan sepanjang 50 meter.
Bidang Pengairan akan melakukan perbaikan enam buah kantong lahar untuk mengurangi risiko bencana, di antaranya dengan memberbaiki dan mengeruk Waduk Siman.
Bidang Pertanian dan Peternakan masih dalam pendataan, dilaksanakan pada program pascabencana.
BNPB memberikan bantuan dana siap pakai Rp 4 miliar dan bantuan logistik peralatan senilai Rp 3,8 miliar.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...