SAE Nababan: Gereja Harus Bijak Hidup dalam Dua Dunia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Dr. Soritua A.E. Nababan mengatakan manusia kini hidup tengah dihadapkan dalam dua dunia sekaligus, yakni dunia fisik dan dunia maya yang cepat berkembang.
Masing-masing dunia ini, menurut SAE Nababan memiliki sivilisasi sendiri-sendiri yang saling memengaruhi.
“Perkembangan kedua sivilisasi ini akan menghasilkan kesadaran egaliter yang lebih besar, keinginan akan transparansi yang lebih kuat, dan ketertarikan yang terus meningkat akan hal-hal baru yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya,” ujar Nababan saat memberi refleksi tahun baru dalam acara Ibadah Syukur Tahun Baru Oikoumene Persekutuan Inteligensia Sinar Kasih (Piska) di Cawang, Jakarta Timur pada Jumat (23/1).
Cepatnya perkembangan ini disampaikan Nababan diakibatkan oleh konektivitas yang tinggi. Pada waktu yang sama, ia mengatakan manusia sedang hidup di era globalisasi yang dirasuki ajaran unik, yang terus meraja lela, dan merangsang ketamakan.
“Mulai dari eksploitasi korporasi asing, sampai iklan-iklan yang membangkitkan kerakusan di kalangan anak-anak, remaja, dan perempuan. Orang disilaukan dengan berbagai hal yang konsumtif. Di manakah gereja, apakah yang didapat, dan apa yang harus dilakukan gereja?” ujar Nababan.
Secara tersirat, Nababan mengajak gereja untuk bijak menyikapi dunia tengah dihadapkan dengan konsumerisme.
Menyadari Roh Zaman
Nababan berpandangan, kekristenan jemaat sampai saat ini belum menyentuh alam bawah sadar manusia, di mana tersembunyi manusia-manusia lama yang menjerit menghadapi krisis.
“Gereja hampir tidak sempat dan tidak mampu mengisi hati nurani karena duniawi. Bila gereja mau ikut mengatasi kemiskinan, radikalisme, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan, gereja harus bertobat,” ujarnya.
Keterlibatan gereja dalam memerangi persoalan kemanusiaan dapat dimulai dengan menyadari roh zaman.
“Gereja-gereja harus mengetahui di zaman apa kita hidup sekarang. Lalu gereja juga harus terus menerus memperbarui dirinya bila dia mau berguna dan melaksanakan tugasnya dalam zamannya,” kata Nababan.
Bahkan menurutnya, hanya gereja yang diperbarui dan terus menerus mau membarui dirinya yang dapat survive di masa depan.
“Bukan gereja yang fanatik, yang terperangkap dalam dogma atau tradisinya,” Ketua Umum PGI 1984-1987 menambahkan.
Secara khusus, gereja yang mengikuti zaman ini perlu penghayatan dan menunjukkan komitmen serta kesetiaan terhadap keimanan agar orang-orang dapat terlibat dalam misi gereja. Gereja juga harus menjunjung kesederhanaan, menentang penghamburan, dan menghindari konsumerisme. “Ditanamkan penguasaan diri menentang kerakusan. Gereja juga harus menentang keegoisan dan eksklusivisme. Mengikuti panggilan Yesus untuk bertobat mulai dari pelayan agar bisa menjadi teladan yang akan membawa gerakan perubahan,” ujar Nababan mengakhiri refleksinya.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...