Sejak Era Soeharto, Ketimpangan Ekonomi Meningkat

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sejak tahun 1970-an hingga awal 1990-an, Indonesia telah berhasil menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Sejak saat itu, produk domestik bruto (PDB) terus tumbuh. Namun, pada satu sisi muncul pertanyaan tentang seberapa akurat survei yang digunakan pada rumah tangga untuk mengukur kemiskinan tersebut.

Masalah kemiskinan berupa ketidaksetaraan dan ketimpangan justru meningkat hingga saat ini. Untuk membahas hal tersebut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian (Puslit) Ekonomi, menyelenggarakan seminar dengan topik “Poverty and Inequality in Indonesia since Soeharto”. Seminar itu disampaikan oleh Prof Dr Anna Booth dari School of Oriental and African Studies (SOAS), University of London, di Ruang Media Center LIPI Sasana Widya Sarwono, Jl Gatot Subroto Jakarta pada Jumat (13/6).

Di Asia, perdebatan mengenai manfaat dari pertumbuhan ekonomi telah dimulai sejak tahun 1970 yang terkait dengan angka kemiskinan. Deputi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusian (IPSK) LIPI Prof Dr Aswatini mengungkapkan pada era Soeharto (1980-an), berbagai angka mengenai jumlah penduduk miskin dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan agensi internasional lainnya.

“BPS memperlihatkan terjadi penurunan tajam pada garis kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, yaitu 40 persen di tahun 1976 menjadi 11,3 persen di tahun 1996,” ungkapnya, seperti dikutip dari siaran pers tertanggal 12 Juni.

Pada awal 1990, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Dr Siwage Dharma Negara menuturkan, banyak yang mengkritisi data tersebut seperti yang dikemukakan Prof Anna Booth. Tingkat kemiskinan di Indonesia terlalu rendah, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Filipina. Namun pascapemerintahan Soeharto, BPS menyatakan kembali persentase kemiskinan tahun 1996 berubah dari 11,3 persen menjadi 17,5 persen. Bank Dunia memperkirakan tingkat kemiskinan pada tahun 2008-2010 lebih tinggi dari hasil perkiraan Badan Pusat Statistik.

“Pada tahun 2010, Bank Dunia menemukan 18,1 persen populasi berada di bawah garis kemiskinan,” kata Siwage.

Faktor Penyebab Kemiskinan

Pada dasarnya, Prof Anna Booth menjelaskan, kemiskinan disebabkan oleh berbagai faktor. Ada yang miskin karena sakit, kecelakaan, dan usia yang tua. Ada juga yang miskin karena tidak memiliki aset (tanah, pendidikan dan keahlian, keluarga dan kontak sosial) yang bisa membantu mereka untuk menjadi produktif. Faktor lain yang juga bisa menyebabkan kemiskinan adalah konflik dan kekerasan yang terjadi di wilayah tertentu seperti yang terjadi di Aceh dan Maluku.

Dari beberapa data yang disajikan oleh berbagai lembaga survei, Anne menjelaskan, ditemukanlah tren ketimpangan. Pengukuran Indonesia adalah berdasarkan pengeluaran per kapita yang memberikan perkiraan yang lebih rendah dari pendapatan per kapita. Terjadi peningkatan pada koefisien Gini (ukuran kesenjangan pendapatan) dari jumlah pembelanjaan per kapita rumah tangga sejak 1980 hingga 1996.

Ketidaksetaraan dan ketimpangan ekonomi di Indonesia justru semakin meningkat pada saat ini. Perbedaan akses terhadap pendidikan juga menjadi salah satu penyebabnya. Keluarga kaya di daerah perkotaan akan menyajikan pendidikan yang relatif cukup dan terjamin dibandingkan dengan keluarga miskin yang berada di kota maupun di desa. Orang muda yang berasal dari pedesaan berpindah ke kota untuk mencari pekerjaan, namun berakhir dengan tingkat produktivitas yang rendah dan menjadi buruh di sektor informal. (PR)

Editor : Sotyati