Sekretaris Jenderal WCC: Kasih Buka Jalan untuk Berubah
SATUHARAPAN.COM – Berbicara di Bergen, Norwegia, dalam konferensi internasional “Sustainability and Climate in Religion”, Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches/WCC) Pendeta Dr Olav Fykse Tveit, menyampaikan renungan “Apa yang dapat dilakukan dengan kasih? Keadilan iklim dan kepedulian terhadap bumi.”
Dalam acara yang diselenggarakan Universitas Ilmu Terapan Norwegia Barat, Gereja Norwegia, dan Dewan Komunitas Agama dan Sikap Hidup di Norwegia itu, ia juga merefleksikan tema “Kasih Kristus menggerakkan dunia menuju rekonsiliasi dan persatuan” untuk Sidang Raya ke-11 WCC di Karlsruhe, Jerman, yang diadakan pada bulan September 2021.
Tak ada yang sempat mempertanyakan suatu kehidupan begitu terancam, Tveit menggarisbawahi. “Karena itu bisa dihancurkan dalam hitungan detik oleh api perang nuklir,” katanya, seperti dilansir oikoumene.org, 13 Februari.
“Namun, kehidupan saat ini justru hancur perlahan-lahan, tetapi terus-menerus, oleh perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati secara dramatis.”
Merenungkan situasi yang terjadi, ia mengingatkan bahwa kita adalah generasi pertama yang terkena krisis iklim dan yang terakhir yang dapat mengambil langkah-langkah efektif untuk membatasi bencana yang membayang. “Kita tidak akan melewatkan momen ini!” ia menegaskan.
“Menganalisis situasi yang kita hadapi, kita bisa melihat bagaimana orang-orang menjadi ketakutan.”
Dan, ironisnya, ketakutan itu malah digunakan untuk tujuan politik, kata Tveit. “Kaum populis menimbulkan rasa takut akan ‘yang lain’ (xenophobia), yang sering ditujukan terhadap pengungsi dan migran,” ia mencontohkan.
“Tujuannya hanyalah demi mendapatkan suara terbanyak, memancing pusaran tengah dan sayap kanan spektrum politik.”
Kepentingan kelompok dominan dilindungi dengan cara seperti itu, katanya. “Di masa lalu dan sekarang, strategi seperti itu menarik perhatian dan menjadi ancaman nyata terhadap kehidupan,” kata Tveit. “Mereka melayani siapa pun yang menolak perubahan apa pun, mempertahankan kekuatan, hak istimewa, dan keuntungan mereka sendiri.”
Tetapi, rahmat membuka kemungkinan untuk pertobatan dan transformasi menuju kehidupan, Tveit menyimpulkan. “Rahmat membuka jalan untuk berubah,” katanya. “Dalam kuasa anugerah, kita dapat melakukan apa yang benar dan apa yang dibutuhkan.” (oikoumene.org)
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...