Sidang WCC: Membarui gagasan tentang misi
BUSAN, SATUHARAPAN.COM – Salah satu dokumen terpenting hasil Sidang Raya ke-10 Dewan Gereja se-Dunia (World Council of Churches / WCC) di Busan, Korea Selatan, adalah dokumen tentang misi berjudul Together Towards Life: Mission and Evangelism in Changing Landscapes. Dokumen yang dikerjakan oleh CWME (Commission on World Mission and Evangelism) sejak Sidang Raya WCC sebelumnya di Porto Alegre (2006) lalu itu, sudah disetujui sepenuhnya dalam pertemuan Komite Sentral WCC di Krete, Yunani, pada September 2012.
Dokumen itu boleh dikatakan menjadi “jantung” pekerjaan WCC, dan menjadi tonggak penting karena merupakan penegasan oikoumenis tentang misi sejak 1982. “Misi merupakan bagian integral dari kisah oikoumenis gereja-gereja, dan salah satu dari empat tujuan WCC adalah mendorong kesaksian bersama gereja-gereja,” ujar Prof. Kirsteen Kim, wakil moderator CWME, dalam konferensi pers kemarin (4/11), seperti dilaporkan Trisno S. Sutanto, wartawan satuharapan.com dari Busan.
Guru besar teologi dari Universitas Leeds Trinity itu menekankan bahwa dokumen Together Towards Life bertolak dari pemahaman teologis mengenai karya Roh Kudus (pneumatologi) yang melampaui sekat-sekat gerejawi. “Roh Kudus bekerja tidak hanya di dalam gereja,” tegas Kirsteen. “Sebagai Roh Allah sendiri, karya-Nya melampaui sekat gereja, dan bahkan agama. Itu sebabnya dalam dokumen misi ada dorongan kuat bagi kerjasama bukan saja antar-gereja, tetapi juga antar-agama di dalam memperjuangkan keadilan dan perdamaian.”
“Sebab kita hanya mengetahui kebenaran Allah sepotong saja, seperti potongan puzzle, bukan memonopoli seluruh kebenaran-Nya,” lanjut Kirsteen. “Kita tidak dapat mengklaim bahwa hanya orang Kristen yang mengetahui kebenaran Allah!”
Pandangan ini sudah pasti akan memancing kritik tajam dari kalangan gereja-gereja lain yang masih melihat paradigma misi secara tradisional, yakni perkabaran Injil kepada seluruh bangsa seperti diperintahkan Yesus dalam Matius 28. Lalu bagaimana posisi WCC sendiri?
“Matius 28 harus dibaca secara kontekstual, yakni dalam konteks Kekaisaran Romawi yang waktu itu menguasai dunia,” ujar Jooseop Keum, teolog Korea yang menjadi staf WCC. “Pada masa itu, bangsa-bangsa yang dirujuk Matius adalah kelompok marjinal, orang-orang jajahan. Kepada merekalah Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk mengabarkan Injil, yakni menjadikan mereka subyek yang merdeka.”
“Karena itu,” lanjut Jooseop Keum, “bagi saya teks Matius 28 sangat revolusioner. Yesus memerintahkan kita untuk memperjuangkan mereka yang waktu itu dimarjinalkan oleh kekaisaran Romawi. Itu pula misi kita sekarang.”
Aspek lain yang menonjol dari dokumen Together Towards Life adalah gagasan bahwa misi dewasa ini merupakan “misi dari pinggiran” yang dilakukan oleh kaum marjinal. Gagasan ini disebut Metropolitan Dr. Geevarghese Mor Coorlis, Patriakh Gereja Orthodoks Syria dari Antioch, sebagai “jantung” dokumen misi yang baru. “Allah memilih kaum marjinal, mereka yang selama ini disingkirkan oleh kekuatan dunia, untuk memberi kesaksian tentang karya-Nya,” kata Geevarghese. “Suara-suara dari pinggiran inilah yang menantang gereja-gereja sekarang untuk menghidupi karya-Nya di pinggiran kehidupan.”
Tetapi apakah misi dari kaum marjinal itu berarti bahwa gereja-gereja yang mapan dan kaya kini bisa berdiam diri, tidak perlu menyumbang uang untuk kegiatan misi? Pertanyaan nakal itu diajukan seorang wartawan Jerman yang bekerja bagi badan-badan misi di negerinya.
“Misi bukan soal uang saja,” tegas Jooseop. “Juga bukan proyek. Selama ini gereja-gereja di Utara, karena lebih kaya, lalu bisa menentukan wujud misi gereja-gereja di seluruh dunia. Dokumen baru ini menantang paradigma lama itu. Kami ingin memutuskan ketergantungan yang dibawa oleh kolonialisme yang juga mewarnai pemahaman misi.”
“Apa yang dituntut oleh dokumen baru ini adalah kesetaraan gereja-gereja di dalam melakukan misi Allah,” kata Geevarghese menimpali. “Sekarang dibutuhkan posisi yang setara dan dialogis di dalam melakukan misi. Maka pertanyaan saya, apakah gereja-gereja yang lebih kaya siap untuk setara, atau mau mempertahankan dominasi mereka?”
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...