SETARA Dukung Penuh Pengembalian Nasib Baik Rakyat Papua
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - SETARA Institute dan tokoh-tokoh Papua mengadakan konferensi pers, hari rabu (16/12). Konferensi pers tersebut membahas proses politik dan pemeriksaan etik skandal renegoisasi PT Freeport-McMoran Indonesia di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang telah memasuki babak akhir. Sementara, warga Papua semakin terpinggirkan dari seluruh proses renegoisasi dan juga proses politik tersebut.
PT Freeport-McMoran Indonesia merupakan salah satu perusahaan tambang terkemuka di dunia yang melakukan eksplorasi, penambangan, dan pemrosesan bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Papua.
Di tengah kasus PT Freeport yang saat ini membuat gaduh, terutama pada politik di Indonesia, SETARA bersama para tokoh masyarakat Papua memberikan dukungan moral dan politik tingkat tinggi kepada anggota MKD agar dapat bertindak tegas dan adil di dalam penyelenggaraan keputusan akhir sidang MKD malam ini yang melibatkan Ketua DPR, Setya Novanto.
Konferensi pers ini juga menyimak fakta-fakta dan mendengar suara masyarakat Papua mengenai sisi lain skandal renegoisasi PT Freeport. Mereka menilai bahwa diskusi tentang Papua dimana PT Freeport selama ini beroperasi tidak pernah muncul ke permukaan, kata Ismail Marsani, Direktur Riset SETARA Institute ketika membuka konferensi pers.
“Saya sangat menyayangkan Presiden Jokowi hanya membela diri tentang pencatutan namanya, tanpa juga peduli kepada nasib rakyatnya di Papua. Warga Papua menganggap tidak ada keberpihakan untuk warga Papua oleh pemimpin PT Freeport. Saya juga menyayangkan sudah ada pernyataan perpanjangan kontrak PT Freepot, baik oleh pemerintah pusat, maupun Gubernur Papua tanpa melalui proses negosiasi mengenai nasib dan kepentingan rakyat Papua juga,” kata Natalies Pigei, Komisioner Komnas HAM Papua.
“Saya mempunyai data dan bukti yang cukup selama 5 tahun, tetapi tidak pernah digubris oleh PT Freeport maupun pemerintah,” tambah Titus Natkime, Tokoh Masyarakat Pemilik Wilayah Operasi PT Freeport.
“Tuhan memberikan warga Papua kekayaan alam yang begitu luar biasa, tetapi rakyat Papua malah menderita dalam kemiskinan, semua kekayaan itu hanya dinikmati oleh pihak-pihak yang serakah dan tidak bertanggung jawab. Ketua DPR tidak pernah membicarakan tentang hak-hak rakyat Papua, pemerintah pun hanya diam saja. Isu ini harus diangkat tuntas agar kelak masyarakat Papua juga bisa berkesempatan menikmati kekayaan alamnya,” ujar Ruben Gobay, mantan anggota DPR dari fraksi Golkar.
Iwanggin Sabar sebagai aktifis sekaligus Kepala Ombudsman Perwakilan Papua mengapresiasi SETARA yang sudah menfasilitasi perwakilan rakyat Papua untuk memberikan pandangan dan suaranya. Ia bersyukur karena selama ini yang menjadi konsumsi publik tentang masalah PT Freepot tidak pernah sedikitpun menyinggung nasib masyarakat Papua.
“Telah terjadi penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, dan diskriminasi selama ini di Papua. Saya harap dengan adanya sidang MKD harus memberikan sanksi yang tegas dan keras bagi mereka yang tidak menghargai rakyat. Jangan sampai DPR hanya sedang mempertontonkan hal yang mencederai hati rakyat Papua. Putusan MKD malam ini harus memberikan rasa keadilan dengan memberhentikan jabatan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut dengan cara yang tidak terhormat,” tambahnya.
Roy Simbiak sebagai perwakilan Komunitas Papua juga angkat suara dalam konferensi ini. “Akhirnya kita tahu siapa pemain di dalam permasalahan gawat ini. Lembaga Legislatif semakin tidak dapat mewakili suara rakyat Indonesia. Sebagai orang Papua kami melihat bahwa Satu Nusa Satu Bangsa tidak ada di Papua.”
SETARA Institute melalui Wakil Ketuanya, beranggapan bahwa konferensi pers ini penting adanya karena merupakan sebuah kesempatan langka dan penting untuk mengungkap aspirasi rakyat Papua yang sudah lama terpendam.
Sejak muncul kegaduhan politik di Indonesia, suara murni dari masyarakat Papua kurang diangkat bahkan cenderung diabaikan.
Wakil Ketua SETARA Institute melihat pelanggaran etika yang dilakukan oleh Setya Novanto bukan semata-mata karena perbuatan pribadinya sebagai wakil rakyat, tetapi juga pengkhianatan kepada rakyat Papua. Ia menilai seharusnya anggota MKD apabila mau berpikir dengan obyektif dan mengedepankan hati nurani, sudah sejak awal Setya Novanto dicabut jabatannya sebagai Ketua DPR.
“Inilah realitas politik kita saat ini: pencuri bicara pencuri!,” imbuhnya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Polusi Udara Parah, Pengadilan India Minta Pembatasan Kendar...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan tinggi India pada hari Jumat (22/11) memerintahkan pihak berwe...