Sosialisasi Biennale Jogja XV - 2019
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Biennale Jogja (BJ) tahun 2019 memasuki penyelenggaraan yang kelima belas. Biennale Jogja XV yang merupakan seri Equator yang kelima mengambil tema seputar Indonesia dan Asia Tenggara.
Sosialisasi Biennale Jogja XV-Equator #5 2019 diselenggarakan di Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta, Senin (11/3) siang menghadirkan narasumber tiga kurator Biennale Jogja XV yakni Arham Rahman, Akiq AW, dan Penwadee Nophaket Manont (Thailand).
Biennale Jogja XV merupakan seri Equator (Biennale Equator), serangkaian pameran dengan agenda jangka panjang yang akan berlangsung sampai dengan tahun 2022. Biennale Jogja Equator mematok batasan geografis tertentu sebagai wilayah kerjanya, yakni kawasan yang terentang di antara 23.27° LU dan 23.27° LS.
Dalam setiap penyelenggaraannya Biennale Jogja seri Equator bekerja dengan satu, atau lebih, negara, atau kawasan, sebagai ‘rekanan’, dengan mengundang seniman-seniman dari negara-negara yang berada di wilayah tersebut untuk bekerja sama, berkarya, berpameran, bertemu, dan berdialog dengan seniman-seniman, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi seni dan budaya Indonesia di Yogyakarta.
Seniman negara terlibat dalam BJ seri "Equator" adalah India (Biennale Jogja XI 2011), Negara-negara Arab (Biennale Jogja XII 2013), Negara-negara di benua Afrika (Biennale Jogja XIII 2015), Negara-negara di Amerika Latin (Biennale Jogja XIV 2017), Negara-negara di Kepulauan Pasifik dan Australia, termasuk Indonesia sebagai Nusantara (Biennale Jogja XV 2019) – karena kekhasan cakupan wilayah ini, BJ XV dapat disebut sebagai ‘Biennale Laut’ (Ocean Biennale), Negara-negara di Asia Tenggara (Biennale Jogja XVI 2021).
Dalam perjalanannya, Indonesia dan Negara-negara Asia Tenggara yang sebelumnya direncanakan menjadi Biennale Jogja XVI 2021, dipilih menjadi narasi dalam penyelenggaraan Biennale Jogja XV Equator #5 - 2019.
Sekretaris Yayasan Biennale Yogyakarta Rismiliana Wijayanti dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com Senin (11/3), menjelaskan pemilihan Indonesia dan Asia Tenggara dalam BJ XV-2019 didasarkan bahwa dalam beberapa kali pertemuan tim Yayasan Biennale Yogyakarta bersama ahli kawasan, ada kesadaran untuk melihat kembali keterhubungan antar rumpun bangsa dan sejarah terpinggir berkaitan dengan masyarakat Asia Tenggara; kompleksitas antara Sejarah jalan sutra, Indo-China, Dinamika Melayu, Religiusitas dan konflik sosial horizontal, situasi kolonialisme dan pasca-kolonial, dan sebagainya.
Dengan melihat Asia Tenggara sebagai cara pandang dan metode atas praktik keseharian masyarakat kontemporer yang kompleks inilah, gagasan tentang khatulistiwa menjadi relevan untuk diposisikan sebagai ruh bagi pembacaan atas situasi geopolitis di sini. Selama ini Asia Tenggara lebih dilihat sebagai konsep regional dalam konstelasi politik global, yang setelah pasca Perang terutama dilihat dalam kerangka negara bangsa, dan, kiranya, hal inilah yang sering menjadi penyebab dari pembacaan yang nyaris terberi dan stereotipikal.
Dalam praktik seni kontemporer, kawasan Asia Tenggara sering dibaca sebagai bagian dari politik identitas berbasis kawasan sebagaimana Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tengah (kawasan baru yang muncul setelah bubarnya Soviet). Dalam satu dekade terakhir, politik kawasan seperti ini tidak saja berupaya untuk mengembangkan satu jejaring kerja dan posisi politik tertentu dalam peta seni global yang lebih luas, tetapi juga menjadi bagian dari kooptasi pasar seni yang kerap menggunakan jargon-jargon seperti “target pasar baru” sebagai strategi pemasaran. Pembacaan-pembacaan yang sifatnya lebih luas, di luar soal pasar seni, masih belum banyak terdistribusi dalam wacana seni global. Praktik yang hibrid dengan pengaruh sejarah, tradisi, dan estetika yang muncul dari nenek moyang, dikombinasikan dengan kompleksitas sosial politik pasca perang dan pasca kolonial, semua menjadi bahan yang sangat menarik untuk dimunculkan sebagai perayaan bersama.
Peserta BJ XV Equator #5 - 2019 disaring melalui penawaran terbuka (open call) dengan mengajukan proposal pada tim Yayasan Biennale Yogyakarta yang sudah dibuka pada bulan Maret ini dan akan ditutup pada 10 April 2019.
Peserta dari Indonesia mendapat kuota terbanyak, sebanyak 30 orang yang berasal antara lain dari Yogyakarta, Bali, Aceh, Pontianak dan Sulawesi Barat. Sementara kuota dari negara lain berturut-turut lima dari Thailand, lima dari Malaysia, empat dari Vietnam, dan negara selebihnya masing-masing dua peserta.
Biennale Jogja XV-Equator #5 rencananya akan berlangsung di Taman Budaya Yogyakarta dan Jogja National Museum pada 20 Oktober – 30 November 2019. Selain pameran seni sebagai sebagai agenda utama, akan diselenggarakan juga Residensi Kelana dan Pameran Pra Biennale Generasi 3.0.
Informasi seputar Biennale Jogja XV Equator#5 bisa diperoleh pada sekretariat panitia Kantor Yayasan Biennale Yogyakarta ~ Taman Budaya Yogyakarta, Jl. Sriwedani No. 1 Yogyakarta Telp. (0274) 587712, website:http://biennalejogja.org/2017
Editor : Melki Pangaribuan
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...