Sawung Jabo dan Sirkus Barock, Perjalanan sebuah Konsistensi
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Membicarakan Sawung Jabo kita tidak akan bisa melepaskan dari Sirkus Barock, sebuah rumah besar bagi perkembangan dan perjalanan musik jalanan yang turut mewarnai Yogyakarta dan Indonesia. Sawung Jabo, lelaki kelahiran Surabaya dengan nama Mochamad Johansyah 65 tahun silam adalah gambaran konsistensi ide dan langkah dari sebuah pergulatan hidup dalam menebarkan semangat persaudaraan, kebersahajaan, cinta, dan kegembiraan.
Menyaksikan pertunjukan konser 40 Tahun Proses Kreatif Sirkus Barock, Kamis (27/10) malam di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta kita disuguhi perjalanan berliku Sirkus Barock dimana Sawung Jabo "terpaksa" menjadi tokoh sentral yang menghidupinya. Konsekuensinya, Jabo sepanjang 40 tahun lebih berkolaborasi dengan musisi lintas generasi dalam Sirkus Barock bahkan jauh di bawah usianya.
Sembilan musisi Sirkus Barock dengan grup musiknya masing-masing bergantian memainkan sebuah lagu Sirkus Barock dalam komposisi yang mereka garap sendiri diiringi orkestra Sirkus Barock. Tentunya dengan warna musik yang mereka geluti saat ini.
Gitaris Joel Tampeng dengan Angin Timur mengawali konser membawakan lagu "Peristiwa Manusia". Petikan gitar Joel Tampeng membawa lagu tersebut dalam alunan rock cadas yang lembut dengan iringan orkestra. Dalam permainan yang hampir sama, gitaris Steve Vai pernah melakukan dalam lagu For The Love of God yang diiringi orkestra.
Belum sempat tensi pertunjukan menurun, Hasnan Hasibuan bersama Fonticello membawakan lagu "Anak Angin" dalam garapan yang hampir sama dengan komposisi sebelumnya, rock. Sebuah tawaran yang menarik ketika Hasnan Hasibuan dengan cello mampu membuat komposisi rock yang impresif dan bertenaga. Selain permainan cello yang cadas, karakter vokalis Fonticello pun mendukung.
Giana Sudaryono menjadi personil Sirkus Barock yang melakukan satu-satunya perform tunggal dengan petikan gitar akustik membawakan lagu "Bicaralah Dengan Cinta" dalam iringan orkestra. Bahkan dalam perform akustik gitar, warna rock ballad lagu "Bicaralah Dengan Cinta" tidak bisa hilang dari karakter Gianna.
Semendelic yang digawangi Sinung Hanggarjito sedikit menurunkan tensi dengan lagu "Mengejar Bayangan Menangkap Angin". Ini tidak terlepas dari kiprah Sinung yang juga bermain di kelompok musik AdakalaNya, sebuah kelompok musik yang memainkan orkes bergenre keroncong. Meski begitu, permainan bass Sinung tidak bisa dibohongi, tetap mendorong petikan gitaris Semendelic dalam nuansa rock.
Totok Tewel mengembalikan tensi pertunjukan dengan sebuah lagu rock yang energik. Salah satu gitaris rock terbaik Indonesia seolah bangkit dari kubur dengan petikan gitarnya. Gitaris kelahiran Malang yang pernah 3 tahun berturut-turut menjadi gitaris rock terbaik Indonesia pada pertengahan tahun 1980-an versi Log Zhelebour, seolah melepaskan dahaganya pada aksi panggung. Totok Tewel adalah tipikal gitaris yang bermain di belakang layar. Pernah terlibat dalam proyek Kantata Takwa, Swami, Dalbo. Totok sendiri tercatat pernah memiliki grup band Elpamas dengan salah lagu yang masih diingat penggemarnya Pak Tua.
Dua penyanyi cilik benar-benar menurunkan tensi konser Sirkus Barock saat Bagoes Mazasupa dengan permainan kibor membawakan komposisi "Kalau Batas Tak Lagi Jelas". Duet penyanyi perempuan membuat keheningan pengunjung concert hall TBY menikmati kata-kata bermakna dari syair lagu "...kalau batas tak lagi jelas, mata hati harus awas. Kata harus berjiwa, langkah harus bermakna..."
Belum berhenti suasana hening karena komposisi "Kalau Batas Tak Lagi Jelas", violis grup Nos Ucok Hutabarat menghangatkan panggung concert hall TBY dengan lagu "Mat Pleki dan Juwita". Ucok yang memainkan biola membawa grup Nos dengan instrumen etnik nusantara sape' dan permainan alat tiup brass. Permainan Nos cukup dinamis ketika lagu tersebut dibawakan dalam genre reage. Sebuah perpaduan yang indah: petikan sape', lengkingan biola yang dinamis dalam timpaan suara dari instrumen tiup brass, berbarengan orkestra mengiringi lagu dalam irama reage. Semua berjalan dalam irama yang saling menguatkan sebagaimana semangat Sirkus Barock itu sendiri.
