Sirkus Barock Mencoba "Menjadi Matahari"
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kamis (12/4) malam concert hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY) menjadi tempat penting bagi perjalanan kelompok musik Sirkus Barock (SB). Di gedung berkapasitas 1.000 tempat duduk dan dapat menampung hingga 1.200 pengunjung kelompok musik yang berdiri tahun 1976 digawangi oleh Mochamad Djohansyah atau lebih dikenal dengan nama Sawung Jabo meluncurkan album baru "Menjadi Matahari".
Album dari nama lagu yang sama digunakan untuk nama konser tersebut. Sepuluh lagu yang belum pernah direkam, malam itu diluncurkan dalam sebuah album. Melengkapi acara peluncuran, lima kelompok musik sahabat Sirkus Barock menjadi pembuka konser yakni Garuda Samsara (Yogyakarta), Jhony Freedom (Purwokerto), Anak Angin Tabanan (Bali). Setelah jeda waktu Magrib Yon Gondrong (Bali) tampil di pelataran TBY dengan penampilan one man band memainkan mini drum set-harmonika-gitar, dan Konco Kenthel Choir (Yogyakarta) secara acapella membawakan lagu Sirkus Barock "Perjalanan Manusia".
Dengan pembukaan yang sederhana menyanyikan bersama lagu kebangsaan "Indonesia Raya" oleh seluruh pengunjung, Sirkus Barock membawakan seluruh lagu dari album terbarunya. Satu lagu pembuka dibawakan secara bersenandung menjadi pembuka konser Sirkus Barock yang agak berbeda dari biasanya. Baru pada lagu kedua "Pendar-pendar Cahaya" permainan perkusi Denny Dumbo dan drum Endy Barqah yang bertenaga sedikit menaikkan tensi konser. Pada lagu ketiga "Senandung Anak Wayang" permainan kecapi Denny kembali melambatkan tempo konser.
Warna musik R&B sedikit terasa pada lagu keempat berjudul "Untuk Temanku" dengan eksplorasi perkusi-drum-biola. Eksplorasi tersebut berlanjut pada lagu kelima yang menjadi judul album "Menjadi Matahari". Denny mengawali dengan permainan kendang disusul permainan biola Ucok Hutabarat bergantian dengan tiupan seruling Denny dan pada saat bersamaan Endy menimpalinya dengan gebukan drum. Pada lagu "Menjadi Matahari" melodi biola Ucok yang kuat diiringi dengan rapi permainan Joel Tampeng (gitar), Bagus Mazasupa (piano), dan Sinung Garjito (bass). Selain konten lirik lagu yang menarik, dengan penggarapan komposisi tersebut tidak berlebihan menjadikan lagu "Menjadi Matahari" sebagai judul album terbaru Sirkus Barock.
Tiga lagu berikutnya Jabo mengundang Susan Piper untuk naik panggung. Pada lagu "Berlari" dan "Mimpi Buruk" permainan Sirkus Barock mengingatkan pada masa-masa tahun 1990-an dimana mereka kerap memainkan lagu-lagu rock ballad dengan gebukan drum dan perkusi yang bertenaga. Sementara di lagu "Penari Jalanan" warna musik country-ballad sangat terasa.
Lagu "Camar" yang berdurasi cukup panjang dimanfaatkan seluruh anggota Sirkus Barock dalam penampilan teatrikal-dialog sederhana serta saling bercanda merespon nada maupun memainkan instrumen musisi lainnya yang dilakukan secara spontan.
Pada lagu-lagu berikutnya warna rock-ballad Sirkus Barock tersaji dalam lagu "Debu Jalanan". Joel Tampeng sempat memainkan melodi intro lagu "Indonesia Pusaka" dalam petikan solo gitar sebelum dilanjutkan dengan lagu "Badut" yang memiliki warna musik lain: progressive rock. Sirkus Barock mengakhiri konser dengan lagu "Hio".
Secara keseluruhan konser "Menjadi Matahari" menjadi penampilan Sirkus Barock yang berbeda dari konser-konser sebelumnya. Dengan format akustik, beragam warna musik justru tersaji dalam konser tersebut. Bisa dipahami, formasi Sirkus Barock saat ini diisi musisi-musisi dalam usia kematangan berkreativitas dan berkarya. Bisa dikatakan formasi Sirkus Barock saat ini lebih beragam kemampuan penguasaan instrumen serta eksplorasi pada berbagai jenis musik klasik, etnik maupun modern. Sementara Sawung Jabo tetap menjadi tokoh sentral meskipun diakuinya bahwa proses yang berlangsung didalam Sirkus Barock tidaklah dalam relasi guru-murid, senior-yunior. Semua punya peran yang setara.
