Sahat Simatupang: Ilham Mahkota Duri dan Getaran Relijiusitas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sahat Simatupang menceritakan beberapa hal yang mengilhami lukisannya. Dalam karya lukisan berjudul ‘Mahkota Duri’, dia mengatakan karya itu dibuat ketika suasana Jum’at Agung menggugah hatinya. Tanpa bertanya suasana itu menuntunnya melukis mahkota duri.
“Waktu itu saya tidak tanya, mengapa saya tertarik dengan mahkota duri. Yang saya tahu saya harus melukis mahkota duri. Ya sudah saya harus melukis itu,” kata Sahat Simatupang dalam wawancara dengan satuharapan.com di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada Selasa (4/3).
Ketika melukis, tiba-tiba muncul wajah-wajah di balik mahkota duri. Wajah-wajah itu muncul dengan sendirinya. “Saya tidak menghakimi wajah-wajah itu muncul, untuk apa wajah-wajah itu muncul?”
Dia mengaku spontanitas itu yang mengilhaminya mengerjakan karya ‘Mahkota Duri’. Tetapi Sahat berandai-andai, “Bisa saja saya melukis mahkota duri bukan dalam suasana Paskah. Misalnya tiba-tiba saya datang ke gereja, lalu bawah sadar saya mengingatkan mahkota duri, maka saya gambar mahkota duri.”
“Kalau mahkota duri itu terus mengejar saya, dia mengejar saya terus ke mana pun. Pada akhirnya saya dituntut untuk menggambar. Ya sudah saya menggambar tanpa saya tanya kenapa kamu mengejar-ngejar saya. Oh iya memang harus keluar, keluar gambar itu,” kata pelukis yang juga pengajar SMA Kalam Kudus Daan Mogot Jakarta ini.
Selain mahkota duri, Sahat juga melukis tema relijiusitas lainnya. Biasanya benda yang dilukis tidak jauh dari salib.
“Biasanya ketika saya mendekati permasalahan yang pelik, tanpa saya sadari saya membuat gambar Tuhan Yesus tersalib.”
Kesedihannya tanpa sengaja mendorongnya berkarya tentang Yesus yang disalib. Kalimat-kalimat yang beredar di kepalanya pun turut juga dituangkan ke lukisan. “Saya berikan kata-kata misalkan ampuni saya Tuhan karena saya melukapan Engkau. Saya melupakan orang yang terasing, melupakan orang yang tertindas, dan sebagainya. Saya tulis saja. Kadang-kadang muncul kata-kata itu.”
Pelukis kelahiran Jakarta tahun 1964 ini suatu ketika pernah bermimpi burung merpati. Dia merasa burung merpati itu terus mengusiknya. Pada akhirnya “ketika saya menghadirkan kanvas di depan saya, burung merpati itu hadir maka saya gambar burung merpati itu.”
Sahat mengaku semua karya yang dipamerkan di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada Selasa (4/3) sampai Jumat (14/3) itu dikerjakan dengan spontan. Dia sudah lama berkarya mengandalkan spontanitas, ketanpasengajaan ini dan mengaku merasakan hal yang berbeda dibanding sebelumnya ketika harus melukis dengan mentemakan. Semua lukisannya muncul dari sesuatu yang mengilhami dengan apa adanya, walau spontanitas ini tidak disebutnya sebagai bimbingan intuisi.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...