Salah Satu Lulusan SMA Terbaik 2019 di Melbourne Asal Indonesia
MELBOURNE, SATUHARAPAN.COM – Di antara lebih kurang 50.000 siswa SMA di Australia yang mendapatkan nilai ujian akhir pekan lalu, salah seorang yang meraih nilai tertinggi adalah Timothy Widjaja asal Indonesia. Ia menamatkan SMA di Melbourne High School (MHS).
Timothy, mendapat skor nilai ujian akhir atau ATAR 99,20 dari kemungkinan nilai maksimal 99,95.
ATAR, kependekan dari Australian Tertiary Admission Rank, digunakan untuk menentukan apakah lulusan SMA tersebut akan diterima di perguruan tinggi.
Dari 50.000 lulusan tahun ini, 37 orang berhasil mendapatkan skor sempurna 99,95, yakni delapan perempuan dan 29 siswa laki-laki.
Kebanyakan mereka yang mendapat skor terbaik ini berasal dari sekolah swasta di Negara Bagian Victoria.
Salah seorang siswi yang mencapai skor tertinggi itu adalah Chen Jie asal Malaysia dari sekolah negeri khusus putri MacRobertson High.
Sama seperti dengan Timothy Widjaja yang pindah dari Indonesia sejak kecil, Chen Jie pindah ke Australia setelah menamatkan SD di Malaysia.
Kepada ABC, Chen Jie mengaku kaget ketika mendapatkan hasil ATAR tertinggi tersebut. “Ketika saya melihat skor ATAR ini, saya sangat kaget karena skornya begitu tinggi. Sampai sekarang saya masih belum percaya kalau skor itu benar,” ujarnya.
Ingin Kuliah Kedokteran di Monash University
Bagi Timothy Widjaja, hasil ATAR 99,20 tersebut semakin mendekatkan ke ambisinya untuk kuliah di Fakultas Kedokteran Monas University.
Pada hari Rabu (18/12/2019) ini, lulusan SMA ini akan mengetahui apakah mereka lulus di jurusan universitas yang mereka bidik.
“Sejak dua tahun terakhir, Tim sudah memutuskan ingin kuliah kedokteran di Monash University. Untuk bisa masuk, skor ATAR saja tidak cukup. Masih harus melewati proses wawancara,” kata ayah Tim, Abraham Budi Widjaja, kepada Sastra Wijaya dari ABC Indonesia.
Apa yang menjadi kunci sukses sehingga Timothy bisa mendapatkan skor ATAR yang tinggi?
Budi, yang bekerja sebagai data programmer di perusahaan pencetak kartu plastik di Melbourne, mengatakan anaknya memang sudah mempersiapkan maju ujian dengan sebaik-baiknya.
“Setelah selesai ujian, ia merasa cukup puas dengan mata pelajaran Further Math dan Math Method, namun masih belum yakin untuk hasil tes bahasa Inggrisnya,” kata Budi yang pindah ke Australia dari Semarang pada tahun 2007.
Walau sudah tinggal lebih dari 11 tahun di Australia, Timothy masih mengambil mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai salah satu pelajaran untuk ujian akhir SMA.
“Ia mendapat hasil akhir yang cukup bagus dari mata pelajaran Bahasa Indonesia yang ia ambil tahun yang lalu pada saat duduk di Kelas 11,” kata Budi.
“Dalam mata pelajaran tersebut Tim memperoleh nilai 48,50 dari kemungkinan tertinggi skor tertinggi 50. Hal ini sangat membanggakan bagi kami,” ujarnya.
Hasil hampir maksimal dalam Bahasa Indonesia ini bisa disebut mengesankan karena Timothy pindah ke Australia dari Indonesia ketika masih berusia 7 tahun.
“Kami juga sangat berterima kasih kepada Bu Rachmat sebagai guru Bahasa Indonesia yang membimbing para murid yang semuanya tak bisa berbahasa Indonesia, tetapi akhirnya mampu memperoleh nilai sangat bagus,” kata Budi lagi.
Timothy menamatkan SMA-nya di Melbourne High School, satu dari empat sekolah menengah negeri di Melbourne yang menerapkan ujian masuk bagi siswa sejak Kelas 9.
Melbourne High School bersama MacRobertson High School, Suzanne Cory High School, dan Nosal High School, menerapkan ujian masuk karena hanya menampung mereka yang memiliki nilai akademik yang tinggi.
Tingkat persaingan di empat SMA Negeri ini sangat ketat. Berbeda dengan sekolah swasta yang murid harus membayar uang sekolah ratusan juta setahun, sekolah negeri bayarannya sama seperti sekolah yang dikelola pemerintah lain.
Budi mengaku memang memilih sekolah negeri bagi pendidikan anak-anaknya.
“Tim bersekolah di sekolah negeri dari SD sampai SMA. Kami cukup puas dengan mutu pelajaran di sekolah-sekolah negeri tersebut, Templeton Primary School, Highvale Secondary College (kelas 7-8), dan Melbourne High School,” katanya.
“Menurut kami, tidak ada salahnya bersekolah di sekolah negeri,” katanya.
Mengetahui Karakter Sekolah yang Dipilih
Berbicara mengenai pendidikan di Australia, Budi Widjaja menilai orangtualah yang seharusnya mengetahui apa yang terbaik bagi anak-anak mereka dengan berusaha mengetahui karakter sekolah yang dipilih.
“Jika orangtua memasukkan anaknya di sekolah negeri, mereka harus benar-benar mengetahui karakter si anak, apakah akademis atau artistik, ataukah terampil dalam mengutak-atik barang (kejuruan),” katanya.
Dari situ, menurut Budi, orangtua kemudian bisa memilih sekolah negeri yang sesuai kebutuhan anak.
“Sebagai contoh ketika Tim masih duduk di Kelas 2 SD, dia bersekolah di sekolah Katolik,” katanya.
"Sekolah itu bagus dan membina murid-muridnya dengan baik. Hanya saja kurang memberikan tantangan bagi murid yang memiliki kemampuan akademis lebih.”
“Akibatnya, Tim merasa bosan dan malas. Saat itu kami sebagai orangtua berusaha mencari sekolah yang dapat memenuhi kebutuhan akademis Tim,” katanya.
“Jika membandingkan sistem pendidikan dengan di Indonesia, pendidikan di Australia lebih mendorong anak untuk bisa mengemukakan pendapat dan mengaplikasikan apa yang mereka pelajari,” ia berpendapat.
“Sejak di SD, anak-anak di Australia sudah terbiasa mempresentasikan hasil kerja mereka, melakukan riset untuk menulis esai dengan topik-topik yang bervariasi.” (abc.net.au)
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...