"Jabo tidak pernah menggurui. Tidak pernah memberikan instruksi harus begini-begitu saat latihan bersama. Modalnya hanya kumpulan lirik lagu. Kita bareng-bareng mempelajarinya. Kerap pula saat latihan, kita memainkan lagu Sirkus Barock yang belum pernah kita dengar sebelumnya." kata drummer Sirkus Barock Endy Barqah kepada satuharapan.com, Senin (9/4).
Peran sentral tanpa menggurui inilah yang membuat Sirkus Barock tetap bisa eksis hingga usianya yang ke-42 tahun ini. Dalam setiap perjumpaan ataupun latihan bersama ruang dialog berbagai arah menjadi hal penting bagi perjalanan berkarya Sirkus Barock. Eksekusi ide dalam karya adalah nomor yang kesekian.
"Setiap latihan masing-masing dari kita sering disuruh ke depan untuk interpretasi karya yang sedang digunakan latihan atau apapun untuk penggarapan karya. Kesannya seperti dalam ruang kelas yang ada guru-murid. Tapi (sesungguhnya) yang terjadi bukanlah seperti itu. Di sini kita dituntut untuk berani berpendapat. Itu hal yang penting." jelas pemain piano Bagus Mazasupa.
Berani berpendapat menjadi poin penting bagi perjalanan Sirkus Barock mengingat kreativitas karya-karyanya tidak jauh dari fenomena kehidupan sehari-hari maupun kritik sosial. Bisa dipahami, substansi lagu harus memenuhi unsur estetis secara musikal, artistik secara penyajian tanpa menghilangkan konten lirik yang hendak disampaikan meskipun secara keseluruhan dilakukan secara sederhana, mengalir, dan cenderung apa adanya.
Formasi Sirkus Barock saat ini diisi oleh personil yang masuk pada era tahun 2000-an. Bisa jadi beberapa personil belum lahir saat SB berdiri. Meski begitu rentang waktu yang cukup jauh tidak membuat Sirkus Barock dengan warna musik rock ballad menjadi memudar. Endy Barqah (drummer), Denny Dumbo (perkusi-seruling), Joel Tampeng (gitar), kerap bereksperimen dengan musik-musik etnik/tradisional. Sinung Hanggarjito sering memadukan petikan bass dalam orkes keroncong yang bersumber dari musik Fado (Portugal) maupun warna blues yang berasal dari percampuran musik Afrika-Eropa.
Begitupun Ucok Hutabarat (biola) kerap memadukan gesekan biolanya dengan instrumen sape' dan instrumen tradisional lain di kelompoknya NOS. Yang sedikit berbeda adalah Bagus Mazasupa dengan latar belakang musik klasik dalam memainkan pianonya yang penuh aturan-aturan dalam memainkan komposisi sebuah lagu. Dengan komposisi musisi yang demikian, bagaimana Sirkus Barock bisa membangun chemistry untuk memainkan karya-karyanya?
Menyaksikan pertunjukan Sirkus Barock adalah menyaksikan sebuah orkestrasi dengan talent musisi yang menguasai instrumen dengan piawai dalam sebuah permainan yang padu. Sedikit saja kehilangan konsentrasi, dialog, dan koordinasi, yang terjadi mungkin sebuah kekacauan. Bagaimanapun, setiap musisi di Sirkus Barock adalah motor utama bagi kelompok musiknya masing-masing dengan jam terbang dan karya yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada titik inilah peran Sawung Jabo menjadi penjembatan sekaligus perekatnya.
"Menjadi Matahari", eksperimentasi menjadi diri sendiri.
Album baru Sirkus Barock berjudul "Menjadi Matahari" secara musikalitas berbeda dengan album-album sebelumnya. Ini menjadi eksperimen Sirkus Barock untuk mengangkat karya-karya lagu yang belum pernah direkam sebelumnya. Rancangan awal formasi instrument pada keseluruhan album adalah format klasik. Dengan latar belakang bermusik Sirkus Barock yang penuh warna rock ballad yang bertenaga, ini tentu bukan persoalan sederhana.
