Sistem Kekebalan Tubuh Mempercepat Perkembangan Vaksin
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM –Teknologi baru memungkinkan ilmuwan menggunakan vaksin baru untuk memerangi penyakit menular, dan menguji keefektifan produk mereka dengan sistem kekebalan tubuh di laboratorium, tanpa menguji coba vaksin pada manusia.
Menurut para ilmuwan di Amerika Serikat dan Inggris yang terlibat dalam penelitian baru ini, mereka membangun sistem kekebalan tubuh dengan menggunakan sel manusia, melalui teknik laboratorium, dan membuat uji coba vaksin menjadi lebih cepat, lebih aman, dan lebih murah,
Teknologi ini juga memiliki potensi, digunakan untuk memproduksi antibodi massal di laboratorium, untuk melengkapi sistem kekebalan tubuh, atau melawan patogen seperti Ebola.
Teknik vaksinasi in vitro booster, dilaporkan The Journal of Experimental Medicine pada Senin (10/7), sebuah jurnal medis bergengsi yang diterbitkan oleh Rockefeller University Press. Proyek penelitian melibatkan antibodi yang diproduksi yang untuk melawan tetanus, HIV dan influenza.
Memilih Antibodi Spesifik
Ketika patogen menyerang tubuh, sistem kekebalan tubuh mengembangkan antibodi yang spesifik pada patogen tersebut. Antibodi itu menempel pada patogen dan menandainya untuk penghancuran, dan mengganggu siklus hidup patogen, atau tidak melakukan apapun.
Penelitian sebelumnya, ketika para ilmuwan mencoba mendapatkan sel kekebalan di laboratorium untuk menghasilkan antibodi, sel akan melakukannya tanpa pandang bulu, dan menghasilkan segala jenis antibodi, tidak hanya yang terkait. Namun kini para ilmuwan bisa mendapatkan antibodi yang mereka inginkan, dengan menggunakan nanopartikel yang menghubungkan antigen, bagian aktif dari vaksin, dengan molekul yang merangsang sistem kekebalan tubuh.
"Kami dapat membuat sel ini sangat cepat secara in vitro dalam cawan petri, untuk menghasilkan sel antibodi," kata Facundo Batista, seorang penulis utama dari laporan tersebut.
"Ini sangat penting, karena sampai sekarang satu-satunya cara yang dilakukan adalah melalui vaksinasi,”katanya.
Batista, adalah satu dari sejumlah ilmuwan yang terlibat dalam penelitian ini. Ia ilmuwan dari Ragon Institute, yang didirikan di Boston oleh para ahli dari Massachusetts General Hospital, Universitas Harvard dan Institut Teknologi Massachusetts, dengan tujuan bekerja menuju pengembangan vaksin yang efektif melawan HIV/AIDS. Ilmuwan lain yang berkontribusi pada laporan baru tersebut berasal dari Francis Crick Institute di London dan institusi lainnya.
Teknik laboratorium yang baru ini, akan menghemat waktu dan uang.
Penelitian sebelumnya, melalui proses yang panjang yakni setelah melalui perencanaan, pendanaan, dan memperoleh persetujuan untuk percobaan vaksin pada manusia. "Anda berbicara paling tidak sekitar tiga tahun dalam skenario terbaik, jika Anda memiliki produk yang sangat menjanjikan," kata Matthew Laurens, profesor pediatri dan kedokteran di Universitas Maryland yang tidak terkait dengan penelitian ini.
Namun, proses panjang tersebut, kini akan dipersingkat hingga hitungan bulan. Hal ini dapat mengurangi, uji coba yang panjang dan mahal, dan subjek suka rela yang terkena vaksin yang berpotensi berbahaya berkurang.
Kemudahan untuk menguji vaksin baru juga, akan memungkinkan ilmuwan lebih memahami bagaimana vaksin bekerja. Dengan pemahaman yang lebih baik, mereka mungkin dapat mengembangkan vaksin yang lebih canggih yang dapat efektif melawan lebih banyak patogen yang berbeda, akibat variasi genetik. Ini akan menjadi penting dalam memerangi patogen yang berkembang pesat seperti HIV, virus penyebab AIDS.
Di luar pengujian vaksin, penemuan sistem kekebalan di laboratorium, dapat meningkatkan metode untuk memproduksi antibodi secara massal. Para ilmuwan telah mencoba untuk mengidentifikasi antibodi yang dapat menyerang semua strain virus Ebola. Teknologi baru ini akan meningkatkan peluang mereka untuk mengembangkan terapi yang efektif.
Laurens, yang mempelajari pengembangan vaksin malaria di Maryland, menyebut penelitian ini menarik.
"Ini akan memungkinkan calon vaksin untuk diuji sangat dini dan sangat cepat, dan melaporkan hasilnya, kemudian akan memajukan calon vaksin baru atau bahkan memberitahu ilmuwan lain agar mencari kandidat vaksin lainnya." (voanews.com)
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...