Rusia Tuduh Penyanyi Rap Yang Kritis sebagai “Agen Asing”
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Rusia menuduh seorang penyanyi rap (rapper) yang menduduki puncak tangga lagu sebagai "agen asing," sebuah label yang telah dilihat secara luas sebagai bagian dari upaya pihak berwenang untuk memberangus suara-suara kritis.
Oxxxymiron, yang nama aslinya adalah Miron Fyodorov, ditambahkan ke daftar "agen asing" kementerian kehakiman bersama Dmitry Glukhovsky, seorang penulis senior fiksi ilmiah, dan Alyona Popova, seorang feminis terkemuka dan pegiat kampanye hukum Rusia untuk kekerasan dalam rumah tangga.
Oxxxymiron, berkewarganegaraan ganda Rusia-Inggris, menyebut invasi Kremlin ke Ukraina sebagai “bencana”, dan secara terbuka menyerukan pembentukan gerakan anti perang. Dia membatalkan tur Rusia yang terjual habis tak lama setelah pasukan Moskow masuk ke Ukraina pada 24 Februari, dan mengorganisir konser amal di Eropa Barat dan Turki, dengan hasil penjualan untuk pengungsi Ukraina.
Pada bulan Agustus, pihak berwenang mengatakan mereka sedang menyelidiki pekerjaan rapper itu di bawah undang-undang anti ekstremisme Rusia, yang telah diperluas beberapa kali untuk mencakup spektrum yang lebih luas dari perbedaan pendapat.
Hukum Rusia mengizinkan organisasi dan individu yang dianggap terlibat dalam aktivitas politik yang menerima dana dari luar negeri untuk dinyatakan sebagai agen asing. Istilah ini mengandung arti merendahkan yang kuat dan menyiratkan pengawasan tambahan lebih ketat oleh pemerintah.
Rapper, yang liriknya sering bernuansa politis, sebelumnya menghadiri rapat umum untuk mendukung musuh Kremlin yang dipenjara, Alexei Navalny.
Penulis Novel, dan Pegiat Anti KDRT
Glukhovsky, penulis novel pasca apokaliptik 2002 “Metro 2033” yang diyakini berada di luar negeri, juga mengecam perang Rusia di Ukraina. Dia dimasukkan dalam daftar orang yang dicari sehubungan dengan posting dan kolom media sosial yang kritis di media Barat.
Pada bulan Juni, pengadilan Moskow memerintahkan penangkapannya secara in absentia atas tuduhan “mendiskreditkan tentara Rusia,” di tengah tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap para pembangkang. Jika terbukti bersalah, dia terancam hukuman 10 tahun penjara.
Salah satu aktivis hak asasi Rusia yang paling bersemangat, Popova telah berjuang selama bertahun-tahun untuk melobi anggota parlemen Rusia untuk mengadopsi undang-undang untuk melindungi perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kampanye media sosialnya pada satu titik mendorong wanita Rusia untuk memposting gambar diri mereka dengan riasan menyerupai luka berdarah atau memar, bersama dengan tagar "Saya tidak ingin mati." Tanggapan viral mendorong meluasnya diskusi seputar sikap terhadap penyintas pelecehan.
Pada tahun 2021, Popova menjadikan penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga sebagai papan utama dari upayanya yang akhirnya gagal untuk bergabung dengan Duma Negara. Dia telah berulang kali menyuarakan dukungannya bagi perempuan yang mencalonkan diri untuk jabatan politik untuk mengatasi masalah sosial di Rusia. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...