Sertifikasi Halal MUI, Siapa yang Seharusnya Berwenang?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Eksekutif Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Muhammad Monib dengan tegas menyatakan keheranannya bahwa pemerintah seperti mengistimewakan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Padahal MUI sendiri adalah salah satu dari Organisasi Masyarakat (Ormas), bagaimana mungkin menjadi pelaksana sertifikasi halal yang seharusnya dilaksanakan lembaga negara resmi.
“MUI terkesan seperti diistimewakan oleh pemerintah, itulah keanehan pemerintahan di Indonesia. Secara tata negara akan menjadi pertanyaan, bagaimana mungkin sebuah Ormas bisa mendapatkan mandat untuk melaksanakan UU?” ucap Monib kepada satuharapan.com, usai acara Pendidikan Demokrasi HAM dan Konstitusi Bagi Penyuluh Agama-agama di Wahid Institute, Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (7/6).
Sangat disayangkan bahwa orang-orang MUI yang kebanyakan adalah alim ulama, yang bahkan tidak mengerti bagaimana cara menguji suatu makanan sehat atau tidak, mengandung bahan berbahaya atau tidak, dan lain sebagainya, justru hal yang semakin aneh adalah ketika ada Undang-Undang (UU) atau Peraturan Perundangan (Perpu) atau Peraturan Pemerintah (PP) yang pelaksananya adalah MUI. Padahal, MUI bukanlah lembaga negara.
“Seperti pada sertifikasi halal, hal itu dipertanyakan kenapa hanya MUI yang melaksanakan? Padahal negara masih punya departemen lain yang lebih berwenang, seperti Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” Monib menambahkan.
Terlebih, setiap lembaga yang mengurus sertifikasi halal tersebut tentunya membayar kepada MUI dengan harga yang cukup mahal, maka timbul lagi pertanyaan, ke mana hasil dari pemasukan uang yang sangat banyak tersebut?
Sampai saat ini, lanjut Monib, masih dilakukan upaya penyelesaian masalah penentuan siapa yang berwenang mengurus sertifikasi halal tersebut. Sudah sejak berbulan-bulan yang lalu pembicaraan tersebut bergulir, sampai DPR RI pernah menawarkan sertifikasi halal dipegang saja oleh MUI. Akan tetapi, Kementerian Agama (Kemenag) sendiri telah menyatakan tidak setuju karena itu menyalahi aturan.
“Itu karena DPR sendiri penuh dengan kepentingan. Belum lagi adanya permainan dari MUI dalam proses pelaksanaan sertifikasi halal itu,” duga Monib.
Biaya operasional MUI berasal dari Kemenag, artinya MUI digaji dari uang rakyat, tetapi kenyataannya tidak ada laporan penjualan sertifikasi halal. Seharusnya, segala pemasukan yang didapat, salah satunya dari penjualan sertifikat halal, kembali lagi kepada negara.
“Sebaiknya kembalikan sertifikasi halal kepada lembaga negara yang bisa diminta pertanggungjawabannya, entah itu Kemenag, BPOM, atau diswastakan saja. Banyak sekali masalah yang terhambat baik pembicaraan maupun penyelesaiannya karena urusan politik,” tukasnya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...