S & P Menilai RI Belum Layak Raih Investment Grade
SINGAPURA, SATUHARAPAN.COM - Lembaga pemeringkat global, Standard & Poors kemungkinan belum akan menaikkan peringkat utang Indonesia disebabkan keprihatinan akan meningkatnya kredit macet dan risiko terhadap prospek pertumbuhan ekonomi.
Kyan Curry, salah seorang direktur dan analis utama S & P, kepada Bloomberg.com melalui telepon pada hari Selasa (25/10) mengatakan walaupun secara umum pihaknya optimistis tentang perekonomian Indonesia, masih ada kekhawatiran untuk menaikkan peringkat.
"Ini sangat sulit bagi saya untuk merekomendasikan kepada komite pemeringkatan peringkat yang lebih tinggi di negara seperti Indonesia ketika ada tekanan seperti saat ini," kata dia.
Menurut dia, tekanan itu terjadi pada sektor korporasi dan sektor perbankan.
Juni lalu, Indonesia gagal meningkatkan peringkat dari level BB+ dengan outlook positif ke peringkat investment grade BBB. S & P mengatakan pada saat itu bahwa sementara kerangka fiskal Indonesia membaik, masih ada tantangan pada kinerja anggaran.
Beberapa pekan ke depan S & P akan bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelum membuat penilaian berikutnya pada bulan Desember.
Curry mengatakan sektor perbankan Indonesia "masih merupakan sistem yang cukup menguntungkan, mendanai sendiri, tidak bergantung pada tabungan eksternal untuk mendanai pertumbuhan kreditnya dan pinjaman standar yang memadai," kata Curry.
"Namun pada saat yang sama kredit bermasalah meningkat karena tekanan di sektor korporasi."
Dia menambahkan rasio kecukupan modal perbankan juga sehat, likuiditas "masih ok" dan ada cadangan yang wajar.
Di sisi lain, rasio kredit bermasalah naik menjadi 3,2 persen pada akhir Juli dari 2,7 persen tahun sebelumnya, menurut data dari OJK.
"Jadi ini bukan cerita positif semuanya," kata Curry. "Ada beberapa risiko di sana, dan digabungkan dengan prospek ekonomi yang masih belum jelas pada saat ini, maka risiko masih cukup material."
S & P merupakan yang terakhir dari tiga perusahaan pemeringkat utama dunia yang masih mempertahankan peringkat Indonesia dengan status 'sampah' atau junk. Curry mengatakan S & P masih mempertahankan pandangan positif pada utang pemerintah dan bahwa Presiden Joko Widodo telah menerapkan kebijakan yang baik yang menunjukkan ia memimpin pemerintahan yang "lebih reformis dari pemerintahan sebelumnya."
Jokowi telah berjanji untuk meningkatkan pengeluaran untuk pembangunan jalan-jalan baru, pelabuhan, kereta api dan bandara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen. namun pertumbuhan ekonomi melorot menyusul anjloknya harga komoditas. Bank Indonesia pekan ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan cenderung ke batas bahwah dari kisaran 4,9 persen dan 5,3 persen tahun ini.
S & P mencatat Jokowi mendorong program amnesti pajak tahun ini yang telah menghimpun penerimaan sebesar Rp 98 triliun, yang sejauh ini membantu mengurangi tekanan dalam anggaran.
"Kami akan mengamati UU tax amnesty menunjukkan hasil dan sepertinya itu akan menyebabkan peningkatan kinerja pendapatan ke depan. Itu sangat penting, "kata Curry.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia, lanjut dia, tetap "relatif baik," yang akan mendukung pendapatan pemerintah dan kinerja fiskal.
Indonesia juga telah membuat langkah dalam mengelola inflasi dan mata uang, dimana bank sentral dimungkinkan memberi fleksibilitas lebih besar lagi bagi rupiah untuk ditentukan oleh pasar, kata Curry.
"Dari sudut pandang tata kelola pemerintahan, mengapa kami memberi outlook positif saat ini adalah karena adanya koordinasi kebijakan yang lebih baik antara BI dan Kementerian Keuangan dan pihak lainnya dalam ranah kebijakan ekonomi," katanya.
S & P juga memuji hadirnya Menkeu Sri Mulyani di kabinet. "Menteri keuangan baru ini datang dengan kredensi yang sangat impresif dan kami pikir ia sangat mungkin akan membahas beberapa momentum dalam menindaklanjuti prioritas fiskal pemerintah," kata Curry.
"Dia pembuat kebijakan yang sangat piawai dan kami berharap hal itu benar-benar membantu cerita fiskal."
Editor : Eben E. Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...