"Sawung Jabo menekankan pada kami 'akustik tapi yang berat'. Ini tentu multi interpretasi di antara kami karena Jabo tidak memberikan penjelasan tambahan tentang 'akustik tapi yang berat' itu seperti apa." jelas Bagus kepada satuharapan.com, yang sejak awal penggarapan rekaman membuat catatan detail untuk membantu memudahkan pengerjaan bagi produser "Menjadi Matahar" yang ditangani Joel Tampeng.
Meskipun musisi rock dunia sering mengakustikkan lagu-lagunya seperti Eric Clapton pada lagu "Layla", Greenday dengan lagu "Wake Me Up When September Ends", The Corrs dengan lagu "Runaway", hal yang demikian masih jarang dilakukan pada lagu-lagu rock Indonesia. Ada kesulitan lain saat memodifikasi tempo lagu rock yang cenderung cepat menjadi lambat, namun tidak sebaliknya. Lagu "Knocking on Heaven Door" dalam versi akustik saat dibawakan Bob Dylan menjadi tetap menarik saat diaransemen ulang menjadi sebuah lagu rock yang bertenaga oleh grup musik Gun's n Roses. Kendala tersebut sedikit tereduksi manakala hal tersebut dilakukan oleh musisi solo ataupun band tetap, sementara Sirkus Barock sendiri adalah sebuah komunitas musik yang cair dimana setiap anggotanya pun di luar Sirkus Barock terus bermusik dengan kelompok musiknya masing-masing.
Beruntung saat penggarapan musik, Jabo memberikan ruang keleluasaan bagi anggota Sirkus Barock yang memungkinkan untuk menuangkan gaya bermusik secara personalize namun tidak berlebihan. Belajar bersama menjadi kunci Sirkus Barock dalam berkreativitas-karya. Bagus Mazaspa misalnya yang berinisiatif mengambil kesempatan untuk mendukung di bidang asistensi dan pencatatan. Asistensi dan pencatatan dibutuhkan sebagai pendukung operator rekaman saat harus mengawal proses rekaman sampai dengan mixing.
Kepada satuharapan.com, Bagus menjelaskan salah satu bentuk catatan yang dibuat berbentuk barsheet/correcting note, catatan ini berisi lirik lagu yang dilengkapi catatan birama/bar yang memudahkan dan mempercepat operator untuk menemukan titik awal rekaman yang bersifat menambal rekaman yang ada kesalahannya di tengah-tengah atau bagian tertentu lagu. Barsheet juga menampilkan berapa jumlah bar dalam tiap fase lagu, mulai dari intro, bait, jembatan lagu/bridge, interlude, coda dan lain-lain, sehingga semua yang terlibat bisa secara detail mengetahui berapa bar motif-motif melodi dan iringan yang harus dikembangkan. Selain menghasilkan nafas melodi dan irama yang hidup dan berkesinambungan, aktivitas asistensi dan pencatatan dapat membantu proses rekaman diselesaikan lebih cepat.
Jangan membayangkan sajian lagu rock ballad ala Sirkus Barock pada album "Menjadi Matahari", sebagaimana bentuk dan gaya Sirkus Barock dengan instrumentasi serta pola backing vocal-nya yang bebas dan terkesan seenaknya sendiri. Pada album baru ini menjadi ruang eksperimen seluruh anggota Sirkus Barock untuk membuat karya lain yang bisa jadi berbeda dan keluar dari pakemnya. Sirkus Barock seolah bertransformasi dalam album terbarunya dengan rasa baru sirkus barockcoustik, meskipun warna Sirkus Barock masih kental terasa dalam lagu "Berlari", "Mimpi Buruk", dan "Pemabuk". Sekedar pembanding, Anda bisa mendengarkan lagu "Hotel California"-nya the Eagles dalam versi asli akhir tahun 1970-an, setelah itu dengarkanlah versi akustiknya yang keluar pada medio tahun 1990-an. Dan cara terbaik menikmati album "Menjadi Matahari" bisa jadi adalah nikmati saja.
Lantas, bagaimana tentang penerimaan pasar atas album terbaru Sirkus Barock yang keluar dari kebiasannya?
"Setiap karya membawa ceritanya sendiri. Setiap karya punya kisah nasibnya sendiri. Begitupun, setiap karya membawa rejekinya sendiri-sendiri." jelas Sawung Jabo saat temu media Riverside music and rehearsal space, Senin (9/4).
Ya... hidup hanya sekali, jadilah matahari, bagi diri sendiri.
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...