Sentuh Daerah Perbatasan, Anies Janji Sejahterakan Guru
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah (Menbuddikdasmen), Anies Baswedan memastikan akan memberi perhatian jauh lebih besar kepada guru-guru yang bertugas di daerah perbatasan, dan desa-desa terpencil atau di pelosok, yakni melalui program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T).
“Ke depan kita akan memberi perhatian jauh lebih besar, pertama soal tunjangan, kedua yang tidak kalah penting fasilitas sekolahnya. Karena begitu guru tiba, kalau fasilitas sekolahnya masih minim, akan memberatkan tugasnya. Yang ketiga tinggal pemerataan materi pengajaran,” kata Anies usai menghadiri Peluncuran Album Salam 3 Jari Memeriahkan Indonesia WOW!, di Gedung Radio Republik Indonesia (RRI), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Sabtu (22/11).
Penggagas gerakan Indonesia Mengajar yang sekarang menggunakan tangan negara ini, mengatakan tengah mendorong terus program untuk guru-guru di daerah tertinggal, melalui SM3T. Sementara gerakan Indonesia Mengajar sendiri ia limpahkan kepada tangan-tangan masyarakat dan bantuan swasta.
“Indonesia Mengajar kan aktivitas masyarakat, kalau sekarang saya mengurus pakai tangan negara, jadi biarkan itu dilakukan lewat dukungan masyarakat dan swasta. Nah sekarang yang pemerintah dorong terus program guru-guru di daerah tertinggal lewat SM3T, tapi tidak bisa adhoc begitu, karena itu jangka pendek. Jangka panjang kita harus mendorong agar provinsi, kabupaten, sampai tingkat kecamatan di daerah itu menyiapkan fasilitas,” Anies menguraikan.
Ia memberikan satu contoh yang baik dan telah dilakukan di beberapa kabupaten, misalnya gedung SD dan SMP digabung, sehingga anak belajar di satu tempat, lalu gedung SMP-nya dipakai utk SMA, mengingat kalau membangun gedung SMA baru sangat mahal. Terobosan-terobosan seperti ini menurut Anies dibutuhkan di tempat-tempat yang membangun infrastruktur itu mahal dan lama, misalnya di daerah berbukit dan pedalaman.
Menurut mantan Rektor Universitas Paramadina ini, sering sekali mereka yang di pelosok mendapatkan materinya terlambat, sekolah di pelosok itu sudah lama mengalami ketertinggalan seperti itu, sangat jauh berbeda dengan yang di kota. Bahkan hal sederhana saja, peralatan upacara, sekolah di pelosok itu semuanya harus berimprovisasi sendiri.
“Harus kita ketahui sekolah di Indonesia yang tidak memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) itu ada 70 persen lebih, jadi artinya bukan hanya di perbatasan saja, sangat banyak sekolah di Indonesia yang harus dibenahi,” dia menuturkan.
Apresiasi Kiprah RRI terhadap Pendidikan
Dalam kesempatan yang sama, Anies juga mengatakan dirinya sangat mengapresiasi apa yang dipaparkan Direktur Utama RRI, Niken Widiastuti dalam sambutannya mengenai kiprah RRI yang turut memajukan pendidikan untuk masyarakat yang tidak berada di dalam sekolah, pendidikan informal, dan pendidikan luar sekolah, dengan menggunakan teknologi radio.
“Jadi kami menyambut baik dan mendukung apa yang dikerjakan oleh RRI menggunakan teknologi, ini menjadi tren besar dunia, kalau kita sudah mulai membiasakan belajar menggunakan teknologi, maka transfer knowledge akan lebih cepat. Kita tahu kalau harus menjangkau seluruh Indonesia tanpa ada teknologi akan sulit, dengan radio akan membantu melatih mempersiapkan masyarakat belajar dari jarak jauh,” jelasnya.
Saat ini meski belum ada kerjasama secara khusus antara pemerintah dengan perusahaan BUMN ini, tetapi Anies mengaku sudah mendiskusikan dengan Dirut RRI, bagaimana memberikan pelatihan kepada masyarakat melalui online (internet), di samping jalur radio.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...