Rusia Serang Bangunan Hunian di Kharkiv, Ukraina Menewaskan Anak dan 29 Orang Terluka
KHARKIV, SATUHARAPAN.COM-Sebuah bom berpemandu Rusia menghantam blok apartemen bertingkat tinggi pada hari Rabu (30/10) malam di Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina, menewaskan seorang anak dan melukai sedikitnya 29 orang, kata para pejabat.
Gubernur wilayah Kharkiv, Oleg Synegoubov, mengatakan anak itu, 11 tahun, telah ditarik dari bawah reruntuhan dengan luka serius di kepala dan patah tulang, tetapi petugas medis tidak dapat menyelamatkannya. Sebelumnya, ia mengatakan tiga orang terjebak di bawah reruntuhan.
Menulis di aplikasi perpesanan Telegram, Synegoubov mengatakan serangan itu telah memicu kebakaran dan menghancurkan sebagian besar pintu masuk, membuat lubang besar di gedung itu.
Rekaman Reuters Television memperlihatkan tim penyelamat mencari jalan di antara tumpukan beton dan material bangunan lain yang bengkok untuk mengeluarkan korban luka dan segera membawa mereka ke ambulans. Petugas pemadam kebakaran dengan kerekan panjang menangani asap yang mengepul dari apartemen yang hancur.
Kharkiv tetap berada di tangan Ukraina selama kegagalan awal pasukan Rusia menyerang ibu kota Kiev pada hari-hari awal invasi Februari 2022. Sejak itu, kota itu sering menjadi sasaran serangan udara Rusia.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengatakan serangan itu menggarisbawahi perlunya lebih banyak bantuan militer dari sekutu Barat Ukraina.
“Mitra kita dapat melihat apa yang terjadi setiap hari,” tulisnya di Telegram. “Dan dalam kondisi ini, setiap keputusan yang ditunda berarti, paling tidak, puluhan nyawa dan ratusan bom Rusia digunakan untuk melawan Ukraina.”
Pasukan Korea Utara
Sementara itu, utusan Rusia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada hari Rabu mempertanyakan mengapa sekutunya seperti Korea Utara tidak dapat membantu Moskow dalam perangnya melawan Ukraina mengingat negara-negara Barat mengklaim hak untuk membantu Kiev.
Vassily Nebenzia menghadapi argumen blak-blakan di sebuah pertemuan Dewan Keamanan dari Amerika Serikat, Inggris, Korea Selatan, Ukraina, dan negara-negara lain, yang semuanya menuduh Rusia melanggar resolusi PBB dan Piagam PBB yang mendasarinya dengan pengerahan pasukan dari Korea Utara (DPRK) untuk membantu Moskow.
“Mendukung tindakan agresi, yang sepenuhnya melanggar prinsip-prinsip Piagam PBB, adalah ilegal,” kata Duta Besar Korea Selatan untuk PBB, Joonkook Hwang. “Setiap kegiatan yang melibatkan pengiriman pasukan DPRK ke Rusia merupakan pelanggaran yang jelas terhadap berbagai Resolusi Dewan Keamanan PBB.”
Sekitar 10.000 tentara Korea Utara sudah berada di Rusia timur dan tampaknya mereka akan digunakan untuk mendukung operasi tempur di wilayah Kursk Rusia, dekat perbatasan dengan Ukraina, kata Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Lloyd Austin, pada hari Rabu (30/10).
Nebenzia mengatakan interaksi militer Rusia dengan Korea Utara tidak melanggar hukum internasional. Rusia tidak membantah keterlibatan pasukan Korea Utara dalam perang yang telah dilancarkannya di Ukraina sejak Februari 2022.
“Bahkan jika semua yang dikatakan tentang kerja sama antara Rusia dan Korea Utara oleh rekan-rekan Barat kita benar, mengapa Amerika Serikat dan sekutunya mencoba memaksakan logika yang salah kepada semua orang bahwa mereka berhak membantu rezim Zelenskiy ... dan sekutu Rusia tidak berhak melakukan hal yang sama,” kata Nebenzia.
Duta Besar Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya, menanggapi: “Tidak ada negara yang memberikan bantuan kepada Ukraina yang dikenai sanksi Dewan Keamanan.”
“Menerima bantuan dari Korea Utara yang dikenai sanksi penuh merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam PBB,” tambahnya. “Mengirim pasukan DPRK untuk mendukung perang agresi Rusia terhadap Ukraina merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.”
Korea Utara telah dikenai sanksi Dewan Keamanan PBB sejak 2006 dan tindakan tersebut terus diperkuat selama bertahun-tahun dengan tujuan menghentikan pengembangan senjata nuklir dan rudal balistik Pyongyang.
Korea Utara belum mengakui pengerahan pasukan ke Rusia, tetapi mengatakan bahwa tindakan tersebut akan sesuai dengan hukum internasional.
"Jika kedaulatan dan kepentingan keamanan Rusia terancam oleh upaya berbahaya yang terus dilakukan oleh Amerika Serikat dan Barat, dan jika dinilai bahwa kami harus menanggapinya dengan sesuatu, kami akan membuat keputusan yang diperlukan," Duta Besar Korea Utara untuk PBB, Song Kim, mengatakan kepada dewan.
"Pyongyang dan Moskow menjaga kontak dekat satu sama lain terkait keamanan bersama dan perkembangan situasi," katanya.
Namun, wakil Duta Besar AS, Robert Wood, memperingatkan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un: "Jika pasukan DPRK memasuki Ukraina untuk mendukung Rusia, mereka pasti akan kembali dalam kantong mayat. Jadi saya akan menyarankan Ketua Kim untuk berpikir dua kali sebelum terlibat dalam perilaku yang sembrono dan berbahaya seperti itu." (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...