Setara Dukung Komnas HAM Selidiki Penembakan di Papua
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Lembaga yang mempromosikan, pluralisme, humanitarian, demokrasi, dan hak asasi manusia Setara Institute for Democracy and Peace mendukung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Dalam pernyataan Setara di akun media sosial twitter.com, Selasa (16/12) menyesalkan investigasi polisi atas penembakan brutal belum menemui titik terang. Peristiwa itu sendiri akhirnya menewaskan enam warga sipil—sebelumnya lima orang, belakangan Yulian Tobai yang sebelumnya dirawat, pada 9/12/14 meninggal dunia—di Paniai, Papua.
Menurut Setara, alih-alih mendukung kerja kepolisian, Menkopolhukam Tedjo Edy Purdijatno menganggap masalah penembakan itu sudah selesai dengan tradisi 'bakar batu'. Menurut Tedjo, masalah penganiayaan dan penembakan lima warga sipil di Enarotali, Paniai, Papua, telah diselesaikan secara adat. Warga dan aparat sepakat berdamai.
Namun, simplifikasi ala Menteri Tedjo ini melecehkan perjuangan korban pelanggaran HAM masa lalu, Setara Institute menegaskan. Menteri Tedjo menyederhanakan persoalan Papua dengan penanganan yang mempertebal impunitas bagi aparat TNI dan Polri yang melakukan kejahatan.
Setara Institute menyimpulkan bahwa soal Papua bukan masalah ketegangan sesaat, tapi menyangkut pengingkaran martabat, kemanusiaan, dan keadilan warga Papua, yang menuntut penanganan holistik. Semestinya Menkopolhukam memberikan kesempatan kepada Polri untuk menuntaskan investigasinya. Bukan menutup-nutupi dengan kreasi dan informasi yang mengaburkan.
Mengacu pada hasil investigasi Komnas HAM dan tim yang dibentuk oleh DPR Papua, indikasi pelaku penembakan adalah aparat TNI dan Polri sudah cukup kuat. Institusi hukum relevan harus memproses secara hukum hingga pelaku-pelaku tersebut memperoleh hukuman setimpal. Patut diingat bahwa mereka melakukan tindak kejahatan bukan dalam operasi perang, karena itu harus diproses secara hukum. Jika institusi TNI dan Polri tidak mampu bertindak independen dalam penyelidikan, maka Komnas HAM harus mengambil peran. SETARA Institute mendukung Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan pro justisia dalam kerangka UU 26/2000.
Presiden Disarankan Bentuk Tim Pencari Fakta Paniai
Kantor berita Antara mengabarkan, Presiden Joko Widodo disarankan membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menyelidiki penembakan di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua, yang mengakibatkan empat warga sipil tewas.
Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP) Pastor Neles Tebay dan Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden Sihol Manullang di Jakarta, Jumat, menyatakan jika tidak dibentuk TPF dan hasilnya diumumkan terbuka, sulit mengharapkan kepercayaan masyarakat Papua kepada Pemerintahan Jokowi.
Tebay dan Sihol sepakat bahwa TPF menjadi satu-satunya solusi jangka pendek untuk menyelesaikan persoalan itu, karena sulit mengharapkan pengungkapan masalah oleh Polri dan TNI.
“Kalau korban adalah petugas Polri, dalam tempo singkat analisis balistik akan diumumkan. Tetapi kalau pelakunya petugas Polri, sulit mengharapkan keterbukaan informasi,” kata Tebay.
Demikian juga kalau dugaan pelaku adalah TNI dan yang menyelidiki adalah polisi, maka penyelidikan akan serba gelap, karena satu sama lain tidak mau dianggap saling memojokkan.
“Maka anggota TPF harus dari luar Polri dan TNI, supaya bisa netral. Hanya kehadiran TPF yang bisa meluluhkan amarah masyarakat Papua sekarang ini. Kalau TPF dibentuk, saya yakin tidak ada masalah kalau Presiden Jokowi merayakan Natal di Papua,” kata Sihol.
Pastor Neles Tebay mengatakan, adanya pernyataan para pemuka agama di Papua, Kamis (11/12), supaya Presiden Jokowi tidak datang ke Papua untuk merayakan Natal bisa dipahami.
“Masyarakat Papua sedang berduka, rakyat mereka dibunuh begitu saja, tanpa penyelesaian hukum yang jelas,” katanya.
Neles Tebay mengatakan, penembakan warga sipil di Paniai seperti kado Natal yang memilukan.
Sihol Manullang menyatakan keyakinannya bahwa penembakan yang terjadi di Paniai bukan peristiwa kebetulan, ada aktor intelektual yang mengetahui kebiasaan masyarakat Papua.
“Orang Papua sangat fanatik merayakan Natal. Kalau mau bikin ribut, ganggu saja mereka di Pondok Natal, pasti menjadi masalah,” katanya.
Dari hasil penelitian di Paniai, pengemudi mobil Fortuner yang sengaja berkendara ke tempat latihan perayaan Natal dengan tidak menyalakan lampu walau sudah malam, merupakan indikasi kuat ada kesengajaan mencari gara-gara supaya terjadi kerusuhan.
“Fortuner tanpa lampu di malam hari, pantas dicurigai sebagai indikasi sabotase terhadap Presiden Joko Widodo, karena Presiden akan berkunjung ke Papua pada tanggal 27 Desember 2014,” ujar Sihol.
Sihol mengkhawatirkan kerusuhan sengaja direkayasa untuk memperkeruh suasana.
“Maunya memberi kesan bahwa Papua tidak aman,” katanya.
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...