Satu Tahun Jokowi-JK, PDI Perjuangan Sindir Banyak Sektor
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla tepat berusia satu tahun pada hari Selasa (20/10). Berbagai kebijakan pun telah dilahirkan, baik oleh Presiden Jokowi sendiri maupun jajaran menteri “Kabinet Kerja”.
Sebagai pengusung utama, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, kerap mengkritisi Pemerintahan Jokowi-JK. PDI Perjuangan juga sering bersebrangan dengan Presiden Jokowi.
Kini, tepat di usia satu tahun kepemimpinan Jokowi di Republik Indonesia, salah satu kader PDI Perjuangan, Tubagus Hasanuddin, berpendapat sejumlah sektor masih membutuhkan penyempurnaan. Salah satunya, bidang pertahanan.
“Satu tahun kinerja Presiden Jokowi-JK cukup bagus. Namun, masih ada ketidaksempurnaan dalam perjalanannya. Makanya ke depan harus ada penyempurnaan-penyempurnaan yang lebih baik, misalnya dalam urusan pertahanan," kata Tubagus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Selasa (20/10).
Anggota Komisi Pertahanan DPR itu menambahkan, pada aspek tapal batas dengan negara lain, Indonesia seharusnya bisa lebih berperan. Indonesia juga harus mempunya alat kontrol wilayah perbatasan dan diadakan pembangun di wilayah perbatasan. "Kemudian kemampuan TNI bertambah, karena (saat ini) menjadi ranking ke-12, konon katanya. Ya, tidak apalah, mungkin debatable, tapi setidaknya menjadi perhitungan oleh banyak orang, banyak negara," ucap Tubagus.
Tubagus mengakui pemerintah harus lebih memprioritaskan masalah kesejahteraan masyarakat, bukan pertahanan. Namun, kesejahteraan masyarakat harus diwujudkan lewat pendekatan keamanan. Sebab, demi menguatkan sektor perekonomian, negara harus juga menguatkan angkatan bersenjatanya.
"Dalam teori negara besar pun begitu. Ekonomi harus kuat maka angkatan bersenjata juga harus kuat, barulah bisa menjadi bangsa yang besar," ucap Tubagus.
Jargon Kerja?
Sementara itu, anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR, Rieke Diah Pitaloka, mempertanyakan jargon “Kerja Kerja Kerja” yang dilemparkan Presiden Jokowi seusai dilantik tahun 2014 silam. Rieke mengkritik kebijakan Presiden Jokowi soal upah buruh.
"Pertanyaan dasarnya, kalau jargonnya adalah kerja kerja kerja, saya mengatakan kerja di mana? Dan pekerjaan seperti apa? Karena rakyat membutuhkan pekerjaan, rakyat kita bukan orang malas," kata dia.
Dia berpendapat rencana pemerintah mengeluarkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengupahan akan memperkuat kebijakan upah murah. Bahkan, dia menuding pemerintah menafikan hal penting dalam kondisi ekonomi saat ini.
Menurut Rieke, persoalan upah, seharusnya dilihat sebagai proteksi negara terhadap rakyat yang bekerja. Apalagi, bulan Desember 2015 mendatang Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), sehingga dibutuhkan penguatan industri nasional.
"Upah itu hanya satu komponen saja. Dalam seluruh skema besar industri bahwa pengupahan harus diperbaiki, iya! Tetapi tidak boleh arahnya upah murah," tutur Rieke.
Susun Regulasi Lemah
Sementara itu, kader PDI Perjuangan yang menghuni Komisi Dalam Negeri DPR, Arif Wibowo, menilai pemerintahan Presiden Jokowi lemah dalam penyusunan regulasi bersifat teknis terkait persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 dan penataan pemerintahan daerah.
“Terkait persiapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2015, kemudian kebijakan tentang penataan pemerintahan daerah, kelemahannya ada pada aspek penyusunan regulasi bersifat teknis,” ucap Arif.
Menurut dia, seharusnya pemerintahan Presiden Jokowi dapat menyusun regulasi dengan cepat. Agar, jelang Pilkada Serentak 2015 tidak terjadi konflik sosial di tengah masyarakat.
“Ini seharusnya bisa agar konflik sosial tidak terjadi di berbagai wilayah,” tutur Arif.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...