Rusia Batasi Izin Kapal Gandum Laut Hitam, PBB: Ancaman Baru Keamanan Pangan Global
PBB, SATUHARAPAN.COM-Peringatan akan ancaman baru terhadap keamanan pangan global, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengatakan pada Kamis (1/6) bahwa Rusia membatasi jumlah kapal yang diizinkan untuk mengambil biji-bijian Ukraina di pelabuhan Laut Hitam dalam tekanannya agar Kiev membuka saluran pipa untuk bahan utama pupuk untuk sampai ke pasar dunia.
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, menyatakan keprihatinan serius bahwa hanya 33 kapal yang berangkat dari pelabuhan Ukraina pada bulan Mei, setengah dari jumlah dibandingkan bulan April, dan ekspor biji-bijian dan bahan makanan lainnya hanya berjumlah 1,3 juta metrik ton bulan lalu, kurang dari setengah jumlah bulan sebelumnya.
Dia mengatakan Rusia memberi tahu pusat di Istanbul yang mengoordinasikan kedatangan, keberangkatan, dan inspeksi kapal yang terlibat dalam Inisiatif Butir Laut Hitam “tentang keputusannya untuk membatasi pendaftaran di pelabuhan Yuzhny selama amonia tidak diekspor, dan saat ini tidak.”
Amonia adalah bahan utama untuk pupuk dan Moskow ingin Ukraina membuka saluran pipa dari kota Rusia Togliatti ke pelabuhan Ukraina Odesa yang digunakan sebelum perang untuk mengirimkan amonia ke pelanggan globalnya.
Turki dan PBB menjadi perantara inisiatif terobosan dengan Rusia dan Ukraina Juli tahun lalu, membuka jalur ekspor biji-bijian Ukraina dari tiga pelabuhan utamanya di Laut Hitam: Odesa, Chernomorsk, dan Yuzhny.
Dalam memorandum terpisah, PBB mengatakan akan bekerja untuk mengatasi hambatan pengiriman makanan dan pupuk Rusia, yang telah coba dilakukan oleh kepala perdagangan PBB, Rebeca Grynspan, selama berbulan-bulan tetapi Moskow mengkritik kurangnya hasil.
Untuk menean terkait kegagalan mengekspor pupuknya, Rusia pada bulan Maret secara sepihak memutuskan untuk memperbarui kesepakatan ekspor biji-bijian selama 60 hari, bukan 120 hari yang diuraikan dalam perjanjian. Dan tepat sebelum kedaluwarsanya, dalam contoh lain dari sikap yang menyerepmpet bahaya oleh Moskow, pada 17 Mei, disepakati perpanjangan dua bulan lagi hingga 17 Juli.
Menyusul invasi Rusia pada 24 Februari 2022 ke Ukraina, salah satu lumbung gandum utama dunia, harga pangan global meroket, memukul negara-negara berkembang yang lebih miskin khususnya.
Setelah kesepakatan Juli, harga pangan mulai turun tetapi Dujarric memperingatkan bahwa “titik kelaparan global meningkat dan momok inflasi pangan dan volatilitas pasar mengintai di semua negara.”
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mentweet pada hari Rabu (31/5) bahwa pelabuhan Yuzhny diblokir dan lebih dari 1,5 juta ton produk pertanian menunggu di sana untuk dikirim ke setidaknya 10 negara termasuk Turki, China, Mesir dan Bangladesh.
Dia mendesak semua orang untuk menekan Rusia agar membuka blokir pasokan makanan dengan mengatakan, "Jelas semakin sedikit makanan yang dipasok ke negara-negara ini, ke wilayah ini, semakin tinggi harga pangan, semakin banyak orang di negara-negara ini kehilangan anggaran keluarga mereka."
Dujarric mencatat bahwa pada bulan Mei hanya tiga kapal yang berangkat dari pelabuhan Yuzhny. Ia mengatakan, sejak 24 Mei jumlah tim pemeriksa kapal berkurang dari tiga menjadi dua. Hal ini, bersamaan dengan lambatnya pendaftaran kapal, menciptakan situasi yang serius.
PBB telah mengajukan saran praktis “pada tingkat strategis dan operasional” dan akan terus terlibat dengan Rusia dan Ukraina, kata Dujarric.
“Secara khusus, kami mencari komitmen untuk akses kapal tanpa syarat ke ketiga pelabuhan di bawah inisiatif, peningkatan jumlah inspeksi yang berhasil diselesaikan per hari dan pendaftaran yang dapat diprediksi untuk menghindari penundaan kapal yang tidak semestinya, ekspor pupuk, termasuk amonia, dan dimulainya kembali pipa amoniak Togliatti-Odesa,” kata Dujarric. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Polusi Udara Parah, Pengadilan India Minta Pembatasan Kendar...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan tinggi India pada hari Jumat (22/11) memerintahkan pihak berwe...