Soal Crimea, Ukraina Tak Mau Ikuti Skenario Rusia
KIEV, SATUHARAPAN.COM - Ukraina menolak untuk mengikuti "skenario yang ditulis oleh Kremlin." Namun tidak akan melakukan intervensi militer di Crimea, kata penjabat presiden, Oleksandr Turchynov, kepada AFP, hari Rabu (12/3) dalam sebuah wawancara eksklusif, tentang kondisi negaranya yang tenggelam lebih dalam ke dalam krisis.
Sementara itu, Parlemen Crimea telah menyatakan kemerdekaan bagi wilayah otonomi Ukraina yang juga lokasi pangkalan angkatan laut Rusia itu. Crimea merupakan semenanjung di Laut Hitam, dan pada hari Minggu (16/2) akan mengadakan referendum untuk pemisahan dari Ukraina. Sebelumnya, wilayah dengan penduduk mayoritas etnis Rusia itu menolak pemerentah baru yang menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych yang didukung Rusia.
Crimea yang strategis di semenanjung Laut Hitam mengancam memisahkan diri dari Ukraina, namun penguasa Kiev, Turchynov mengatakan tidak akan melancarkan operasi militer di wilayah tenggara itu. Pasukan setempat dengan dukungan pasukan Rusia secara de facto menguasai wilayah itu, dan merupakan perbatasan penting ke timur.
Presiden Turchynov memegang kekuasaan mulai bulan lalu setelah protes dengan kekerasan menumbangkan pemerintahan pro Moskow. Pemerintah ini juga menolak referendum di Crimea sebagai "kepalsuan" di mana hasilnya akan tetap di tangan Moskow.
"Kita tidak bisa melancarkan operasi militer di Crimea. Hal itu akan membuka perbatasan timur (dekat dengan Rusia) dan Ukraina tidak akan terlindungi," kata Turchynov. Hal itu telah memicu krisis Timur-Barat yang terburuk sejak Perang Dingin, dan terus meningkat dalam pekan terakhir.
"Unit tank yang signifikan yang berada di dekat perbatasan timur Ukraina," kata dia menambahkan, mengacu pada pasukan Rusia.
"Mereka (Rusia) memprovokasi kita agar untuk memiliki alasan untuk ikut campur tangan di daratan Ukraina ... (tapi) kita tidak bisa mengikuti skenario yang ditulis oleh Kremlin," kata dia.
Ketegangan telah menyebabkan protes massa di bagian selatan dan timur Ukraina, wilayah yang sebagian besar penduduknya berbahasa Rusia. Mereka berunjuk rasa menyerbu gedung-gedung pemerintah daerah di kota Donetsk dan Lugansk.
Sementara itu, untuk menghindar serangan yang terjadi di Crimea, Ukraina akan Turchynov bersikeras "tidak secara aktif menghadapi agresi yang terus berlanjut itu".
"Mereka (Rusia) dapat menyerang unit militer kami di Crimea, menyebarkan agresi mereka di wilayah itu. Tentara akan bereaksi," kata dia bersumpah.
Made in Kremlin
Crimea akan mengadakan referendum pada hari Minggu (16/3) untuk bergabung dengan Rusia. Pada hari Selasa, pihak berwenang Crimea pro Moskow mengambil langkah lebih lanjut dengan pemungutan suara untuk kemerdekaan penuh Crimea dari Ukraina.
Namun Turchynov menilai referendum pemisahan pada hari Minggu sebagai tipuan."Ini tipuan, sebagian besar orang Crimea akan memboikot provokasi ini. Apa yang mereka sebut referendum tidak akan terjadi di Crimea, tetapi di kantor Kremlin," kata dia.
"Pasukan Rusia tidak berniat untuk mengadakan referendum, mereka hanya akan memalsukan hasil," kata dia menambahkan. "Tidak ada negara beradab akan mengakui hasil itu."
Referendum akan diselenggarakan oleh pemimpin Crimea yang diangkat, yang tidak diakui oleh pemerintah Kiev yang pro Eropa. Sebaliknya, Turchynov tidak diakui oleh Moskow, yang masih melihat Yanukovych sebagai presiden sah Ukraina.
Kekuatan dunia telah berulang kali menyerukan Moskow dan Kiev untuk bersama-sama mencari solusi atas krisis yang meningkat di Crimea. Namun Turchynov mengatakan bahwa para pemimpin Rusia yang menolak dialog dengan rekan-rekan mereka dari Ukraina.
"Sayangnya, untuk saat ini Rusia menolak solusi diplomatik dalam (mengatasi) konflik," kata dia kepada AFP.
"Mereka menolak semua kontak di kementerian luar negeri dan tingkat tinggi pemerintah," kata dia menambahkan. Sementara negara-negara Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Jerman, terus mendorong untuk pembentukan kelompok kontak mencegah meletusnya perang.
Mengandalkan Barat
Perdana Menteri pemerintah sementara Ukraina, Arseniy Yatsenyuk, bertemu Presiden AS, Barack Obama, di Washington pada hari Rabu. Turchynov mengatakan bahwa Kiev mengandalkan bantuan Barat "untuk menghentikan agresi Rusia".
Rusia, yang menjamin keamanan Ukraina dalam kesepakatan bersama tahun 1994 di mana Inggris dan Amerika Serikat dengan imbalan Kiev menyerah senjata nuklirnya. Namun sekarang "bertindak seperti agresor, dan bukannya memenuhi tugasnya,” kata Turchynov.
"AS dan Uni Eropa harus memaksa Rusia untuk menghentikan agresi militer dan provokasi melawan Ukraina," kata dia.
Dia juga membantah klaim juru bicara Rusia di Ukraina bahwa m,ereka mengalami “kegilaan” diskriminasi. Presiden Rusia, Vladimir Putin, membenarkan serangan Moskow ke Crimea sebagai kebutuhan untuk melindungi "penduduk yang berbahasa Rusia " yang merupakan mayoritas di sana.
Turchynov berbicara kepada AFP setelah pertemuan dewan keamanan dan pertahanan nasional di Kiev. Dia memegang mandat singkat untuk menyelenggarakan pemilihan presiden Ukraina yang dijadwalkan pada 25 Mei, dan dia akan maju sebagai kandidat.
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...