Sakramen Perjamuan Kudus di Tengah Pandemi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Memahami kegelisahan dan kebingungan banyak gereja anggota dalam menyikapi tradisi Perjamuan Kudus yang dilakukan di seputar masa raya Paskah, yakni pada hari Kamis Putih, Jumat Agung, atau Minggu Paskah, Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) mengeluarkan Tuntunan Merayakan Sakramen Perjamuan Kudus di masa pandemi COVID-19.
MPH PGI ingin memberikan pertimbangan kepada gereja-gereja anggota PGI, agar dapat mengambil kebijakan dan keputusan gerejawi masing-masing, yang dapat dipertanggungjawabkan secara teologis, sekaligus tetap di dalam koridor memperjuangkan dan memelihara kehidupan di masa pandemi COVID-19 ini.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut, yang telah melalui pendalaman teologis, dilampirkan, menjadi kesatuan yang utuh dari Pesan Paskah tahun ini. Atas berbagai pertimbangan teologis tersebut, MPH PGI tiba pada tiga alternatif: menunda Perjamuan Kudus hingga masalah pandemi COVID-19 usai, melaksanakan Perjamuan Kudus di rumah masing-masing, dan Perjamuan Kudus secara spiritual (spiritual communion).
Ketiga alternatif itu, disajikan dengan menghargai kemajemukan tradisi di masing-masing gereja anggota PGI.
Menunda Pelaksanaan Perjamuan Kudus
Pada malam menjelang Jumat Agung, atau pada saat Jumat Agung, atau Hari Minggu Paskah, jemaat biasanya berkumpul untuk menerima roti dan anggur. Namun, dalam kondisi darurat dan krisis saat ini, umat Kristen harus tetap tinggal di rumah masing-masing dan tidak berkumpul bersama di gedung gereja. Dalam situasi seperti ini, sebaiknya pelaksanaan sakramen Perjamuan Kudus ditunda, dan dapat dilaksanakan kembali setelah wabah COVID-19 mereda.
Penundaan pelaksanaan sakramen tidaklah melanggar prinsip-prinsip teologi Kristen atau ajaran Alkitab. Misalnya, pada awal gereja, Perjamuan Kudus biasanya dilaksanakan seminggu sekali, tetapi seiring perkembangan waktu, gereja-gereja menjadi lebih terbiasa melaksanakannya sebulan sekali atau tiga bulan sekali. Demikian pula dengan Perjamuan Kudus yang biasanya dilaksanakan pada hari Jumat Agung atau hari Paskah dapat ditiadakan pada tahun ini.
Melaksanakan Perjamuan Kudus di Rumah Masing-masing
Jemaat Kristen mula-mula bersekutu di rumah-rumah untuk berdoa dan memecahkan roti (Kis. 2:42, 46). Mengacu pada tradisi purba ini, gereja-gereja dapat mempertimbangkan pelaksanaan Perjamuan Kudus dan/atau perjamuan kasih dalam ibadah di rumah.
a. Sebagai ganti Perjamuan Kudus, keluarga dapat melaksanakan perjamuan kasih di rumah untuk mensyukuri pengorbanan Kristus.
b. Beberapa gereja telah mempraktikkan sakramen Baptisan Kudus darurat oleh penatua atau warga sidi, berdasarkan pemahaman bahwa semua orang percaya adalah imam di hadapan Allah. Dalam hal ini, sinode masing-masing menyiapkan liturgi khusus untuk model ini.
c. Alternatif lain adalah melaksanakan perjamuan kasih di rumah, yang dilayani kepala keluarga atau warga sidi yang ditunjuk atas nama keluarga. Roti dan anggur Perjamuan Kudus yang disediakan gereja dan dilayankan oleh pendeta atau pelayan tahbisan dibagikan kepada keluarga-keluarga, yang melaksanakan ibadah sesuai dengan liturgi yang disediakan oleh sinode masing-masing.
d. Di era digital atau online, pilihan lain adalah kehadiran pemimpin ibadah secara virtual, membacakan formula konsekrasi bagi jemaat yang bersekutu bersama-sama di ruang virtual yang sama, menyiapkan roti dan anggurnya di rumah, dan menikmati Perjamuan Kudus bersama. Jika jemaat kesulitan untuk memperoleh anggur dan roti karena keadaan darurat ini dapat digantikan air teh dan roti/kue sebagai lambang darah dan tubuh Tuhan Yesus.
Perjamuan Kudus secara Spiritual (Spiritual Communion)
Pada masa persekusi, saat umat Kristen tidak bisa bersekutu, praktik Perjamuan Kudus secara spiritual menjadi pilihan. Thomas Aquinas menyatakan, Perjamuan Kudus secara spiritual adalah keinginan kuat untuk menerima Kristus dalam Perjamuan Kudus dan sebuah cinta yang merangkul kita seolah kita sendiri telah menerima-Nya.
Dalam praktik ini, kasih Allah memenuhi kerinduan yang sangat besar akan Perjamuan Kudus melampaui syarat kehadiran ragawi. Momen ini dapat disiapkan dalam liturgi, seperti yang ditegaskan oleh Bapa Gereja Augustinus, “Percayalah, dan engkau sudah menerimanya.”
Pilihan ini bisa mengisi kerinduan umat sampai Perjamuan Kudus secara ragawi sudah dimungkinkan kembali. (pgi.or.id)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...