Sosiolog Indonesia Gagas Sinergi Hadapi MEA di UMM
MALANG, SATUHARAPAN.COM - Dua puluh pakar sosiologi Indonesia menghadiri pertemuan Asosiasi Program Studi Sosiologi Indonesia Indonesia (APSSI) yang berlangsung di Ruang Sidang Senat Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), pada 4 Februari lalu. Para sosiolog berdiskusi dengan tema “Pemikiran Sosiolog-Sosiolog Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di Jawa Timur”.
Masing-masing pakar mempresentasikan riset terkait perspektif sosiologi MEA. Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Drs Purwanto SU Mphil, seperti dikutip umm.ac.id, mengatakan, salah satu persoalan substansi MEA yaitu ideologinya yang berorientasi pada keuntungan. Terlebih, menurutnya Indonesia dipandang sebagai pasar potensial, bukan produsen potensial.
Sementara itu, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMM Dr Tri Sulistyaningsih MSi melalui risetnya tentang Ekonomi Kreatif, menegaskan perlunya peran usaha mikro kecil menengah (UMKM) dalam mendorong terciptanya daya saing. Bagi Tri, kreativitas UMKM perlu didorong agar menjadi pioner bagi Jawa Timur. “Tugas sosiolog tak hanya kerja teoretis, tapi juga praktis dalam memberikan dorongan dan energi positif pada UMKM agar memiliki daya saing,” dia memaparkan.
Berkaitan dengan itu, guru besar Universitas Airlangga, Prof Dr Emy Susianto MA, berusaha memperjuangkan perempuan yang selama ini dinilai berkontribusi di industri mikro. Menurut Emy, MEA akan bermuara pada perkembangan ekonomi. Selaras dengan itu, perempuan selama ini memiliki kontribusi aktif bagi peningkatan ekonomi negara melalui industri rumahan yang mereka ciptakan. Sayangnya, selama ini industri tersebut masih dinilai rentan dan rawan karena belum ada hukum yang melindungi.
Emy berharap sosiolog mampu menjembatani melalui sumbangsih pemikiran pada pemerintah untuk membuat perlindungan hukum bagi para perempuan yang bergerak aktif di industri informal.
Dekan FISIP UMM, Dr Asep Nurjaman Msi, juga menyoroti perempuan yang selama ini menjadi kekuatan ekonomi di Indonesia. Tidak bergantung pada perubahan kebijakan makro, pun perempuan tetap eksis walaupun di masa krisis.
Karena itu, sosiolog perlu memperhatikan potensi industri rumahan berbasis gender itu. Pemerintah diharapkan dapat memberikan kesadaran tentang pentingnya perempuan terkait peranan mereka dalam menghadapi ekonomi global. “Bisa dengan sosialisasi peningkatan kemampuan perempuan untuk memperkokoh posisi mereka di area ekonomi,” dia menjelaskan.
Asep melanjutkan, sebagai tuan rumah, FISIP UMM terutama prodi Sosiologi, dapat menjadi perantara untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran sosiolog dalam menyongsong MEA. Ia berharap, hasil dari diskusi ini dapat memberi pencerahan kepada pemerintah untuk menghadapi MEA dengan membangkitkan potensi gender dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (umm.ac.id)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...