Loading...
DUNIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:39 WIB | Sabtu, 02 Mei 2020

Sejuta Pasien Sembuh Corona, Mei Babak Baru Normalisasi Kehidupan

Lebih dari satu juta orang telah pulih dari COVID-19 di seluruh dunia, demikian menurut angka terbaru dari Universitas Johns Hopkins.(Foto: dw.com)

AMERIKA SERIKAT, SATUHARAPAN.COM – Sejuta orang pulih dari virus corona. Bulan Mei menjadi pembuka kembali kehidupan yang dilakukan dengan kehati-hatian , setelah beberapa wilayah di dunia mengalami ‘lockdown’ akibat sebaran virus corona.

Lebih dari satu juta orang telah pulih dari COVID-19 di seluruh dunia, demikian menurut angka terbaru dari Universitas Johns Hopkins. Pemulihan pasien di AS mencapai angka 153.947, diikuti oleh Jerman dengan jumlah 123.500.

Kini, banyak komunitas beringsut ke arah normalisasi kehidupan, tanpa kepastian apakah mereka telah berhasil mengalahkan wabah virus corona. Tetapi angka-angka baru yang suram masih dirilis hingga akhir April kemarin. Keterlambatan pengumpulan data diperkirakan menunjukkan bahwa situasi sebenarnya hampir pasti jauh lebih buruk.

Perekonomian Terpuruk

Jumlah warga Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran secara mengejutkan melampaui 30 juta orang.  Perekonomian Eropa menyusut hingga mencapai rekor 3,8 persen  pada kuartal pertama karena bisnis hotel, restoran, konstruksi dan manufaktur dibekukan sementara akibat pembatasan.

Satu dari enam pekerja di Amerika Serikat mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Beberapa ekonom mengatakan tingkat pengangguran AS untuk bulan April mungkin mencapai 20 persen jumlah yang belum pernah terjadi sejak tahun 1930-an, ketika tingkat pengangguran mencapai 25 persen.

Cina Mulai “Hidup” Kembali

Kota Terlarang (Forbidden City) yang kuno dan megah di Tiongkok, dibuka kembali pada hari Jumat (1/5) dengan semua tiket untuk  masa liburan tanggal 1-5 Mei terjual habis. Pengunjung dibatasi 5.000 orang per hari, turun dari sebelumnya yang mencapai sekitar 80.000 orang dalam sehari. Ibukota Cina membuka kembali taman dan museumnya, dengan terkendali, setelah  sekitar tiga bulan ditutup sejak wabah corona meletus di pusat kota Wuhan.

Cina pada hari Jumat (1/5) melaporkan 12 kasus baru, enam di antaranya karena pasien datang dari luar negeri, namun tidak ada angka kematian baru.

Beijing pada hari Kamis (30/4) menurunkan tingkat respons daruratnya terhadap ancaman virus, tetapi pemeriksaan suhu tubuh dan jarak sosial tetap berlaku.

Amerika Masih Sekarat

Di Amerika Serikat, yang sangat terpukul akibat COVID-19, pejabat kesehatannya memperingatkan bahaya gelombang kedua infeksi, dan beberapa pengusaha dan karyawan menyatakan rasa takutnya untuk kembali bekerja.

Lacey Ward, seorang penata rambut Omaha, mengatakan dia khawatir bahwa keputusan gubernur Nebraska untuk membiarkan salon dibuka kembali pada 4 Mei, dapat membahayakan dirinya dan keluarganya. Dia lebih  memilih menunggu sampai bahaya mereda. "Saya merasa kita benar-benar kelinci percobaan dalam situasi ini," katanya.

Menemukan cukup banyak pekerja yang bersedia untuk kembali  bekerja, terbukti menjadi tantangan bagi Jennifer Holliday, manajer di sebuah restoran di Kota Oklahoma yang akan membuka kembali rumah makannya hari Jumat (1/5). Banyak karyawannya tidak membalas panggilan atau pesan di telepon. “Ada beberapa yang ingin langsung keluar dan mengambil bantuan tunjangan pengangguran," katanya.

Di beberapa negara bagian, pihak berwenang lebih berhati-hati: Gubernur Kalifornia, Gavin Newsom memerintahkan pantai-pantai di Orange County ditutup, hingga pemberitahuan lebih lanjut,  setelah puluhan ribu orang berbondong-bondong ke pasir akhir pekan lalu.

Namun, banyak warga yang  juga mengeluh kehilangan mata pencaharian dan mengatakan hak-hak mereka diinjak-injak.

Awal Jumat (1/5), restoran Louisiana kecuali di New Orleans yang terpukul diizinkan untuk menambah meja di luar ruangan, sebagai langkah kecil menuju keadaan normal selama pandemi COVID-19.

"Saya tahu orang-orang ingin keluar dari rumah sekarang, setelah terkurung. Ini akan menjadi cara yang aman untuk melakukannya. Saya harap demikian. Tapi hal itu masih menakutkan bagi banyak orang. Jadi saya tidak yakin," kata Mandy Perrilloux, manajer di restoran Cina Trey Yuen di Mandeville, yang memindahkan beberapa meja ke dekat kolam ikan koi dan taman air terjun.

Simon Property Group Inc, operator mal terbesar di AS, berencana untuk membuka 49 pusat perbelanjaan hari Jumat (1/5) di 10 negara bagian, termasuk Texas, Indiana, dan Georgia. Pekerja akan memakai masker dan jumlah pembeli akan dibatasi.

Korban virus corona di Texas mencapai level tertinggi dalam 50 hari terakhir  pada hari Kamis (30/4), ketika negara bagian itu sedang bersiap-siap untuk memulai membuka kembali toko eceran, restoran, mal dan bioskop untuk jumlah pelanggan yang terbatas.

Di luar AS, pembatasan mereda, dengan kehati-hatian

Malaysia akan memungkinkan sebagian besar kegiatan bisnis mulai kembali berlanjut pada hari Senin(4/5), sementara pertemuan massal tetap dilarang, sekolah dan rumah ibadah  tetap ditutup.

Thailand sedang bersiap untuk membuka kembali taman dan beberapa toko pengecer, salon dan restoran, sambil tetap memberlakukan jam malam dan larangan penjualan alkohol.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang baru-baru ini pulih dari COVID-19, mengatakan Inggris "melewati puncak" dan "kurva berada pada tingkat kemiringan yang menurun" dalam wabah, diperkirakan akan memperpanjang tindakan pencegahan, sementara Jerman, Portugal dan Republik Ceko ditetapkan mulai melonggarkan pembatasan.

Di Australia, Perdana Menteri Scott Morrison mengatakan pemerintah ingin lebih banyak penduduk mengunduh aplikasi COVIDSafe, untuk membantu melacak kasus corona sebelum langkah-langkahnya mereda.

"Virus corona masih ada di luar sana," katanya. Aplikasi ini diperlukan untuk melacak kontak dan mengisolasi orang yang terinfeksi oleh virus, dan "Kami membutuhkan alat itu sehingga kami dapat membuka kembali ekonomi dan itulah mengapa hal tersebut   sangat penting."

Virus corona telah menewaskan lebih dari 230.000 orang di seluruh dunia, termasuk lebih dari 61.000 orang di AS, demikian menurut perhitungan yang dilakukan oleh Universitas Johns Hopkins. Jumlah angka yang terinfeksi secara global mencapai 3,2 juta kasus, dengan 1 juta di antaranya di AS, tetapi angka sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi karena pengujian terbatas, perbedaan dalam penghitungan orang meninggal dan penyembunyian data yang dilakukan oleh beberapa pemerintah. (dw.com)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home