Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 12:43 WIB | Kamis, 02 Januari 2025

Siapa Yang Bertempur di Suriah dan Mengapa?

Pejuang anti pemerintah berpose untuk difoto dengan helikopter militer di landasan pacu bandara militer Nayrab di kota Aleppo, Suriah utara, pada 2 Desember 2024. (Foto: dok. AFP)

DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Pengambilalihan Aleppo dari Presiden Bashar al Assad oleh pejuang oposisi Suriah telah membawa perang saudara Suriah kembali menjadi fokus, mengguncang garis depan yang telah tidak aktif selama bertahun-tahun dengan implikasi bagi wilayah tersebut dan sekitarnya.

Apa Yang Sedang Terjadi?

Pejuang oposisi melancarkan serangan mendadak mereka pada 26 November, menyerang dari daerah-daerah di utara dan barat laut Aleppo. Mereka menyerbu kota tersebut pada 29-30 November, memaksa mundur pasukan pemerintah.

Ini adalah pertama kalinya kendali kota bergeser sejak 2016, ketika pasukan pemerintah, yang didukung oleh Rusia dan Iran, mengalahkan pejuang oposisi yang telah menguasai distrik-distrik timur Aleppo.

Para pejuang oposisi telah menekan laju mereka di wilayah selatan dan barat daya Aleppo, merebut wilayah di provinsi Hama.

Pemerintah telah berjanji untuk melawan. Rusia, yang mengerahkan angkatan udaranya ke Suriah pada tahun 2015 untuk membantu al Assad, melakukan serangan udara untuk mendukung tentara.

Ini menandai eskalasi konflik paling serius dalam beberapa tahun, menambah jumlah korban yang mencapai ratusan ribu orang sejak tahun 2011, ketika perang meletus akibat pemberontakan Musim Semi Arab terhadap pemerintahan al Assad.

Sejak saat itu, lebih dari separuh populasi sebelum perang yang berjumlah 23 juta orang telah dipaksa meninggalkan rumah mereka, sementara jutaan orang melarikan diri ke luar negeri sebagai pengungsi.

Siapakah Para Pejuang Oposisi?

Serangan itu diprakarsai oleh “Hayat Tahrir al-Sham” (HTS). Sebelumnya dikenal sebagai "Front al-Nusra", kelompok ini merupakan sayap resmi al-Qaeda dalam perang Suriah hingga memutuskan hubungan pada tahun 2016.

HTS, yang dipimpin oleh Abu Mohammed al-Golani, telah lama menjadi kekuatan dominan di wilayah Idlib, bagian dari wilayah barat laut tempat oposisi mempertahankan pijakan meskipun al-Assad memperoleh keuntungan di tempat lain.

Amerika Serikat dan Rusia, Turki, dan negara-negara lain menetapkannya sebagai kelompok teroris.

Aliansi oposisi lainnya telah melancarkan serangan terpisah dari wilayah utara Aleppo. Pemberontak ini didukung oleh Turki dan diorganisasi di bawah bendera Tentara Nasional Suriah.

Mengapa Konflik Berkobar Sekarang?

Meskipun perdamaian masih jauh, garis depan tidak berubah selama bertahun-tahun, dengan Suriah terbagi menjadi beberapa zona tempat kekuatan asing menempatkan pasukan di darat.

Rusia dan Iran memiliki pengaruh atas wilayah yang dikuasai pemerintah, wilayah terbesar Suriah. Amerika Serikat memiliki pasukan di timur laut dan timur, mendukung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi. Turki menempatkan pasukan di wilayah barat laut yang dikuasai oposisi.

Namun, keseimbangan kekuatan regional telah terguncang oleh konflik selama lebih dari setahun yang mempertemukan Israel dengan Iran dan kelompok militan yang didukungnya. Hizbullah yang didukung Iran, khususnya, telah mengalami pukulan telak selama lebih dari dua bulan perang dengan Israel di Lebanon. Hizbullah, yang menghentikan tembakan dengan Israel pekan lalu, membantu al Assad merebut kembali Aleppo pada tahun 2016.

Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat, Jake Sullivan, saat berbicara di acara "State of the Union" CNN, mengatakan tidak mengherankan bahwa oposisi akan mencoba memanfaatkan situasi baru, dengan pendukung utama pemerintah Suriah – Iran, Rusia, dan Hizbullah – terganggu dan dilemahkan oleh konflik, merujuk pada konflik regional dan perang Ukraina.

Kesepakatan antara Rusia dan Turki secara umum telah menstabilkan situasi di wilayah barat laut sejak tahun 2020. Namun, Turki telah menyatakan rasa frustrasi yang semakin meningkat dengan kegagalan al Assad untuk mencapai kesepakatan dengan oposisi guna mengakhiri konflik.

Pejabat keamanan Turki mengatakan bahwa sementara Ankara berupaya menghentikan serangan oposisi, mereka semakin khawatir tentang serangan pasukan pemerintah Suriah terhadap oposisi. Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, mengatakan, al Assad dan oposisi perlu berkompromi.

Salah satu kekhawatiran utama Turki di Suriah adalah kekuatan yang dipegang oleh kelompok-kelompok yang dipimpin Kurdi yang bersekutu dengan Washington tetapi dianggap teroris oleh Ankara.

Kantor berita milik negara Turki, Anadolu, mengatakan Tentara Nasional Suriah, sebuah kelompok oposisi, telah merebut kota Tel Rifaat dari milisi YPG Kurdi. Baik Kremlin maupun Teheran telah menegaskan kembali dukungan mereka terhadap pemerintah Suriah.

Apakah Ada Rencana Perdamaian?

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi pada tahun 2015 yang bertujuan untuk mengakhiri konflik, menyerukan konstitusi baru, pemilihan umum yang diawasi PBB, dan pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab.

Implementasinya tidak membuahkan hasil.

Utusan PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, mengatakan eskalasi tersebut menunjukkan kegagalan kolektif untuk mewujudkan proses politik dan mendesak negosiasi substantif untuk menemukan jalan keluar dari konflik. (Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home