Sentimen Anti AS Menguat Pasca Laporan Penyiksaan CIA
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Diungkapnya ke publik laporan Senat tentang penyiksaan terhadap tersangka teroris oleh CIA di era George W. Bush, telah memunculkan desakan di PBB maupun di tempat-tempat lain di berbagai belahan dunia untuk diadakannya penuntutan secara pidana.
Terbukanya laporan tersebut juga telah menimbulkan kehebohan di media sosial, termasuk desakan dari jihadis online untuk melakukan pembalasan.
Kementerian Luar Negeri AS memperingatkan warga AS di setidaknya dua negara dimana penyiksaan dan penganiayaan itu terjadi --Thailand dan Afghanistan --bahwa mereka dapat dihadapkan pada permusuhan anti-Amerika.
Publikasi tentang laporan tersebut, menurut Kedutaan Besar AS di Bangkok, "bisa mendorong protes dan kekerasan anti AS terhadap kepentingan-kepentingan AS, termasuk warga AS secara pribadi."
Kemarin, Komite Intelijen Senat AS yang diketuai oleh Dianne Feinstein merilis ringkasan 500-halaman laporan program penyiksaan yang dilakukan CIA yang terdiri dari 500 halaman. Laporan itu memberikan sekilas bab paling gelap dan serius dalam sejarah pemerintah AS.
Di Jenewa, penyidik khusus PBB untuk kontraterorisme dan hak asasi manusia, Ben Emmerson, mengatakan ia menyambut baik laporan tersebut dan memuji pemerintah AS yang telah menolak tekanan politik yang untuk tidak membuka laporan tersebut.
"Orang-orang yang bertanggung jawab terhadap konspirasi kriminal yang terungkap dalam laporan hari ini harus dibawa ke pengadilan, dan harus menghadapi hukuman pidana sepadan dengan beratnya kejahatan mereka," kata Emmerson dalam pernyataan yang dimuat di situs High Commisioner for Human Rights.
"Fakta bahwa kebijakan yang terungkap dalam laporan ini diputuskan di level yang tinggi dalam pemerintahan AS, tidak boleh jadi alasan," tutur dia.
Mengundang Retaliasi
Sementara itu,SITE Intelligence Group, lembaga yang berbasis di Bethesda AS dan bertugas memantau aktivitas situs kaum militan Islam, mengatakan laporan Senat tersebut telah "memicu tanggapan yang luar biasa dari masyarakat jihad online, banyak yang menyerukan pembalasan terhadap Amerika Serikat dan mempromosikan jihad."
"Lebih luas lagi, laporan itu menghasilkan respons yang sangat dahsyat di twitter, dimana hastag#TortureReport menjadi salah satu trending topics yang paling populer, termasuk postingan dari mereka yang mengaku pernah diinterogasi. Laporan mengenai penyiksaan ini juga menjadi cerita paling top di Fars New Agency Iran selama berjam-jam.
"Penyiksaan tidak memberi Anda apa-apa tentang orang yang mengalami siksaan tetapi menunjukkan kepada Anda banyak sekali siapa orang-orang yang melakukan penyiksaan," kata Maher Arar, mantan tahanan CIA yang pernah disiksa di Suriah, menulis di akun twitternya.
Dinah Alobeid, juru bicara Brandwatch, sebuah perusahaan riset internasional yang memantau lalu lintas media sosial, mengatakan 30 persen dari pesan Twitter yang menanggapi laporan Senat tersebut dihasilkan di luar AS.
Membantu Mencegah Serangan
Sementara itu Direktur CIA John Brennan menegaskan bahwa penggunaan teknik interogasi brutal oleh agen Amerika Serikat terhadap tersangka Al Qaeda membantu mencegah serangan, setelah laporan penting Senat dirilis.
John Brennan mengakui bahwa kesalahan telah dibuat selama bertahun-tahun setelah terjadi penyerangan ke kota-kota AS pada 11 September 2001.
Namun, dia mengatakan laporan CIA menemukan bahwa interogasi keras tersebut “menghasilkan informasi yang membantu menggagalkan rencana serangan, menangkap teroris dan menyelamatkan banyak nyawa.”
Hal ini menjadi perdebatan dalam laporan Senat tersebut, versi yang sudah disunting dan sempat berusaha untuk ditunda perilisannya oleh CIA, yang menemukan bahwa program interogasi brutal telah menghasilkan sedikit informasi yang berguna.
“Sebagaimana yang dicatat dalam respons CIA terhadap penelitian itu, kami mengakui bahwa program penahanan dan interogasi masih memiliki kekurangan dan bahwa lembaga tersebut membuat kesalahan,” kata Brennan, dalam sebuah pernyataan.
“Masalah yang paling serius terjadi di awal dan berasal dari fakta bahwa lembaga belum siap dan belum memiliki kompetensi inti yang diperlukan untuk melaksanakan program penahanan dan interogasi tersangka Al Qaeda serta teroris yang terafiliasi dengan mereka di seluruh dunia.”
“Dalam menjalankan program tersebut, kami tidak selalu sampai pada standar tinggi yang kami tetapkan untuk diri kami sendiri dan yang diharapkan warga Amerika dari kami,” ujarnya.
“Sebagai sebuah lembaga, kami telah belajar dari kesalahan-kesalahan ini, itulah sebabnya pendahulu saya dan saya telah menerapkan berbagai langkah-langkah perbaikan selama bertahun-tahun untuk mengatasi kekurangan institusional.”
PM Inggris Berkomentar
Di Ankara, Perdana Menteri Inggris David Cameron ikut menyuarakan kekhawatiran internasional mengenai laporan Senat Amerika Serikat yang menggambarkan penyiksaan terhadap tersangka Al Qaeda oleh CIA jauh lebih brutal dan tidak efektif dibandingkan dengan yang diyakini sebelumnya.
“Mari kita perjelas: Penyiksaan itu salah. Penyiksaan selalu salah,” ujar Cameron dalam konferensi pers di Ankara, tempatnya bertemu dengan para pejabat Turki untuk membahas kerja sama keamanan guna melawan ancaman teror yang terus meningkat dari Islamic State (ISIS).
Ditanya tentang laporan AS tersebut, Cameron mengatakan penggunaan penyiksaan dan kekerasan lain terhadap hak-hak asasi manusia untuk memerangi teroris sangat kontra-produktif.
“Orang-orang ingin melihat dunia lebih aman, mereka ingin melihat kekalahan ekstremisme. Kita tidak akan berhasil jika kita kehilangan moral,” catat Cameron. (AFP/Ant/NYT)
Editor : Eben Ezer Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...