SBY Segera Tandatangani Perpu Penyelamatan MK
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Mahkamah Konstitusi akan ditandatangani pada Rabu besok (16/10).
Pernyataan SBY itu disampaikan pada Senin malam (14/10) setelah memimpin Rapat Kabinet untuk membahas Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana yang pernah disampaikannya saat bertemu dengan pimpinan para Lembaga Negara di Istana Negara, pada awal bulan Oktober ini (5/10).
“Insya Allah dalam 2 (dua) hari ini Perpu akan saya tandatangani,” kata Presiden SBY melalui akun twitternya @SBYudhoyono, pada Senin (14/10) malam.
Menurut Presiden, dalam Perpu itu ada 3 (tiga) hal penting yang dikedepankan, yaitu: 1) Persyaratan Hakim Konstitusi (HK), 2) Proses penjaringan dan pemilihan Hakim Konstitusi, dan 3) Pengawasan Hakim Konstitusi.
“Perpu ini selaras dengan UUD 1945, dan kita bebaskan dari kepentingan politik partisan dalam memilih Hakim Konstitusi,” ungkap Kepala Negara RI itu.
Presiden berharap, dengan Perpu itu kepercayaan rakyat terhadap MK akan pulih kembali, sehingga MK bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. “Amat berbahaya jika MK yang kekuasaannya sangat besar, tidak mendapatkan kepercayaan rakyat. Jangan sampai rakyat masih curiga,” kata Presiden SBY memperingatkan keputusan MK yang bersifat final dan harus dilaksanakan oleh lembaga negara manapun.
Presiden menjelaskan, dalam menyusun Perpu itu, ia melibatkan para Menteri terkait, serta pakar hukum tata negara agar isinya tepat. Tujuannya Perpu itu juga dimaksudkan untuk menyelamatkan MK menyusul tertangkapnya Ketua MK, Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (setkab)
Agenda Penyelamatan
Sebelumnya, Presiden SBY mendapatkan banyak saran yang disampaikan baik kepada Presiden secara langsung maupun kepada Ketua Lembaga yang hadir dalam rapat konsultasi mengenai sikap yang tegas dalam kasus penangkapan Ketua MK, pada Sabtu (5/10). Namun saat itu SBY menegaskan, bahwa Presiden tidak bisa menetapkan seseorang untuk dihukum mati melainkan hanya oleh Majelis Hakim.
“Hukuman apapun: hukuman mati, hukuman seumur hidup, hukuman ringan. Yang menetapkan hukuman adalah Majelis Hakim,” kata Presiden.
Selanjutnya, SBY mengatakan juga bahwa keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan amanah Undang-Undang Dasar 1945. Ia menyebutkan, Mahkamah Konstitusi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan bernegara di Indonesia, dan banyak hal yang telah dilakukan MK untuk kebaikan negara ini. Namun demikian, Presiden menegaskan bahwa peristiwa yang telah terjadi terhadap Akil Mochtar telah mencoreng hukum dan keadilan di Indonesia karena MK merupakan institusi yang memiliki kewenangan yang sangat besar.
Lima Butir
Menurut SBY, MK memutus perkara hal-hal yang sangat strategis dan fundamental dan putusannya pun bersifat final dan mengikat termasuk sengketa permasalahan hukum di antara lembaga negara. “Kami semua yang hadir dalam pertemuan itu merasakan emosi kemarahan rakyat Indonesia atas kasus yang menimpa Ketua MK,” ungkap Presiden SBY.
Atas dasar itu, Presiden dan para pimpinan lembaga negara sepakat untuk melakukan agenda penyelamatan kepada MK, dalam 5 (lima) butir kesepakatan yang diberi judul “Agenda Penyelamatan Mahkamah Konstitusi”.
Dalam agenda itu, Presiden SBY merinci 5 (lima) butir kesepakatan, yaitu: Pertama, dalam peradilan MK, Presiden dan para pimpinan Lembaga Negara berharap dijalankan sangat hati-hati, dan jangan ada penyimpangan baru.
Kedua, Presiden dan pimpinan Lembaga Negara berharap penegakan hukum yang dilaksanakan oleh KPK dapat dilaksanakan lebih cepat dan konklusif. Hal ini agar dapat membuktikan kepada rakyat bahwa jajaran MK yang lain bersih.
Ketiga, Presiden berencana menyiapkan Perpu, untuk diajukan ke DPR RI, yang antara lain akan mengatur persyaratan, aturan dan seleksi hakim MK. Presiden berharap bila Perpu ini diberlakukan tidak dijudicial review di MK sendiri dan kemudian dibatalkan atau digugurkan, sebab kalau itu dilakukan tidak ada yang bisa dilakukan perbaikan.
Keempat, dalam Perpu itu, perlu juga diatur proses peradilan di MK. Presiden dan para pemimpin Lembaga Negara berpendapat, Komisi Yudisial diberikan kepercayaan untuk melakukan pengawasan terhadap Hakim Konstitusi sebagaimana melakukan pengawasan terhadap hakim lainnya.
Kelima, dalam fase konsolidasi yang dilakukan MK saat ini, MK juga melakukan audit internalnya. Bahkan, Presiden dan pimpinan Lembaga Negara berpendapat perlu dilakukan audit eksternal oleh lembaga yang memiliki kewenangan itu. (setkab)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...