Setelah Reses, DPR Harus Laksanakan Tugas dan Fungsi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat Hukum Tata Negara dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (SIGMA) M Imam Nasef mengatakan dengan telah disahakannya revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), lembaga parlemen Indonesia itu tak memiliki alasan lagi untuk tidak menjalankan tugas dan fungsi, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan.
“Pasca disahkannya UU MD3 hasil revisi pada Jumat (5/12), membuat DPR tidak memiliki alasan lagi untuk tidak maksimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,” kata Imam lewat pesan singkat kepada satuharapan.com, Sabtu (6/12).
Dia berharap revisi UU MD3 tersebut mampu menunjang kinerja DPR. Karena, sejak dilantik per 1 Oktober 2014 sampai akhir Masa Sidang Semester I, pada Jumat (5/12), DPR belum menunjukkan kinerja yang berarti kepada publik dengan alasan masih terbelah. “Ini momentum bagi DPR untuk menunaikan kontrak politiknya kepada para konstituen,” ujar dia.
Wajar Cepat
Saat ditanya mengenai proses pembahasan revisi UU MD3 yang begitu cepat dalam Panitia Khusus Rancangan UU MD3, Imam mengaku tidak terkejut, meski DPR terkenal punya kebiasaan membahas UU dalam waktu panjang dan lama. Menurut dia ini disebabkan sudah adanya kesamaan pandangan antara fraksi-fraksi di DPR mengenai substansi yang akan diubah dalam UU MD3.
“Perubahan beberapa pasal di UU MD3 itukan memang kompensasi islah antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di DPR yang sudah melalui perdebatan dan lobi alot,” tutur dia.
“Jadi wajar kalau pembahasannya kemudian tidak memerlukan waktu panjang,” Imam menambahkan.
Menurut dia, sepanjang proses pembahasan revisi UU MD3 itu sesuai dengan ketentuan UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), tidak masalah. Misalnya dalam pembicaraan tingkat I, prosesnya harus melalui sebagaimana diatur dalam Pasal 68 ayat (1) UU P3 seperti ada pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM), dan penyampaian pendapat mini.
“Akan menjadi masalah bila proses yang diatur dalam UU P3 itu tidak terpenuhi. Begitu juga dalam pembicaraan tingkat II dalam Sidang Paripurna DPR, harus dipastikan prosesnya tidak melanggar ketentuan UU P3,” ucap dia.
Pengamat Hukum Tata Negara dari SIGMA itu juga mengapresiasi proses pembahasan revisi UU MD3 dalam pembicaraan tingkat I oleh Pansus RUU MD3 DPR, karena menurut dia keputusan dalam rapat tersebut diambil secara musyawarah untuk mufakat tanpa voting, kemudian musyawarah untuk mufakat itu berlanjut dalam pembicaraan tingkat II di Sidang Paripurna DPR.
“Hal itu bisa menjadi preseden yang baik, artinya tidak semua pengambilan keputusan di DPR harus melalui voting,” kata Imam.
Editor : Sotyati
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...