Sepak Bola dan Musik Jati Diri Orang Papua
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Sepak bola dan musik adalah dua sisi mata uang yang sama yang tak dapat dipisahkan dalam sejarah dan keseharian orang asli Papua (OAP). Ini sudah lama dan mengakar. Keduanya nyaris diidentikkan dengan jati diri OAP.
Dan, jika berbicara tentang jati diri, berarti apapun menjadi taruhan demi meraihnya tanpa mengedepankan segala sesuatu yang mengikat, baik kesibukan pribadi hingga kepentingan yang kompleks. Ini sudah menyangkut sesuatu yang nilainya tak bisa digantikan oleh apapun sekalipun miliaran rupiah.
Banyak istilah tentang sepak bola di Papua. Ada yang mengatakan bahwa Papua adalah gudangnya pesepakbola Indonesia. Papua adalah masa depan sepak bola Indonesia dan banyak lagi pendapat yang menghubungkan sepak bola dengan Papua.
Dalam sejarah sepak bola di Papua, olah raga ini selalu mendapat dukungan dari pihak manapun, baik pemerintah maupun swasta dalam berbagai hal mulai dari fasilitasnya hingga gaji pemain yang fantastis dan menggiurkan. Maka olah raga ini berkembang sangat pesat di Papua dengan munculnya berbagai klub di setiap daerah yang tersebar sejak lama dan dalam waktu yang singkat.
Salah satu klub di Jayapura yaitu Persipura Jayapura (namanya berganti beberapa kali) bangkit dan disulap menjadi klub ternama dan disegani di tanah air dan Asia Raya.
Persipura pun menjadi klub idola dan incaran bukan hanya bagi setiap anak Papua yang ingin memilih masa depannya sebagai pesepakbola tetapi juga dari daerah lain di Indonesia.
Sepak bola tidak lagi menjadi sebatas olahraga, namun, menjadi soal harga diri dan martabat orang Papua. Kini nama Persipura menjadi abadi dan melegenda dalam setiap benak orang Papua.
Selain sepak bola hal lainnya yang tidak kalah dan menjadi nafas hidup orang Papua adalah musik. Beberapa waktu yang lalu dalam suatu peluncuran album rohani ‘Highland Praise Papua’ dari sahabat kita yang berasal dari Pegunungan Tengah Papua, diantaranya Albert Yigibalom, Ennys Kogoya Oaganak dan kawan-kawannya yang didukung penuh bapak Befa Yigibalom (Bupati Lanny Jaya saat itu) di GOR Cenderawasih APO, Kota Jayapura, Presiden GIDI, Pdt. Dorman Wandikbo mengatakan "Orang Papua adalah musik, ketika mendengar bunyi musik yang dimainkan tetangga, mereka akan goyang-goyangkan kepala. Itu tandanya dalam diri setiap orang Papua mengalir darah musik".
Berawal dari album Mambesak bersama Arnold Ap. dkk hingga pada akhirnya dikolaborasikan oleh Black Brothers (BB) dengan musik modern unik yang dikomandoi Bung Andy Ayamiseba kala itu, musik hadir menjadi nafas dan urat nadi orang Papua yang merasa sedang hidup dalam kegelapan yang berkepanjangan. Album ke album yang diluncurkan Black Brothers mampu menghipnotis pecinta musik tanah air hingga ke negara-negara Pasifik bahkan Eropa dan akhirnya menjadi band legendaris Tanah Papua. Maka memang benar bahwa sepakbola dan musik adalah dua sisi koin yang tak dapat dipisahkan bagi orang Papua sekalipun langit terbelah.
Beberapa hal yang menjadi catatan pribadi dalam perjalanan perkembangan keduanya adalah ialah sepak bola berkembang baik - sepak bola menghibur (walau sesaat) - sepak bola menjadi mahal nilai jualnya - sepak bola adalah jati diri suatu suku bangsa - sepak bola banyak pendukung (sponsor) - miliaran rupiah bukan ukuran untuk sepakbola demi jati diri dan lain-lain.
Sementara itu musik yang juga adalah jati diri orang Papua yang selalu berusaha diangkat penggiat musik dalam berbagai kesempatan dari waktu ke waktu dan berusaha meyakinkan dari hati ke hati, terkesan kurang terlihat oleh para pecinta dan penggemarnya. Padahal, musik memiliki keunggulan. Dari sekian banyak keunggulan itu, ialah musik akan hidup selamanya sepanjang dunia elektronik belum lenyap dari muka bumi.
Sebagai contoh, saya mengenal lagu Hari Kiamat (Black Brothers) sekitar tahun 2000-an saat di bangku SD kelas VI di Mowanemani (sekarang Kabupaten Dogiyai) yang ternyata lagu tersebut direkam beberapa tahun sebelumnya dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Ia masih terdengar hingga kini dan menjadi abadi walau beberapa personel dari grup ini telah tiada.
Ini berbeda dengan sepakbola yang ditonton hari ini, pulang ke rumah langsung lupa nama pemain hingga gaya bermainnya yang pada akhirnya hanya tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah serta skor akhirnya.
Oleh karena itu, Jika keduanya (musik dan sepak bola) penting dan merupakan jati diri orang Papua, di era Otonomi Khusus (Otsus) yang sudah berjalan kurang lebih 16 tahun ini, semestinya sepak bola maupun musik mendapatkan segala fasilitas dan sponsor yang sama demi mengangkat jati diri orang Papua. Semoga!
Emanuel Y. Giyai adalah pemusik dari Meepago dan staf pada Dinas Kesehatan Provinsi Papua, tinggal di Dok II Jayapura
Editor : Eben E. Siadari
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...