Semut di Seberang Lautan
SATUHARAPAN.COM – Ketika seseorang mendapatkan hukuman mati, nurani kita pun menjerit atas nama kemanusiaan. Masih teringat jelas, bagaimana kita, bangsa Indonesia yang memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika, bahu membahu, mengetuk pintu hati setiap orang dan pemimpin bangsa, untuk menyelamatkan Satinah dari hukuman mati. Kita pun masih ingat bagaimana calon pemimpin bangsa begitu terbeban menyelamatkan seorang pembantu di negeri orang.
Kita tidak rela, teman sebangsa kita yang terbukti bersalah atau tidak di pengadilan, dihukum begitu saja di negeri lain, apa pun alasan dan dasar hukum yang berlaku di sana. Keping-keping dikumpulkan, protes dilancarkan, negosiasi dijalankan, untuk menyelamatkannya, karena kita memiliki jiwa persatuan. Ada ketidakrelaan melihat teman sebangsa dijatuhi hukuman mati, tanpa memandang apa yang yang telah diperbuatnya. Hanya karena dia adalah warga negara Indonesia, kita semua bersatu melindunginya.
Namun, alangkah terkejutnya kita ketika diberitakan seorang perempuan Indonesia diperkosa, dilanjutkan dengan hukuman cambuk di depan orang banyak karena dikatakan melakukan hubungan seks di luar pernikahan. Dan itu terjadi di dalam negara yang berdasarkan hukum ini.
Melakukan zina pasti dosa. Semua ajaran agama menolaknya. Tetapi, apakah karena dia telah berzina, dia layak diperkosa? Bukankah memperkosa orang juga zina?
Hati kita begitu remuk dan sedih untuk teman-teman kita di seberang sana, yang harus menanggung hukuman atas kesalahannya. Apakah hati kita pun remuk melihat mereka yang ada di sini? Atau, kita memang sedang menguatkan pepatah ”Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak.”?
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...