Sekjen WCC Bicara Tentang Realitas Perang
BELGIA, SATUHARAPAN.COM – Sekjen WCC Pendeta Dr. Olav Fykse Tveit berbicara tentang realitas perang dalam Pertemuan Internasional Masyarakat dan Agama ke-28 yang diadakan oleh Komunitas Sant’Egidio di Antwerpen, Belgia pada Selasa (9/9) lalu.
Pertemuan yang digelar karena terinspirasi oleh pertemuan ekumenis pertama di Asisi pada 1986 yang diselenggarakan pada masa kepemimpinan Paus Yohanes Paulus II ini dihadiri oleh sekitar 400 peserta perwakilan berbagai negara, termasuk Tveit.
Dalam acara ini, Tveit berbagi refleksi tentang ‘berjalan bersama dalam cinta dan harapan’. Berdasarkan Roma 8:35-37, Ia mengatakan, “Hari ini kita memperingati bagaimana perang telah memisahkan manusia, di tanah ini, di benua ini, yang telah memberi pengaruh terhadap banyak bagian di dunia.”
“Jutaan meninggal, jutaan dipidahkan dari orang yang mereka sayangi melalui kesulitan, kesedihan, penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, pedang, dan senjata lainnya. Semua orang menderita saat perang terjadi. Banyak orang menjadi korban genosida,” ujar Tveit.
Sejalan dengan tema acara yang mengangkat ‘Perdamaian adalah Masa Depan’, Tveit menyampaikan bahwa masyarakat tengah merasakan keprihatinan yang mendalam atas kekerasan dan teror yang terjadi di dunia.
“Kami belajar bagaimana orang-orang hidup bersama dalam satu kota atau satu negara dipisahkan paksa, didorong untuk meninggalkan rumah mereka dan tetangga mereka. Beberapa orang telah dianiaya karena iman mereka, bahkan beberapa di antaranya terpaksa dipisahkan dari iman mereka,” ungkap Tveit.
Dari peristiwa tersebut Tveit menyimpulkan bahwa perang dan pemisahan manusia telah berkembang biak. Untuk itu, ia menegaskan bahwa manusia diutus ke dunia seharusnya untuk bersama-sama membangun dan menanamkan nilai-nilai Kerajaan Allah.
“Kita dipanggil untuk menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Allah mengasihi semuanya, bahkan musuh-musuhnya. Cinta tidak pernah berakhir,” Tveit menambahkan.
Refleksi, Perayaan, dan Doa
Pada hari terakhir, digelar sebuah perayaan perdamaian dari berbagai macam perspektif agama. Acara yang berlangsung di Katedral Antwerp diisi oleh meditasi dari Moran Mor Ignatius Aphrem II, Patriark Antiokhia Kepala Tertinggi Gereja Universal Syriac Orthodox, Louis Raphael Sak, Chaldean Patriark Babel, dan Sekjen WCC.
Selama sidang paripurna, Patriark Aphrem mengatakan bahwa kecenderungan yang terjadi di dunia pada umumnya dan Timur Tengah pada khususnya telah melampaui segala sesuatu yang telah terjadi di masa lalu.
“Sejarah bahkan tidak memiliki perbendaharaan kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang telah kita saksikan,” kata Aphrem.
Aprem mengatakan bahwa perdamaian seharusnya telah menjadi komitmen global.
Dalam pesan yang dikirim untuk acara Sant’Egidio, Paus Fransiskus mengatakan bahwa solusi untuk mengatasi persilisihan politik, sosial, dan ketidakadilan bukan melalui perang.
Sementara itu, Meufti Shawki Ibrahim Abdel-Karim juga mengatakan bahwa Islam adalah agama dialog. Islam merupakan agama yang terbuka dan tidak pernah mencoba menghambat komunikasi antara Muslim dengan pemeluk agama lain. (oikoumene.org)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...