SMRC: 77 Persen Warga Khawatir Tertular COVID Saat Pilkada
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan mayoritas warga atau sekitar 77 persen merasa khawatir tertular Covid-19, jika pilkada serentak tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020.
Direktur Riset SMRC, Deni Irvani mengatakan sebagian besar warga berharap pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tetap digelar pada 9 Desember 2020, tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Hasil survei SMRC menunjukkan 64 persen warga setuju dengan opsi tersebut, semata-mata karena ingin kepala daerah memiliki mandat dari rakyat. Sedangkan 28 persen lainnya menilai pilkada serentak sebaiknya ditunda hingga virus corona terkendali dan kepala daerah ditunjuk oleh pemerintah.
Kendati demikian, sekitar 77 persen warga merasa khawatir tertular Covid-19 jika pilkada tetap digelar pada 9 Desember.
Hasil survei juga menunjukkan sekitar 79 persen warga sudah mengetahui bahwa pilkada serentak akan digelar pada 9 Desember 2020 di sekitar 270 kabupaten/kota dan provinsi. Dari yang tahu, 92 persen mengatakan akan ikut memilih.
"Namun demikian, berdasarkan pengalaman selama ini proporsi warga yang benar-benar datang ke TPS pada hari-H biasanya jauh lebih rendah. Pengalaman pada 2009-2019 yang lalu yang mengaku akan ikut memilih dalam pemilu (95-99 persen -red). Tapi kenyataannya hanya sekitar 74 persen," tambahnya.
Kendati demikian, harapan penerapan protokol kesehatan yang ketat tersebut tidak sejalan dengan tingkat kepedulian warga terhadap protokol kesehatan.
Hal ini terlihat dari daya yang menunjukkan hanya 43 persen warga yang menyatakan selalu menggunakan masker saat keluar rumah, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Responden pada umumnya beraktivitas di luar rumah beberapa hari dalam sepekan, baik untuk bekerja ataupun beribadah.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan akan mempelajari hasil survei SMRC sebagai masukan dalam pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Namun, ia meyakinkan KPU telah membuat aturan pelaksanaan pilkada serentak dengan protokol kesehatan secara ketat.
"Kalau semua pihak, penyelenggara, peserta maupun pemilih mematuhi protokol kesehatan. Sebetulnya tidak perlu ada yang dikhawatirkan akan ada penyebaran Covid-19 pada saat kegiatan pemilihan," jelas Arief Budiman.
Arief menuturkan tingkat partisipasi pemilih dalam pilkada serentak terus meningkat dari kisaran 63 persen pada 2015 menjadi sekitar 72 persen pada 2018. Selain itu, partisipasi pemilih pada pemilihan presiden 2019 juga melebihi target yakni 81 persen.
Ia meyakini tingkat pengetahuan orang terhadap pilkada serentak akan terus membaik setelah survei SMRC periode 18-21 November 2020. Sebab, kegiatan pilkada dan sosialisasi juga terus meningkat menjelang pemungutan suara.
Sementara Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, meminta KPU untuk memastikan kerja sama dengan otoritas lain dalam pelaksanaan protokol kesehatan saat pemungutan suara.
Ia beralasan kerumunan orang selama tahapan pilkada justru terjadi di luar lingkungan KPU. Karena itu, KPU bersama pemerintah daerah, Satgas Covid-19, dan aparat keamanan harus memastikan kerumunan-kerumunan yang akan muncul sebagai dampak pencoblosan. Mulai dari sebelum pencoblosan hingga selesai penghitungan suara.
"Ketika mereka kembali setelah memilih, belum tentu mereka kembali ke rumah. Apakah mengobrol terlebih dahulu, pergi ke mal, berkumpul acara keluarga. Apalagi hari libur nasional," tutur Titi Anggraini.
Titi berpendapat partisipasi pemilih nantinya juga akan dipengaruhi kemampuan negara dalam mengendalikan virus corona. Sebab, kata dia, orang akan makin takut datang ke TPS, jika jumlah penambahan kasus positif virus corona semakin banyak. Semisal peningkatan kasus yang mencapai ribuan kasus dalam beberapa hari terakhir. (VOA)
Beijing Buka Dua Mausoleum Kaisar Dinasti Ming untuk Umum
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Dua mausoleum kaisar di Beijing baru-baru ini dibuka untuk umum, sehingga...