Rumah Sakit PBB Diusulkan Dibangun di Papua
MANOKWARI, SATUHARAPAN.COM - Sejumlah kelompok aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua mengusulkan kepada Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) melalui Pelapor Khususnya di bidang kesehatan, Dainius Puras, untuk melakukan intervensi berdasarkan poin kedua dari isi resolusi PBB nomor 2504 dengan merencanakan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan berbentuk rumah sakit PBB di Papua.
Rumah sakit itu diharapkan khusus memberi pelayanan secara afirmatif bagi OAP di Jayapura dan Manokwari.
Pengelolaan rumah sakit PBB tersebut langsung ditangani oleh PBB sendiri tanpa campur tangan pemerintah Indonesia dan pihak manapun serta dikhususkan bagi OAP.
Usulan ini termasuk bagian dari isi sebuah laporan yang secara khusus disampaikan kepada Pelapor Khusus PBB, Dainius Puras serta dikirim kepada Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang berkedudukan di Jenewa, Swiss.
Laporan tersebut disusun oleh tim Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Hukum (LP3BH) Manokwari, bersama sejumlah kelompok masyarakat sipil di Papua. Ada tujuh isu terkait pelayanan kesehatan terhadap Orang Asli Papua (OAP) yang disampaikan dalam laporan tersebut berdasarkan testimoni para saksi dan korban dari kalangan masyarakat sipil saat bertemu dengan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Kantor Sinode Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua di Argapura, Jayapura, belum lama ini.
Dainius Puras berkunjung ke Jayapura pada 29 April 2017. Selain bertemu dengan pejabat pemerintah setempat, ia juga mengadakan pertemuan dengan kelompok masyarakat sipil.
Ketujuh isu dimaksud meliputi soal fasilitas kesehatan, kebijakan kesehatan, akses kesehatan bagi aktivis (tahanan politik dan narapidana politik), kesehatan ibu dan anak, diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), kejadian luar biasa (wabah) serta soal kematian anak di Distrik Mbua-Kabupaten Nduga-Provinsi Papua.
Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, dalam keterangannya kepada satuharapan.com, hari ini (10/04), mengatakan dalam laporan yang disampaikan kepada Dewan HAM PBB, disimpulkan bahwa aspek pelayanan kesehatan di tanah Papua, khususnya bagi Orang Asli Papua (OAP) sepanjang 50 tahun integrasi politik Papua ke dalam Indonesia, sangat buruk dan tidak mengalami peningkatan yang memadai kendatipun ada subsidi 15 persen dari Dana Otonomi Khusus (Otsus).
Berbagai bentuk penyakit menular dan mematikan seperti HIV/AIDS dan lainnya terus meningkat dan mempengaruhi angka pertumbuhan penduduk OAP yang hingga kini baru mencapai angka 3 juta jiwa.
Padahal, kata dia, penduduk asli serumpun ras Melanesia di negara tetangga Papua New Guinea (PNG) kini telah mendekati angka 9 juta jiwa.
LP3BH dan sejumlah organisasi masyarakat sipil di Tanah Papua, lanjut dia, mencatat bahwa diduga keras proses genosida secara-perlahan-lahan (slowmotion genocida) akan terjadi terhadap OAP dan menyebabkan OAP punah diatas tanah airnya sendiri, jika tidak terjadi perubahan pada aras kebijakan dan implementasinya oleh Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Preside Joko Widodo.
Itulah alasan mereka mengusulkan kepada PBB melalui Pelapor Khususnya agar organisasi dunia tersebut merencanakan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan berbentuk rumah sakit PBB yang khusus memberi pelayanan secara afirmatif bagi OAP di Jayapura dan Manokwari.
Editor : Eben E. Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...