Siapakah Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas Yang Dibunuh di Teheran?
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas yang terbunuh di Iran, adalah wajah tegas dari diplomasi internasional kelompok Palestina saat perang berkecamuk di Gaza, tempat tiga putranya tewas dalam serangan udara Israel.
Namun terlepas dari retorikanya, ia dipandang oleh banyak diplomat sebagai seorang moderat dibandingkan dengan anggota kelompok yang lebih garis keras yang didukung Iran di Gaza.
Lahir di al-Shati, sebuah kamp pengungsi Gaza pada tahun 1962, Ismail Haniyeh terpilih sebagai kepala biro politik Hamas pada tahun 2017 untuk menggantikan Khaled Meshaal, tetapi sudah menjadi tokoh terkenal setelah menjadi perdana menteri Palestina pada tahun 2006 setelah kemenangan mengejutkan Hamas dalam pemilihan parlemen tahun itu.
Namun, pengaturan pembagian kekuasaan yang rapuh dengan gerakan Fatah pimpinan presiden Palestina, Mahmoud Abbas, segera pecah dan Hamas mengambil alih kendali penuh atas Jalur Gaza pada tahun 2007 setelah dengan kasar mengusir para loyalis presiden tersebut.
Dianggap sebagai seorang pragmatis, Haniyeh hidup di pengasingan dan membagi waktunya antara Turki dan Qatar.
Di masa mudanya, pemimpin Hamas yang dikenal memiliki sikap tenang ini adalah anggota cabang mahasiswa Ikhwanul Muslimin di Universitas Islam Gaza.
Ia bergabung dengan Hamas pada tahun 1987 ketika kelompok militan tersebut didirikan di tengah pecahnya intifada Palestina pertama, atau pemberontakan, terhadap pendudukan Israel, yang berlangsung hingga tahun 1993.
Selama masa itu, Haniyeh dipenjara oleh Israel beberapa kali dan kemudian diusir ke Lebanon selatan selama enam bulan.
Putra-putranya Tewas dalam Serangan Udara
Tiga putra Haniyeh - Hazem, Amir dan Mohammad - tewas pada tanggal 10 April ketika serangan udara Israel menghantam mobil yang mereka kendarai, kata Hamas. Hamas mengatakan Haniyeh juga kehilangan empat cucunya, tiga perempuan dan seorang laki-laki, dalam serangan itu.
Haniyeh telah membantah pernyataan Israel bahwa putra-putranya adalah pejuang kelompok itu, dan mengatakan "kepentingan rakyat Palestina didahulukan daripada segalanya" ketika ditanya apakah pembunuhan mereka akan memengaruhi perundingan gencatan senjata.
Meskipun berbicara kasar di depan umum, diplomat dan pejabat Arab menganggapnya relatif pragmatis dibandingkan dengan suara-suara garis keras di Gaza, tempat sayap militer Hamas merencanakan serangan pada 7 Oktober.
Sambil memberi tahu militer Israel bahwa mereka akan menemukan diri mereka "tenggelam di pasir Gaza", ia dan pendahulunya sebagai pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, telah berkeliling wilayah itu untuk berunding mengenai kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Qatar dengan Israel yang akan mencakup pertukaran sandera dengan warga Palestina di penjara-penjara Israel serta lebih banyak bantuan untuk Gaza.
Israel menganggap seluruh pimpinan Hamas sebagai teroris, dan menuduh Haniyeh, Meshaal, dan yang lainnya terus "menarik tali organisasi teror Hamas".
Namun, seberapa banyak yang diketahui Haniyeh tentang serangan pada 7 Oktober sebelumnya tidak jelas. Rencana tersebut, yang disusun oleh dewan militer Hamas di Gaza, merupakan rahasia yang dijaga ketat sehingga beberapa pejabat Hamas tampak terkejut dengan waktu dan skalanya.
Namun, Haniyeh, seorang Muslim Sunni, memiliki andil besar dalam membangun kapasitas tempur Hamas, sebagian dengan memelihara hubungan dengan Iran yang beraliran Syiah, yang tidak merahasiakan dukungannya terhadap kelompok tersebut.
Selama dekade di mana Haniyeh menjadi pemimpin tertinggi Hamas di Gaza, Israel menuduh tim kepemimpinannya membantu mengalihkan bantuan kemanusiaan ke sayap militer kelompok tersebut. Hamas membantahnya.
Komentar Presiden Palestina
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, "mengutuk keras" pembunuhan Kepala Hamas Ismail Haniyeh dalam serangan Israel di kediamannya di Teheran, kantor berita negara Palestina WAFA melaporkan pada hari Rabu (31/7).
"Presiden Mahmoud Abbas dari Negara Palestina mengutuk keras pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, menganggapnya sebagai tindakan pengecut dan eskalasi serius," kata kantor Abbas dalam pernyataan tersebut.
"Dia mendesak rakyat kita dan pasukan mereka untuk bersatu, tetap sabar, dan berdiri teguh melawan pendudukan Israel."
Dalam sebuah pernyataan, Penasihat Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan,: "Pembunuhan Ismail Haniyeh adalah kejahatan baru Israel. Kami mendukung Hamas dan sekarang kami harus bersatu."
Dalam pernyataan terpisah, Hamas berduka atas kematian Haniyeh, yang dikatakannya terbunuh dalam "serangan berbahaya Zionis di kediamannya di Teheran."
Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran juga mengonfirmasi kematian pemimpin Hamas di Teheran, tempat ia menghadiri pelantikan presiden baru negara itu.
Haniyeh berada di Teheran untuk menghadiri upacara pelantikan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, pada hari Selasa (30/7), dan tewas bersama salah satu pengawalnya.
“Kediaman Ismail Haniyeh, kepala kantor politik Perlawanan Islam Hamas, diserang di Teheran, dan sebagai akibat dari insiden ini, ia dan "salah satu pengawalnya tewas," kata pernyataan dari situs berita Sepah milik Korps Garda Revolusi Islam.
Garda mengatakan serangan itu sedang diselidiki. Tidak ada yang langsung mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan itu, tetapi kecurigaan langsung jatuh pada Israel, yang telah bersumpah untuk membunuh Haniyeh dan pemimpin Hamas lainnya atas serangan kelompok itu pada 7 Oktober di Israel yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan sekitar 250 orang lainnya disandera. (Reuters/Al Arabiya)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...