Perform Nos dilanjutkan dengan Endy Baroque yang tampil secara trio membawakan salah satu lagu legendaris "Bukan Debu Jalanan". Dalam perform tersebut, ada nuansa tersendiri ketika Endy membawa gitaris muda yang sedang naik daun Angga Yuda. Pemuda berusia 16 tahun ini membawa lagu Bukan Debu Jalanan dalam irama blues yang sangat kental. Petikan gitar pemuda kelahiran Bali ini banyak dipengaruhi oleh permainan David Gillmor (Pink Floyd) ataupun John Petrucci (Dream Theater) dengan gaya blues beradu dengan gebukan drum Endy yang kental dengan rock. Saat ini Angga yang tercatat sebagai pelajar kelas XI Sekolah Menengah Musik Yogyakarta sedang belajar banyak pada gitaris Dewa Budjana.
Denny Kumbo dengan grup perkusi gamelannya menutup perform sembilan personil Sirkus Barock dengan komposisi lagu "Goro-goro". Sebuah perpaduan aransemen musik klasik, tradisional, dan modern yang seolah mempertemukan dunia barat dan timur dalam satu panggung sirkus.
Kebersahajaan Tukang Batu
Dalam setiap perform masing-masing anggota Sirkus Barock, pembawa acara mengundang saksi sejarah perjalanan Sirkus Barock diantaranya pemilik Joglo Jago. Pasangan Legono dan Titik menceritakan tentang kebersahajaan, persaudaraan, serta luasnya pergaulan Sawung Jabo bersama Sirkus Barock.
"Jabo selalu bangun pagi, sholat subuh terus olahraga sambil menyapa siapapun yang ada di sekitar rumah. Saking banyaknya kenalan (Jabo), sering mereka menginap beberapa hari di joglo (Jago). Kadang lucu juga ketika kolega Jabo menanyai saya tinggal dimana? Bisa dipahami, banyaknya teman-teman Jabo dari berbagai kalangan,"kata Titik. Lebih lanjut Titik menjelaskan bahwa Jabo adalah sosok yang perhatian pada siapapun, selalu mentransformasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, serta menularkan semangat persaudaraan dan cinta kepada siapapun.
Dalam kesempatan tersebut sastrawan-musisi kontemporer Untung Basuki memberikan ucapan selamat atas kerja keras Sirkus Barock selama 40 tahun.
"Jabo itu tukang batu yang handal. Saat membangun Bengkel teater, dia yang menjadi pemecah batunya, sekaligus tukang bangunannya. Saya bersama adik saya Dodi Precil, dan lain-lainnya sebagai pembantunya (kernet)," kelakar Untung Basuki. Sirkus sendiri secara sederhana diartikan bahwa setiap anggota siap melakukan peran apapun mengisi kekosongan yang ada
Konser 40 Tahun Proses Kreatif Sirkus Barock dihadiri tidak kurang 1.000 pengunjung yang memenuhi concert hall TBY. Pengunjung yang kehabisan tiket masih bisa menyaksikan live Sawung Jabo-Sirkus Barock melalui LCD proyektor yang dipasang di selasar halaman TBY.
Dalam formasi lengkap, Sawung Jabo bersama Sirkus Barock tampil dengan sembilan lagu mereka diawali dengan lagu "Saat 1973", "Anak Setan", "Lagu Pemabuk", "Kemarin dan Esok", "Di Hatimu Aku Berlindung", "Perjalanan Awan" sebuah lagu yang mengambil bait puisi WS Rendra Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja, "Hio", dan "Lingkaran Aku Cinta Padamu". Sawung Jabo memberikan lagu bonus pada pengunjung pada akhir perform, "Jula Juli Anak Negeri" yang berisi kritik sosial. Seolah mengobati kerinduan pada Sirkus Barock, saat tampil dalam formasi lengkap pengunjung perlahan-lahan turun ke depan stage concert hall TBY. Suasana tersebut semakin membuat riuh jalannya konser.
Membaca kiprah Sawung Jabo bersama Sirkus Barock dalam perjalanan 40 tahun berkarya adalah membaca sebuah kosnsitensi perjuangan menularkan persaudaraan, cinta-kasih, kesejajaran, dan nilai kemanusiaan itu sendiri. Dalam hal cinta tanah air, dengan bahasa sederhana Jabo selalu membawa pesan kemanusiaan Lagu kita masih sama: Indonesia Raya.
"Hio, Pakde.... Hio, Pakde..."
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...