Loading...
SAINS
Penulis: Kartika Virgianti 09:00 WIB | Rabu, 30 April 2014

Sistem Pendidikan Era SBY-Boediono Dapat Raport Merah

(ki-ka) Dewan Pertimbangan FSGI serta pemerhati pendidikan, Doni Koesoema A.; Ketua Dewan Pengurus YCG, Henny Supolo Sitepu; Presidium FSGI, Guntur Ismail; Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listiyarti. (Foto: Kartika Virgianti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menganggap Ujian Nasional (UN) dan Yayasan Cahaya Guru (YCG) memotret enam hal yang menjadi catatan kemunduran sistem pendidikan Indonesia di rezim SBY-Boediono.

‘Catatan Lima Tahun Pendidikan Era SBY-Boediono’, demikian hasil kajian mereka yang disampaikan kepada pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Selasa (29/4).   

Dua periode kepemimpinan SBY-Boediono, selama 10 tahun tidak meninggalkan warisan yang berharga di sektor pendidikan, melainkan hanya mampu memberikan kita dua Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), dan dua kali pergantian kurikulum, serta segudang kebijakan pendidikan yang hanya berorientasi kepada proyek.

Sementara ada begitu banyak anak-anak bangsa yang terus menorehkan prestasi di dunia internasional. Namun sekali lagi, sangat disayangkan prestasi tersebut bukanlah tolak ukur keberhasilan dari kualitas sistem pendidikan kita.

Enam catatan tersebut antara lain penolakan Ujian Nasional (UN),  implementasi kurikulum 2013, upaya penghilangan kebebasan berorganisasi bagi guru, kekerasan dalam pendidikan, lunturnya keragaman di sekolah-sekolah negeri, dan korupsi pendidikan.

UN Melanggar Hukum

Sekretaris Jenderal FSGI, Retno Listiyarti mengatakan bahwa UN telah dinyatakan melanggar hukum berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Pemerintah (SBY-Budiono) sebagai pihak tergugat telah dinyatakan kalah dan lalai terhadap hak-hak anak. Namun pemerintah tetap bersikeras melaksanakan UN.

“Pelanggaran yang marak terjadi pada UN tahun ini yaitu pembelian kunci jawaban, yang tahun lalu seharga Rp 8 juta, tahun ini menjadi Rp 14 juta. Kepala sekolah yang mengambil soal di rayonnya masing-masing, juga diberikan kunci jawaban yang kemudian dibagikan ke murid-muridnya,” beber Retno.

Masalah teknis juga masih ditemukan seperti kualitas lembar jawaban yang jelek, kekurangan soal, amplop soal terbuka, soal yang tercampur dengan mata pelajaran lain, pelanggaran tata tertib pengawas, sampai keterlambatan dalam pembiayaan penyelenggaraan UN yang baru diberikan seminggu setelah UN.

Kurikulum 2013, Bentuk Arogansi Pemerintah

Dewan Pertimbangan FSGI serta pemerhati pendidikan, Doni Koesoema mengatakan kurikulum 2013 sejak awal kemunculannya sudah melahirkan perdebatan dan polemik di kalangan akademisi dan praktisi pendidikan. Sayangnya masukkan tersebut tidak mendapatkan tanggapan dari pemerintah.

“Sikap ketidakpedulian terhadap suara masyarakat menunjukkan bahwa pemerintahan SBY-Budiono lebih mengedepankan arogansi kekuasaan daripada dialog yang demokratis. Kurikulum 2013 telah mengorbankan guru, siswa, dan sekolah sebagai kelinci percobaan dari konsep kurikulum yang keunggulannya belum pernah teruji di manapun,” tutur Doni.

Terlebih, pergantian kurikulum begitu mendadak, tanpa dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya dari segi konsep dasar, isi materi dalam kurikulum, buku-buku, pelatihan guru, sistem evaluasi, dan dampak perubahan kurikulum bagi para guru.

Upaya Pemberangusan Organisasi Guru

Presidium FSGI, Guntur Ismail terkait dengan revisi Peraturan pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008, ia menduga adanya upaya pemerintah menghilangkan kebebasan berorganisasi bagi guru. Terlebih, revisi tersebut jika sampai diloloskan akan menghilangkan organisasi guru di luar Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI).

FSGI, Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), Ikatan Guru Indonesia (IGI), seperti dikatakan Guntur menduga bahwa Kemendikbud berada dalam suatu kepentingan tertentu, jika sampai meloloskan revisi peraturan tersebut.

Hal tersebut melanggar terhadap apa yang diamanatkan dalam Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 14 butir (h) yang menyatakan bahwa guru memiliki kebebasan berserikat dalam organisasi profesi guru. Pasal ini juga sekaligus menunjukkan bahwa organisasi guru tidak tunggal.

“Makin banyak organisasi guru itu ada di Indonesia, makin besar peluang guru itu terlindungi. ” kata Guntur.

Kekerasan dalam Pendidikan

Hasil dari bobroknya sistem pendidikan kita terlihat dari banyaknya nyawa anak didik yang sia-sia, karena menjadi korban kasus kekerasan fisil, psikis, seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, berupa tawuran pelajar dan mahasiswa, kekerasan yang dilakukan oleh guru, karyawan kepada anak didiknya, bahkan kekerasan yang dilakukan antar sesama siswa/mahasiswa.  

“Kasus kejahatan seksual di Jakarta International School (JIS), meninggalnya seorang taruna di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Dimas Dikita Handoko (19), adalah fakta terbaru bahwa kekerasan dalam pendidikan senantiasa mengancam masa depan bahkan kehidupan anak bangsa,” kata Doni.

Lunturnya Budaya Keragaman di Sekolah

Ketua Dewan Pengurus YCG, Henny Supolo Sitepu mengatakan adanya kecenderungan kegiatan sekolah dilakukan berdasarkan pada ketentuan pada agama mayoritas, misalnya ada kegiatan tadarusan sebelum pelajaran dimulai, doa-doa dalam agama mayoritas, dan ketentuan seragam.

Hal tersebut menurut Henny merupakan kurikulum tersembunyi dari Kemendikbud, berupa pembiaran terhadap perilaku kekerasan atas nama agama. Kebanyakan terjadi di sekolah-sekolah negeri, yang seharusnya menjadi role model dalam merepresentasikan keberagaman atau bhineka tunggal ika, karena sekolah negeri di Indonesia terdapat sekitar 84 persen.

“Kurikulum tersembunyi Kemendikbud merupakan persetujuan terhadap seluruh kegiatan yang merugikan perspektif keberagaman. Itu juga bukti ketidakpedulian terhadap nasib bangsa,” simpul Henny.

Korupsi Pendidikan

Tidak adanya penegakkan hukum di tubuh Kemendikbud, menjelaskan kualitas pendidikan Indonesia yang senantiasa diwarnai korupsi. Pasalnya, pada UN 2013 lalu Inspektorat Jenderal Kemendikbud menemukan dugaan korupsi saat terjadi ketrlambatan percetakan soal UN di 11 provinsi.

Kemudian inspektorat merekomendasikan ada tiga pejabat Kemendikbud untuk dicopot. Namun pencopotan itu tidak pernah dilaksanakan, sebagaimana disampaikan Retno.

Korupsi juga terjadi pada penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di berbagai sekolah. Selain itu juga terjadi pada Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Kartu Jakarta Pintar (KJP) di DKI, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dan lain-lain.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home