Salahkah Kakek Nenek Bantu Pengasuhan Cucunya?
SATUHARAPAN.COM - Di era super sibuk, kedua orangtua baik ayah maupun ibu pun bekerja untuk menambah penghasilan rumah tangga atau ada situasi tertentu yang menjadikan peran orangtua menjadi terbagi. Peran ayah, peran ibu, maupun peran orangtua tunggal sebagai pengasuh anak, biasanya kakek nenek dengan siap siaga membantu merawat cucu mereka, yups anak ayah-ibu. Kakek-nenek dianggap sebagai salah satu orang terdekat yang dapat dimintai bantuan/dukungan/pilihan untuk mengasuh anak. Keterlibatan kakek-nenek dalam pengasuhan cucu bisa dilihat secara global dalam penelitian Pulgaron dan kawan-kawan pada 2016, dan mungkin bahkan lebih tinggi di masyarakat non-barat, seperti Afrika, Asia, dan Amerika Latin seperti disampaikan Aubel pada 2012, Kataoka-Yahiro, Ceria, Caulfield, pada 2004.
Ketika kakek-nenek mulai ikut terlibat dalam pengasuhan cucu mereka, maka muncullah kedekatan secara emosional. Kedekatan emosional antara kakek-nenek dengan cucu dalam penelitian Tan dan kawan-kawan pada 2010, ditemukan bahwa remaja yang dekat secara emosional dengan kakek-nenek sejak kecil, memiliki dampak yang besar di masa remaja mereka, khususnya mereka merasa ada dukungan dari keluarga besar, jauh dari depresi. Selain berdampak pada anak, berdampak positif juga dirasakan oleh kakek nenek yaitu berkaitan dengan kesehatan fisik. Dalam penelitian yang dilakukan di China oleh Zhou dan kawan-kawan pada 2017 ditemukan bahwa kakek-nenek yang mengasuh cucu mereka, memiliki nilai yang lebih baik pada bagian self-health rate (SHR) mereka dibandingkan kakek-nenek yang tidak mengasuh cucu.
Begitu pula, penelitian dari Taiwan oleh Ku dan kawan-kawan pada 2013 bahwa pengasuhan kakek-nenek secara positif dikaitkan dengan peningkatan kesehatan dan mobilitas yang dinilai oleh diri sendiri, setelah kemampuan mengontrol kesehatan dasar, faktor sosial dan demografis lainnya. Hasil kesehatan lain dari penelitian mereka, tidak ada hubungan antara kepuasan hidup dan depresi dengan pengasuhan.
Lebih lanjut, penelitian dari Li dan kawan-kawan pada 2016 menyebutkan pengasuhan kakek-nenek, juga dapat memprediksi kompetensi sosial anak seperti tingkat keintiman dan keinginan untuk berbagi yang positif. Diharapkan bagi kakek-nenek dan cucu mereka dapat mengurangi konflik antara 2 generasi yang berbeda karakteristik.
Peranan dari kakek-nenek dibagi menjadi 4 gaya pengasuhan menurut Goodfellow, pada 2003, yaitu (1) tinggal bersama dengan cucu mereka, (2) memberikan waktu prioritas untuk pengasuhan tetapi tidak tinggal bersama, (3) dapat menyeimbangkan kehidupan pribadi dan merawat cucu, serta (4) tidak melibatkan diri dalam pengasuhan cucu. Jadi, ayah ibu perlu memastikan lagi peranan dari kakek-nenek dalam membantu pengasuhan anak ya, supaya terbaginya peranan yang adil, antara kakek-nenek dan ayah-ibu.
Kembali membahas pertanyaan, “Salahkan pengasuhan dibantu kakek nenek?” Jawabannya adalah tidak salah, jika ada kesamaan persepsi pengasuhan antara kakek-nenek dan ayah-ibu. Karena mendidik dan mengasuh anak perlu konsistensi serta saling bekerjasama.
Berikut ada beberapa tips pengasuhan seimbang antara kakek-nenek dan ayah-ibu
- Kadang kala kakek-nenek cenderung memberikan saran dalam pengasuhan karena merasa “lebih berpengalaman”. Untuk itu perlu didengarkan dan dicerna dulu ya, ayah-ibu. Bukan berarti masukan dari kakek-nenek adalah kritikan buat kita. Karena saran dan kritik adalah hal yang berbeda.
- Kompak dalam berbagi peran dan jika perlu ikut komunitas pengasuhan anak bersama. Perlunya, saling memahami kebutuhan masing-masing, seperti rasa saling menghargai pendapat satu sama lain dan rasa saling menyayangi.
- Belajar dan belajar lagi. Pengetahuan sekarang banyak perubahan seiring berkembangnya ilmu, jadi kakek-nenek maupun ayah-ibu perlu sama-sama belajar pengasuhan anak bersama. Misalnya, bagaimana komunikasi jarak jauh, membangun self esteem, menanamkan nilai dan moral, memahami pemikiran anak dan remaja, tentang kekerasan anak dan bullying.
- Menjalin kedekatan antara kakek-nenek, ayah-ibu, dan anak/cucu mereka, agar lebih memahami satu sama lain, sehingga dapat mengurangi perselisihan dan konflik.
- Komunikasi bersama untuk menerapkan aturan, pola asuh, dan update perkembangan anak. Jika perlu dibuatkan jadwal bersama untuk diskusi rutin.
*Penulis adalah psikolog, aktif di “Kita Berkisah” dan “Clarity Psychology.”
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...