RUU Minuman Beralkohol Solusi Peredaran Miras Oplosan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Fraksi PPP di DPR Arwani Thomafi yakin Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol (RUU LMB) yang dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015 dapat menekan peredaran Minuman Keras (Miras) oplosan di Indonesia yang kian marak terjadi belakangan ini.
Sebab, menurut dia, RUU LMB mengatur secara detail klarifikasi kadar alkohol yang dapat diperjualbelikan dan pemberian sanksi tegas, mulai dari tertulis sampai pidana bagi pelakunya. Bahkan, Arwani menjelaskan RUU ini juga mengatur pengawasan atas pelaksanaan larangan minuman beralkohol, baik dilakukan oleh pemerintah pusat ataupun daerah.
"Fraksi PPP secara regulasi bukan hanya sekedar pengaturan semata, tetapi merupakan larangan secara tegas terhadap produksi, pengedaran dan konsumsi terhadap minuman beralkohol. Karena baik dari sisi religi, kesehatan, hukum dan sosiologis konsumsi terhadap minol secara dominan lebih banyak membawa dampak negatif terhadap kehidupan individu, keluarga, masyarakat bangsa dan negara,” kata Arwani saat dihubungi di Jakarta, Selasa (3/3).
“Nanti pengawasannya dilakukan secara terpadu dengan mengikutsertakan kementerian perindustrian, perdagangan, Pengawas Obat dan Makanan (POM), Polri, Kejaksaan Agung, dan tokoh masyarakat/agama,” dia menambahkan.
Demikian dikatakan oleh Sekretaris FPPP di DPR Arwani Thomafi dan Sekretaris FPKS di DPR Abdul Hakim saat dihubungi di Jakarta, Selasa (3/3/2015).
Menurut dia, berdasarkan kajian Fraksi PPP dalam mengusulkan RUU ini, ditemukan beberapa masalah minuman beralkohol. Pertama, tingkat konsumsi minuman beralkohol semakin meningkat, khususnya di kalangan anak muda. Kedua, banyak korban jiwa akibat minum minuman beralkohol, baik yang berkadar alkohol tinggi ataupun oplosan.
"Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011 mencatat sebanyak 2,5 juta penduduk dunia meninggal akibat alkohol dan sekitar 9 persen dari kematian itu terjadi pada orang muda berusia 15-29 tahun (korban berada di usia produktif)," kata dia.
Arwani melanjutkan, ketiga, tingginya angka kriminalitas di beberapa daerah di Indonesia bahwa 58 persen disebabkan pengaruh minuman beralkohol. "Kondisi ini sering menyulut perkelahian/tawuran, menganggu ketertiban umum, hilangnya rasa aman, dan rusaknya tatanan sosial dalam masyarakat," ujarnya. Keempat, konsumsi minol mengganggu kesehatan fisik maupun jiwa, antara lain akan menimbulkan kerusakan hati, jantung, pangkreas dan peradangan lambung, otot syaraf, mengganggu metabolisme tubuh, membuat penis menjadi cacat, impoten serta gangguan seks lainnya.
"Kelima, konsumsi minuman beralkohol bertentangan dengan agama, tempat penjualan minuman beralkohol yang mudah terjangkau termasuk oleh anak remaja dibawah 18 tahun seperti di minimarket atau swalayan, dilarang menjual minuman beralkohol karena dampaknya merugikan kesehatan yang nantinya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)," kata dia.
Klasifikasi Minuman Beralkohol
Dalam draft RUU LMB Pasal 4 yang sudah disempurnakan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR, diatur minuman beralkohol yang dilarang diperjualbelikan di klasifikasi dalam golongan, yakni pertama, minuman beralkohol golongan A adalah dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 1 persen sampai dengan 5 persen seperti bir dan soda alkohol. Kedua, minol golongan B adalah kadar etanol 5 persen sampai dengan 20 persen seperti Miras jenis anggur. Ketiga, Minol golongan C adalah kadar etanol lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen. Keempat, Minol tradisional dengan nama apapun dan kelima adalah Minol campuran atau racikan (oplosan).
Menurut Arwani, UU No.36/2009 tentang kesehatan mengatur ketentuan mengenai minuman beralkohol. Ketentuan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2) tersebut menjelaskan bahwa pemerintah, pemda bersama masyarakat bertanggung jawab untuk melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi yang benar tentang faktor risiko penyakit tidak menular yang mencakup seluruh fase kehidupan. Faktor risiko tersebut antara lain meliputi diet tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan perilaku berlalu lintas yang tidak benar.
Dia menambahkan di beberapa daerah regulasi terhadap larangan dan pembatasan terhadap peredaran minol sudah dilaksanakan melalui Peraturan Daerah (Perda) dan berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Namun, pengaturan yang berkaitan dengan larangan tersebut masih bersifat sektoral dan parsial.
"Belum adanya UU yang secara khusus mengatur mengenai minol mengakibatkan lemahnya aturan di tingkat pelaksanaanya. Padahal, peraturan dan regulasi tentang minol serta pelaksanaan yang tegas menjadi kunci utama penanganan masalah alkohol ini," tutur Anggota Baleg DPR.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...