Save The Children: Lebanon dalam “Bencana Pendidikan”
Krisis ekonomi yang parah di Lebanon dan pandemi COVID-19 menyebabkan banyak anak putus sekolah.
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Di Lebanon yang dilanda krisis, kemerosotan ekonomi diperparah oleh pandemi menyebabkan selama berbulan-bulan anak-anak dibiarkan tanpa sekolah, karena pembatasan virus corona, bahkan mungkin ada yang tidak akan pernah kembali ke dalam kelas, kata sebuah badan amal yang berbasis di Inggris memperingatkan.
"Krisis sosial dan ekonomi di Lebanon berubah menjadi bencana pendidikan, dengan anak-anak yang rentan menghadapi risiko yang nyata mungkin tidak pernah akan kembali ke sekolah," kata Save the Children dalam sebuah laporan yang diterbitkan hari Kamis (1/4).
Risikonya nyata, tidak hanya bagi keluarga Lebanon, yang lebih dari setengahnya hidup dalam kemiskinan. Tetapi ini juga bencana bagi ratusan ribu pengungsi Palestina dan Suriah yang telah berjuang untuk mengakses pendidikan sebelum krisis berlipat ganda menlanda Lebanon, dan membuat hidup mereka semakin sulit, katanya.
“Kemiskinan adalah penghalang tajam bagi akses anak-anak ke pendidikan, karena banyak keluarga tidak mampu membeli peralatan belajar atau harus bergantung pada anak-anak untuk mencari nafkah,” kata badan amal tersebut.
Lebih dari 1,2 juta anak di Lebanon tidak bersekolah sejak wabah virus corona di negara itu yang dimulai tahun lalu, kata Save the Children. Mereka yang cukup beruntung untuk mendapatkan sekolah menerima "perkiraan pendidikan maksimal 11 pekan," dengan jumlah yang lebih rendah untuk anak-anak Suriah, tambahnya.
Sementara itu, kemerosotan ekonomi terburuk di negara itu sejak perang saudara 1975-1990 telah membuat "pembelajaran jarak jauh tak terjangkau oleh lebih banyak anak." Banyak keluarga yang tidak mampu membeli perangkat elektronik dan koneksi internet yang cukup andal, kata badan amal itu.
Save the Children mengutip contoh seorang anak berusia 11 tahun yang diidentifikasi sebagai Adam, yang berbagi ponsel cerdas dengan dua saudara perempuannya dan harus pergi ke rumah sebelah untuk mengakses internet.
Kemerosotan Ekonomi
Krisis di negara itu tidak menunjukkan tanda-tanda melambat, dengan mata uang pound Lebanon kehilangan lebih dari 85 persen nilainya terhadap dolar di pasar gelap dalam devaluasi yang menggerogoti daya beli masyarakat.
“Banyak anak mungkin tidak akan pernah kembali ke ruang kelas, karena mereka telah melewatkan begitu banyak pelajaran atau karena keluarga mereka tidak mampu menyekolahkan mereka,” kata Jennifer Moorehead, direktur badan amal di Lebanon.
“Kami sudah menyaksikan dampak tragis dari situasi ini, dengan anak-anak yang bekerja di supermarket atau di pertanian, dan anak perempuan dipaksa menikah,” tambahnya. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...