Sepeda Jadi Pilihan Moda Transportasi Normal Baru
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sepeda menjadi salah satu moda transportasi yang direkomendasikan dalam kondisi kenormalan baru karena bisa menghindari kerumunan massa.
“Bersepeda menjadi pilihan, karena selain menghindari kerumunan dalam ruang terbuka, dan menghindari antri, bersepeda membuat kesehatan tubuh terjaga,” kata Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (29/5).
Moda tanpa bahan bakar tersebut juga mulai digunakan secara masif oleh negara Kolombia sebagai dampak pandemi COVID-19.
Negara Kolombia setara dengan Indonesia yang masih sebagai negara berkembang. Walikota Bogota (Kolombia) Claudia Lopez, punya kebijakan selama masa karantina (pandemi Covid-19) menutup jalan sepanjang 117 km setiap hari agar pejalan kaki dan pesepeda dapat lebih leluasa bergerak.
Kemudian menambah jaringan jalur sepeda sepanjang 60 kilometer.
“Apakah hal yang sama akan dilakukan juga oleh para pemimpin daerah di Indonesia, di era kenormalan baru?,” tanya Djoko.
Ia menuturkan di era kenormalan baru, banyak kota di mancanegara mengurangi kapasitas transportasi umum dan mengalihkan ke perjalanan menggunakan sepeda.
“Untuk perjalanan jarak pendek, moda sepeda dan berjalan kaki benar-benar dikembangkan sedemikian rupa (aman, nyaman dan selamat), supaya tidak beralih ke penggunaan kendaraan pribadi secara berlebihan,” katanya.
Namun, menurut dia, jalan-jalan umum perlu dibuat jalur bersepeda, supaya masyarakat bisa bersepeda secara aman. Peraturan baru terkait keamanan bersepeda perlu dibuat.
Manfaat lain bersepeda dapat mengurangi polusi udara, juga akan mempengaruhi pertumbuhan bisnis atau usaha terkait dengan bersepeda, seperti jasa penitipan parkir sepeda, jual beli sepeda dan suku cadang, jual beli pakaian dan peralatan keamanan untuk bersepeda, usaha bengkel atau reparasi sepeda.
Di Indonesia, baru Kota Jakarta yang berkomitmen membangun jalur sepeda sepanjang 63 kilometer dari target 545 kilometer.
Tahun 2020, target 200 kilometer, nampaknya tidak dapat terwujud, anggaran difokuskan penanganan dampak virus korona.
“Lantas, bagaimana dengan kota lainnya yang sudah punya jalur sepeda, namun asal ada, tidak ada kejelasannya target pencapaian. Hanya sekedar memenuhi janji kampanye, setelah terpilih bikin jalur sepeda, tetapi tidak diikuti membiasakan warganya bersepeda untuk aktivitas kesehariannya,” katanya.
Djoko tidak memungkiri mengembangkan jalur sepeda di Indonesia akan menghadapi kendala, selain alasan cuaca, juga kontur jalan naik turun di sebagian wilayah.
“Yang jelas, sekarang ini umumnya masyarakat Indonesia sudah terbiasa menggunakan sepeda motor. Perjalanan jarak pendek, menengah atau panjang bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, sepeda motor yang digunakan,” katanya.
Sepeda motor di Indonesia diciptakan tidak untuk perjalan jarak sedang atau menengah, namun untuk perjalanan jarak jauh.
“Buktinya, masa mudik lebaran yang dulunya banyak menggunakan bus, sekarang beralih menggunakan sepeda motor,” katanya.
Djoko menambahkan budaya berjalan kaki apalagi bersepeda sudah menghilang ditambah lagi tidak tersedia fasilitas pendukung yang memadai (aman, nyaman dan selamat).
“Padahal, sebelum ada kemudahan mendapatkan sepeda motor, masyarakat Indonesia sudah terbiasa bersepeda atau berjalan kaki,” katanya. (Ant)
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...