Sidang Umum PBB, Pemimpin Dunia Kecam Invasi Rusia ke Ukraina
PBB, SATUHARAPAN.COM-Pertemuan para pemimpin dunia di markas besar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Itu terjadi ketika para pemimpin yang ditempatkan Moskow di daerah-daerah pendudukan di empat wilayah Ukraina mengumumkan rencana untuk mengadakan referendum untuk bergabung dengan Rusia dalam beberapa hari mendatang.
Dalam langkah yang tampaknya terkoordinasi, tokoh-tokoh pro Rusia mengumumkan referendum pada 23-27 September di Provinsi Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia, yang mewakili sekitar 15 persen wilayah Ukraina, atau wilayah seukuran Hongaria.
“Rusia dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan. Itu tidak akan mengubah apa pun,” kata Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, mengatakan pada hari Selasa (20/9) dalam menanggapi pertanyaan wartawan di PBB di mana para pemimpin tiba untuk pertemuan Majelis Umum yang kemungkinan akan didominasi oleh isu perang di Ukraina.
Dalam sebuah tweet, dia menambahkan: “Ukraina memiliki hak untuk membebaskan wilayahnya dan akan terus membebaskan mereka apa pun yang dikatakan Rusia.”
Jika rencana referendum "tidak begitu tragis, itu akan lucu," kata Presiden Prancis, Emmanuel Macron, kepada wartawan menjelang sidang PBB di New York.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada 24 Februari memerintahkan apa yang disebutnya "operasi militer khusus" di Ukraina untuk membasmi nasionalis berbahaya dan "mendenazifikasi" negara itu. Perang telah menewaskan ribuan orang, menghancurkan kota-kota dan membuat jutaan orang mengungsi dari rumah mereka di bekas republik Soviet.
Kanselir Jerman, Olaf Scholz, mengatakan Putin hanya akan melepaskan "ambisi kekaisaran" yang berisiko menghancurkan Ukraina dan Rusia jika dia mengakui dia tidak bisa memenangkan perang.
“Inilah mengapa kami tidak akan menerima perdamaian yang didiktekan oleh Rusia dan inilah mengapa Ukraina harus mampu menangkis serangan Rusia,” kata Scholz dalam pidato pertamanya di Majelis Umum.
Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, mengatakan kepada majelis bahwa kredibilitas PBB dalam bahaya karena invasi oleh Rusia, anggota tetap Dewan Keamanan, dan reformasi DK PBB diperlukan.
"Invasi Rusia ke Ukraina adalah tindakan yang menginjak-injak filosofi dan prinsip piagam PBB ... Itu tidak boleh ditoleransi," kata Kishida.
Pembenaran untuk Memobilisasi
Beberapa tokoh pro Kremlin membingkai referendum untuk wilayah yang diduduki sebagai ultimatum kepada Barat untuk menerima keuntungan teritorial Rusia atau menghadapi perang habis-habisan dengan musuh bersenjata nuklir.
“Perambahan ke wilayah Rusia adalah kejahatan yang memungkinkan Anda menggunakan semua kekuatan pertahanan diri,” kata Dmitry Medvedev, mantan presiden Rusia dan sekarang wakil ketua Dewan Keamanan Putin, mengatakan di media sosial.
Membingkai ulang pertempuran di wilayah pendudukan sebagai serangan terhadap Rusia dapat memberi Moskow pembenaran untuk memobilisasi dua juta pasukan cadangan militernya. Moskow sejauh ini menolak langkah seperti itu meskipun kerugian meningkat.
Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat, Jake Sullivan, mengatakan Washington mengetahui laporan bahwa Putin mungkin mempertimbangkan untuk memerintahkan mobilisasi. Itu tidak akan merusak kemampuan Ukraina untuk mendorong kembali agresi Rusia, kata Sullivan, menambahkan bahwa Washington menolak referendum semacam itu “dengan tegas”.
Rusia sudah menganggap Luhansk dan Donetsk, yang bersama-sama membentuk wilayah Donbas yang sebagian diduduki Moskow pada 2014, sebagai negara merdeka. Ukraina dan Barat menganggap semua bagian Ukraina yang dikuasai pasukan Rusia diduduki secara ilegal.
Rusia kini menguasai sekitar 60 persen Donetsk dan telah merebut hampir seluruh Luhansk pada Juli setelah kemajuan lambat selama berbulan-bulan pertempuran sengit.
Keuntungan itu sekarang berada di bawah ancaman setelah pasukan Rusia diusir dari provinsi tetangga Kharkiv bulan ini, kehilangan kendali atas jalur pasokan utama mereka untuk sebagian besar garis depan Donetsk dan Luhansk.
"Situasi di depan jelas menunjukkan inisiatif oleh Ukraina," kata Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, dalam pidato video yang dirilis Rabu (22/9) pagi.
Posisi Ukraina tidak berubah karena "beberapa kebisingan" dari Rusia, Zelenskyy menambahkan mengacu pada referendum.
Di Kherson, di mana ibu kota regional adalah satu-satunya kota besar yang sejauh ini direbut Rusia secara utuh sejak invasi, Ukraina melancarkan serangan balasan besar-besaran. Di selatan, Rusia menguasai sebagian besar Zaporizhzhia tetapi bukan ibu kota regionalnya.
Vladimir Rogov, seorang pejabat yang ditunjuk Rusia di Zaporizhzhia, mengatakan menjadi bagian dari Rusia akan membantu menyelesaikan konflik lebih cepat.
“Ini akan menunjukkan kepada orang-orang dengan kejelasan penuh bahwa Rusia ada di sini untuk tinggal, selamanya,” katanya di Telegram. “Dan mereka akan mengambil keputusan yang diperlukan lebih cepat, meletakkan senjata mereka dan menyeberang ke sisi orang-orang mereka, sebangsa mereka.” (Reuters/un.org)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...