Sanggar dan Studio Musicasa: 5 Tahun Penuh Kerendahan Hati dan Kerja Keras
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Selain ditandai perhelatan langka konser dan lokakarya oleh kelompok olah-suara internasional Swingle Singers, akhir Agustus ini penikmat musik seni kota Jakarta berkesempatan turut menikmati konser perayaan ulang tahun sebuah lembaga pendidikan musik seni mandiri. Sanggar dan studio Musicasa—lembaga musik seni yang berfokus kepada pendidikan seni vokal, abaan, piano, dan teori musi—mensyukuri lima tahun berdirinya dengan cara unik, bertajuk Vorsingen, Vorspielen, Vordirigieren (Penampilan Lagu, Akting, dan Abaan).
Kerendahan Hati Sebagai Modal
Ujud syukur ini bisa dikatakan unik berkaca dari beberapa sudut. Dengan 57 komposisi musik dan hampir 100 musisi penampil, acara ini tepat untuk disebut sebagai reli konser. Namun dengan penuh kerendahan hati, Joseph Kristanto Pantioso, baritonis sekaligus salah satu pendiri sanggar ini, berujar di dalam sambutan pembuka babak pertama, bahwa konser ini lebih tepat dianggap sebagai ajang evaluasi dan refleksi murid terhadap perkembangan pembelajaran musik mereka.
Dalam konteks etimologi Jerman, bentuk pertunjukan yang di dalam penyebutannya diawali dengan prefiks vor, dapat dimaknai sebagai konser atau pertunjukan kelas yang mengondisikan penampil mengadakan pertunjukan disaksikan rekan-rekannya sepembelajaran. Hal ini tidak jauh melenceng dari pelaksanaan Vorsingen, Vorspielen, Vordirigieren yang hanya menyediakan tiket untuk kalangan luar dengan jumlah terbatas. Namun, demikian animo publik tetap cukup tinggi mengingat hall Usmar Ismail yang berkapasitas 250 penonton terisi sekitar 80-85%.
Keunikan lain adalah kompleksitas eksplorasi komposisi dan penampil. Sebanyak 57 komposisi musik yang ditampilkan terentang mencakup tiga benua (Eropa, Asia, dan Amerika), tiga abad, dan berbagai bentuk penampilan mulai dari solo piano, duet piano, solo vokal dan piano, duet vokal dan piano, paduan suara acapella, orkes, hingga solo vokal dan paduan suara diiringi musik.
Eksplorasi varietas komposisi ini mengingatkan penulis bagaimana Akis (Joseph Kristanto Pantioso) beserta Tommy (Budi Utomo Prabowo) senantiasa memotivasi murid-muridnya untuk tidak berhenti belajar dan berkembang. Dan, betapa keinginan untuk senantiasa belajar dan berkembang itu lahir dari kerendahan hati dan kebesaran jiwa untuk mengakui kekurangan diri sendiri. “Seorang penyanyi dituntut untuk keluar dari egonya dan memerankan apa yang diinginkan komposer. Karena itu seyogyanya di dalam keseharian penyanyi harus jujur dan bersahaja, sehingga di atas panggung ia dapat merefleksikan dan mengeksplorasi perannya dengan lebih mendalam.”
Kerja Keras dan Gotong Royong
Bukan sebuah kerja mudah membangun pendidikan seni, terutama musik seni, di Indonesia. Ranah pendidikan umum yang diprioritaskan di dalam dunia global saja masih ditangani dengan setengah hati oleh pemerintah, terlebih pendidikan seni. Oleh karena itu, koneksi dan relasi antarsesama perajin dan pendidik musik menjadi berharga.
Hal inilah yang disorot Budi Utomo Prabowo, pengaba sekaligus kompatriot Joseph Kristanto Pantioso dalam mendirikan dan membesarkan Musicasa, dalam kata sambutan pembuka babak kedua konser tadi malam. Di dalam sambutannya, ia memberikan contoh bagaimana Musicasa menjalin gotong royong dengan Twilite Youth Orchestra. Di sana, instrumentalis muda berkesempatan mengasah kemampuannya sembari diaba oleh murid program abaan (dirigen) dari Musicasa.
Kerja keras dan gotong royong tidak hanya menjadi milik orkes saja. Sebagaimana yang disinggung di atas, sesungguhnya konser ini adalah ajang evaluasi, murid-murid baik yang baru dan belia juga yang telah lama dan lanjut menampilkan usaha keras dan gotong royong yang cukup guyub antara diri mereka dan musisi pengiring atau rekan sepenampilan.
Budaya evaluasi dan kerja keras yang berkesinambungan ini ditunjukkan oleh Sanggar dan Studio Musicasa melalui konsistensi perhelatan Vorsingen (Konser Kelas) dwibulanan dan Vortragsabend (Resital) enambulanan. Selain itu setiap pengajar diwajibkan mengadakan konser paling tidak setahun sekali yang, sekali lagi mengulang nasihat Akis, adalah untuk mengevaluasi kemampuan mereka sendiri.
Menabur Benih yang Dituai
Pada 2008, Akis dan Tommy yang baru saja selesai mengenyam pendidikan musik klasik di Musikhochschule Freiburg kembali ke Jakarta. Akis mengambil pembidangan seni vokal di bawah asuhan Prof. Towako Sato-Schollhorn, sementara Tommy mengambil bidang abaan di bawah arahan Prof. HM Beuerle dan Prof. Scott Sandmeier. Berdua mereka mendirikan sanggar dan studio Musicasa di dalam sebuah rumah toko di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat.
Kini, setelah 5 tahun, sanggar dan studio ini telah mulai menuai benih yang mereka tabur, yaitu banyak murid-murid yang mampu melanjutkan studi musik ke tingkat Konservatorium, terutama di benua Eropa.
Selamat ulang tahun ke-5 Musicasa. Terus maju mengembangkan musik seni Indonesia.
Penulis adalah pendidik musik dan budaya di Jakarta
Editor: Trisno S. Sutanto
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...