Sidang WCC: Penyandang Cacat Bukan Sekadar Penerima
BUSAN, SATUHARAPAN.COM – Bagi Simone Poortman, advokasi untuk semua orang secara inklusif dalam pendekatan karya ekumenis adalah masalah karakter. “Anda memiliki dua kemungkinan—Anda bisa duduk di belakang jendela dan menjadi bagian dari kehidupan atau Anda dapat menonton kehidupan dan pergi,” katanya (1/11) di Sidang ke-10 WCC.
Poortman, yang tinggal di Belanda, adalah anggota pendiri Jaringan Advokasi Ekumenikal Bagi Penyadang Cacat (Ecumenical Disability Advocates Network /EDAN ), program dari Dewan Gereja Dunia (WCC).
Didirikan pada 1998 di Sidang Raya WCC di Harare, Zimbabwe, EDAN memberi advokasi untuk “penyertaan, partisipasi, dan keterlibatan aktif para penyandang cacat dalam kehidupan spiritual, sosial, dan pembangunan gereja dan masyarakat.”
“Bagi kami, sangat penting untuk mempromosikan gereja yang inklusif,” kata Poortman. “Jika gereja tidak inklusif dan tidak ada orang cacat, gereja tidak lengkap.”
EDAN bekerja pada tataran praktis dan teologis. Secara teologis, penting untuk mengetahui bahwa dalam Alkitab, Yesus menyembuhkan orang yang punya iman, cacat bukanlah tanda dari iman yang lemah.
“Mengapa saya memiliki cacat ini? Apakah saya tidak cukup percaya?” Poortman mengatakan beberapa orang memiliki pertanyaan ini.
Secara praktis, gereja harus menjadi lebih mudah diakses melalui berbagai alat, misalnya jalur yang landai dan penerjemah. Mereka juga harus memberikan kesempatan untuk menggunakan karunia mereka walau mengalami kekurangan.
"Para penyandang cacat juga memiliki bakat seperti Anda semua,” kata Poortman, menambahkan bahwa gereja sering menerima para penyandang cacat, tetapi membatasi mereka untuk sekadar menjadi hadirin dan kurang melibatkan mereka. Poortman menantang situasi ini di gerejanya sendiri ketika dia mulai memberi melayani mengedarkan kopi untuk sesama anggota—mengubah perannya dari penerima kepada pemberi.
“Orang harus terbiasa dengan fakta bahwa penyandang cacat adalah manusia juga,” katanya.
Pada Sidang Raya WCC di Harare, Poortman adalah satu-satunya delegasi penyandang cacat. Sepuluh orang penyandang cacat diundang sebagai penasihat dan agak terisolasi di tenda. Di sanalah mereka memutuskan untuk membentuk EDAN. Pada pertemuan ini, EDAN menyelenggarakan pra-sidang dan memiliki ruang pameran di Madang Hall. Melakukan persekutuan dan meningkatkan kesadaran adalah kunci.
Sebanyak 10 orang di tenda di Harare semua memiliki karakter yang sama yang seperti dikatakan Poortman, terus mendorong dirinya.
“Tidak semuanya kami setuju, tapi yang pasti ada sesuatu untuk dikatakan. Kami masih memiliki sesuatu untuk dikatakan.”(Bethany Daily)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...