Saham Freeport Anjlok Setelah Komentar Rizal Ramli dan Luhut Panjaitan
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Saham Freeport-McMoran Inc di New York Stock Exchange anjlok lebih dari 5 persen dalam perdagangan sore pada hari Jumat (16/10) setelah sempat melesat naik 40 persen sepanjang bulan Oktober. Penurunan ini melanjutkan jatuhnya harga saham Freeport yang sudah merosot sejak awal tahun. Saham Freeport diperdagangkan pada level US$ 12,50 per lembar, turun sekitar 47 persen dibanding level 2 Januari.
Menurut 247wallst.com, harga tembaga yang rendah memainkan peran dalam masalah yang dihadapi Freeport. Harga tembaga telah jatuh dari sekitar $ 3 per pon tahun lalu menjadi sekitar $ 2,40.
Namun, masalah Freeport yang lebih besar adalah hubungannya dengan pemerintah Indonesia tempat beroperasi tambang Grasberg, salah satu tambang tembaga terbesar di dunia, yang mereka kelola sejak puluhan tahun silam.
Menurut 247wallst.com, pada 8 Oktober, Freeport mengeluarkan siaran pers yang mengindikasikan pemerintah Indonesia telah "meyakinkan [Freeport] bahwa Pemerintah akan menyetujui perpanjangan operasi setelah tahun 2021, termasuk hak-hak yang sama dan tingkat kepastian hukum dan fiskal yang sama dengan yang selama ini berjalan di bawah Kontrak Karya." Pemerintah yang dimaksud dalam hal ini adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said.
Namun, delapan hari kemudian, mengutip laporan Reuters, menteri yang sama mulai menunjukkan keraguan tentang adanya jaminan semacam itu.
Freeport telah berjanji akan berinvestasi US$ 18 miliar untuk membangun tambang bawah tanah Grasberg, tapi sebelum melakukannya ia memastikan bahwa pemerintah menjamin bahwa itu akan memiliki kontrak baru setelah kontrak yang saat ini berakhir pada tahun 2021.
Menurut hukum Indonesia, negosiasi kontrak saat ini yang berakhir pada 2021 tidak bisa dimulai sampai tahun 2019. Di sisi lain, Freeport tidak ingin mulai membuat investasi di tambang itu kecuali memiliki perpanjangan kontrak.
Pernyataan Freeport tentang adanya kepastian perpanjangan kontrak langsung dibantah oleh Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli. Rizal memandang proses perpanjangan kontrak yang sedang berlangsung saat ini tidaklah sah. Perpanjangan kontrak baru bisa dibuat dua tahun sebelum kontrak lama berakhir, sementara kontrak tersebut baru akan diakhiri pada 2021 mendatang.
"Karena sesuai dengan peraturan pemerintah yang masih berlaku, perpanjangan kontrak Freeport hanya bisa dilakukan dua tahun menjelang kontrak berakhir, kontraknya berakhir 2021, pembahasan perpanjangan kontrak baru boleh dilakukan itu 2019," kata Rizal pekan lalu, di Gedung KPK, Jakarta.
Selanjutnya, Rizal juga menegaskan bahwa kalau perpanjangan dilakukan, pemerintah menginginkan Freeport membayar royalti sebesar 6 persen hingga 7 persen. Sebelumnya hanya 1 persen.
"Kedua, kami minta bereskan limbah itu. Selama ini, limbah beracun dilempar begitu saja di Sungai Amungme. Ikannya mati, rakyatnya sakit-sakitan," katanya.
Rizal menambahkan, Freeport kini tengah mengalami masa sulit karena mengalami kerugian dalam kegiatan usahanya.
"Freeport ini kepepet, nilai valuasinya turun seperempatnya dibandingkan tahun 2010. Mereka juga menderita kerugian sangat besar karena investasi sebesar 15 miliar dolar AS di Teluk Meksiko untuk minyak pake duit Freeport McMoran International. Tidak ada minyaknya, itu duit hilang. Makin lama makin kepepet, makanya andalan satu-satunya adalah tambang di Indonesia," ungkapnya.
Komentar senada juga disampaikan oleh Menko Polhukam, Luhut Panjaitan. Dalam wawancara dengan Reuters, Luhut menegaskan bahwa Freeport harus menghormati hukum di Indonesia.
"Kami memiliki regulasi.....2019, dua tahun sebelum kontrak berakhir," kata Luhut, untuk menunjukkan bahwa perpanjangan kontrak Freeport baru bisa dibicarakan pada 2019. "Kami tidak bisa mengubah regulasi hanya karena Freeport."
Presiden Joko Widodo pun pada hari Jumat lalu akhirnya buka suara. Menurut dia, Freeport harus menunggu hingga 2019 untuk melakukan perpanjangan kontrak.
"Peraturannya itu jelas bahwa perpanjangan itu diperbolehkan dua tahun sebelum kontrak habis, berarti sebelum 2021, yaitu 2019," ujar Presiden di sela kunjungan ke Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Jumat (16/10).
Jokowi mengatakan pemerintah nantinya juga mengajukan sedikitnya lima syarat dalam negosiasi perpanjangan kontrak Freeport, yaitu masalah pembangunan Papua, konten lokal, divestasi saham, royalti dan industri pengolahan.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...