“Seren Taun” Ingatkan Degradasi Pemahaman Lingkungan
KUNINGAN, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom, mengatakan perayaaan tahunan yang dilakukan penganut agama Sunda Wiwitan, Seren Taun, mengingatkan bahwa manusia modern memiliki kekurangan dalam memahami alam dan pelestarian lingkungan.
“Kita melulu terjebak pada hal-hal normatif dan artifisial tetapi terserabut dari alam lingkungan bahkan dari kemanusian,” tulis Gomar dalam akun Facebooknya, hari Senin (26/9).
Kosmologi Sunda, kata dia, mengingatkan manusia senantiasa menjaga kemurnian gunung yang melahirkan kelok-kelok sungai, karena kehidupan kita dimulai dari sana. “Saya melihat, betapa perlunya kita belajar dari masyarakat adat ini untuk menata kehidupan dan alam semesta ini.”
Dia menceritakan dengan merayakan Seren Taun yang mengambil tempat di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat merupakan pengalaman spiritual yang menakjubkan bagi dia.
Seren Taun adalah agenda tahunan agama lokal Sunda Wiwitan untuk merayakan anugerah Sang Pencipta yang melimpah lewat panen.
“Sayang, memang, masyarakat adat dengan beragam keyakinan dan tradisinya, hingga kini belum sepenuhnya mendapat perhatian dan perlindungan negara,” kata dia.
Apalagi, kata dia, para birokrat tidak pernah mau 'turun' bersama masyarakat adat. Padahal, masyarakat adat-lah yang selalu melestarikan kebudayaan asli Indonesia.
“Bagaimana kita mau membangun negeri ini kalau para birokrat kita tak mau menghadiri upacara masyarakat adat, karena takut dicap macam-macam oleh konstituennya. Undang-undang kita pun tak lagi melindungi rakyat, karena para anggota DPR studi banding ke Prancis dan menginap di hotel. Mereka bukannya studi banding ke Cigugur dan tinggal bersama rakyat.”
Selain menceritakan aktivitas yang dia lakukan bersama dengan anggota keluarganya di acara Seren Taun di Kabupaten Kuningan tersebut, dia mengunggah beberapa foto yang berkaitan dengan tradisi Sunda Wiwitan.
Menurut Gomar, akar yang menguatkan Indonesia agar dapat menjadi bangsa yang kuat dan berdaulat adalah masyarakat adat. Gomar mengatakan saat ini banyak anak di sekolah yang berjuang untuk mendapatkan nilai tinggi di mata pelajaran.
“Sementara masyarakat adat, dengan kearifan lokalnya, sesungguhnya menguasai biologi, kimia dan lain-lain itu, bukan untuk nilai di rapor, tetapi dalam dan untuk kehidupan,” kata dia.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...