Semua Orang Indonesia Diajak Wisata ke Palestina
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Duta besar Palestina Fariz N. Mehdawi mengajak seluruh orang Indonesia untuk berwisata ke Palestina. Berwisata dianggap sebagai aksi solidaritas pada perjuangan rakyat Palestina.
Ajakan ini ia sampaikan pada pertengahan April lalu di Jakarta dalam Seminar Pariwisata Palestina. Perwakilan Organisasi Pariwisata Palestina Elias S Deis dan Asosiasi Operator Tanah Perjanjian Margo Tarazi menjelaskan berbagai objek wisata di Palestina.
Misalnya Masjid al-Aqsa di kompleks bekas Bait Allah Israel era Yesus Kristus. Nama Masjid al-Aqsa bila diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka ia berarti “masjid terjauh”. Nama ini berasal dari keterangan dalam Alquran pada Surah Al-Isra’ ayat 1 mengenai Isra Mikraj.
Isra Mikraj adalah perjalanan yang dilakukan Nabi Muhammad dari Masjid al-Haram menuju Masjid al-Aqsa, dan kemudian naik ke surga. Dalam kitab Shahih Bukhari dijelaskan bahwa Nabi Muhammad dalam perjalanan tersebut mengendarai Al-Buraq. Istilah “terjauh” dalam hal ini digunakan dalam konteks yang berarti “terjauh dari Mekkah”.
Selama berabad-abad yang dimaksud dengan Masjid al-Aqsa sesungguhnya tidak hanya masjid. Tetapi, juga area di sekitar bangunan itu yang dianggap sebagai suatu tempat yang suci. Perubahan penyebutan kemudian terjadi pada masa pemerintahan kesultanan Utsmaniyah (kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918). Area kompleks di sekitar masjid disebut sebagai al-Haram Asy-Syarif, sedangkan bangunan masjid yang didirikan oleh Umar bin Khattab disebut sebagai Jami’ al-Aqsa atau Masjid al-Aqsa.
Al-Aqsa di Yerusalem merupakan rumah kedua doa didirikan di bumi dan kiblat pertama (arah ke mana umat Islam menghadapi ketika berdoa).
Selain al-Aqsa, ada makam lebih dari 100 nabi, termasuk Abraham, Yakub, dan Ishak, berada di Palestina. Tepatnya di Hebron di kompleks Makam Para Patriark—Masjid Ibrahimi—di Alkitab disebut Gua Makhpela.
Selain itu, juga ada pantai Mediterania, lembah Yordan, Laut Mati, padang pasir dan padang gurun, pegunungan, pohon berusia lebih dari 3.000 tahun, pemandangan indah di desa kuno Battir, Gereja Kelahiran Yesus di Betlehem, kota Yerikho dengan bukit pencobaan yang dialami Yesus, Via Dolorosa, Makam Yesus Kristus, dan kota Yerusalem itu sendiri dan tembok-temboknya.
Dahulu bepergian ke Yerusalem, yang telah berada di bawah kendali Israel sejak perang Arab-Israel 1967, telah lama kurang disukai oleh otoritas keagamaan dan politik di dunia Arab. Alasannya bahwa hal itu berarti mengakui pendudukan Israel di kota itu.
Namun berbeda dengan pendapat umum, Otoritas Palestina mengundang orang-orang untuk datang. Termasuk dari Indonesia. “Kita perlu lebih banyak orang untuk mengunjungi Palestina yang Anda butuhkan untuk memahami situasi nyata di negeri ini. Dan, itu bisa membantu menciptakan lebih banyak kesempatan untuk kerja sama yang lebih besar, pengembangan budaya, dan investasi,” kata Mehdawi.
Dia mengatakan bahwa kerja sama di berbagai sektor, termasuk pariwisata, bisa memperkuat hubungan bilateral dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kedua negara.
Duta besar menggarisbawahi bahwa pariwisata dapat berfungsi sebagai sarana untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kita perlu mengembalikan orang Palestina supaya hidup normal. Untuk tujuan ini, kita perlu menciptakan lapangan kerja. Untuk menciptakan lapangan kerja, kita harus membangun masyarakat yang beradab dan membangun sistem pemerintahan yang lengkap,” katanya.
Ia menegaskan bahwa dengan mengunjungi Palestina, rakyat Indonesia bisa menunjukkan solidaritas mereka dengan Palestina, yang telah kerinduan untuk kebebasan dan perdamaian. (Ant)
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...