Selandia Baru Gelar Perkabungan Nasional Ko Tatou Tatou - Kita Satu
SELANDIA BARU, SATUHARAPAN.COM – Selandia Baru menggelar perkabungan nasional bagi korban serangan teror di Christchurch, Jumat (29/3), dua pekan setelah peristiwa yang menewaskan 50 orang dan melukai pulahan lainnya. Pesan kuat dalam bahasa setempat "Ko Tatou, Tatou" - yang berarti Kita Satu, sangat terasa mewarnai suasana.
Puluhan ribu warga, berbaur dengan pejabat untuk menunjukkan empati dan solidaritas mereka kepada para penyintas dan kerabat keluarga korban di lapangan Hagley Park, tak jauh dari lokasi Masjid Al Noor.
Wali Kota Christchurch Lianne Dalziel, dengan suara tegar menyampaikan terima kasihnya kepada semua pihak yang turut bersimpati pada kesedihan yang dialami kotanya.
"Terima kasih telah membantu memulihkan keyakinan kita semua pada kemanusiaan," kata Wali Kota Dalziel dalam acara yang disiarkan langsung stasiun TV setempat.
Penyanyi asal Inggris, Yusuf Islam (Cat Stevens), tampil membawakan lagunya yang terkenal Peace Train.
Selain itu tampil juga penyanyi Selandia Baru, Marlon Williams, Maisey Rika, Hollie Smith, dan Teeks.
Tatkala Maisey Rika membawakan lagu kebangsaan Tuhan Lindungi Selandia Baru dalam Bahasa Maori dan Inggris, tampak hadirin berdiri dan turut menyanyikannnya dengan mata berkaca-kaca.
Begitu pula saat nama-nama 50 korban dibacakan satu persatu, sebagian orang tak kuasa lagi menahan air mata. Mereka saling menggenggam tangan untuk menguatkan satu sama lain.
Salah satu penyintas serangan teror di Masjid Al Noor, Farid Ahmed, di depan hadirin menyatakan dia telah memaafkan pelaku, meski istrinya tewas dalam serangan itu.
"Saya menginginkan hati yang penuh cinta, kasih, dan memaafkan. Hati ini tidak ingin kehilangan nyawa lagi," katanya seraya meletakkan tangan di dadanya.
"Itulah sebabnya saya memilih damai, saya memilih cinta, dan saya telah memaafkannya,” katanya.
Perkabungan yang dipusatkan di Christchurch itu juga ditayangkan langsung melalui layar lebar di berbagai kota lain seperti Auckland, Wellington, dan Dunedin.
Di sejumlah kota kecil lainnya, rencana kegiatan serupa telah dibatalkan atas pertimbangan keamanan, seperti di Ngaruawahia; Gore; Queenstown; Wanaka; dan Far North.
Menurut Wali Kota Gore, Tracy Hicks, pihak kepolisian menyatakan mereka kekuarangan personel untuk mengamankan acara.
Kehilangan Kata-Kata
Perdana Menteri Jacinda Ardern, kembali menunjukkan kualitas kepemimpinannya dalam perkabungan itu.
Dia menyatakan kita semua punya kekuatan, lewat kata-kata, tindakan dan perbuatan sehari-hari untuk memerangi ekstremisme dan rasisme.
"Kita berkumpul di sini 14 hari setelah hari paling kelam bagi kita, dan menemukan diri kehilangan kata-kata," katanya.
"Kata-kata apa yang bisa mengungkapkan rasa sakit dan penderitaan 50 pria, wanita, dan anak-anak yang tewas? Dan begitu banyak korban luka lainnya," kata PM Ardern.
"Kata-kata apa yang bisa mewakili kesedihan masyarakat Muslim yang jadi sasaran kebencian dan kekerasan?"
"Kata-kata apa yang bisa mengungkapkan kesedihan sebuah kota yang mengalami duka begitu berat?"
"Saya datang kemari dan disambut dengan salam sederhana: AssalÄmu alaikum, damai untukmu," kata PM Ardern.
"Itulah kata-kata yang diucapkan oleh masyarakat yang menghadapi kebencian dan kekerasan, masyarakat yang sebenarnya berhak mengekspresikan kemarahan, tapi malah membukakan pintu bagi kita semua untuk berduka bersama mereka."
Dalam kesempatan itu, PM Ardern juga menyinggung mengenai empati yang ditunjukkan John Sato, kakek berusia 95 tahun, yang harus ganti bus empat kali demi ikut demo antirasis, sebagai bentuk empati bagi para korban.
PM Ardern juga menyerukan, negara-negara lain turut mengambil peran untuk mengakhiri ekstremisme.
"Kita tidak bisa menghadapi hal ini sendirian. Jawabannya ada pada jiwa kemanusiaan kita," katanya. (abc.net.au)
Siapa Tersangka di Balik Serangan Pasar Natal Jerman
BERLIN, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang belum secara resmi menyebutkan nama tersangka dalam kasus pe...