Sosok Kartini di Benak Menteri Susi Pudjiastuti
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gambaran diri pelopor kebangkitan perempuan pribumi, Raden Adjeng Kartini di benak Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti nampaknya telah menjadi sosok yang sangat inspiratif. Semangat Kartini yang dibawa lebih dari 100 tahun lalu di Bumi Nusantara menurut Susi hingga saat ini masih menyala dan berkobar.
Baginya, penulis surat-surat emansipasi yang kemudian diterjemahkan oleh sastrawan angkatan Pujangga Baru, Armijn Pane menjadi buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang pada 1922 ini telah mengubah cara pandang masyarakat terhadap perempuan yang sebelumnya dianggap terbelakang.
“Selamat hari Kartini, semoga semangat kemandirian dan kemajuan yang didengungkan kartini berapa tahun lalu itu masih menyala di kamu punya hati dan pikrian kita,” ujar Susi saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (21/4) siang.
Tak hanya ingin sendiri memaknai 21 April sebagai hari kebangkitan perempuan pribumi, Susi pun mengajak seluruh perempuan Indonesia meresapi semangat yang didengungkan Kartini.
Selain itu melalui media, Susi berharap semangat Kartini juga merasuk di diri para wartawati agar mereka dapat mengolah tulisan menjadi bacaan yang edukatif.
“Kalian (wartawati) juga tulisannya harus kenceng karena media dijadikan alat untuk memberi pencerahan untuk memperbaiki. Kartini sudah memulai berapa tahun yang lalu dan kita mesti terus-menerus menjaga,” ujar menteri yang gemar mengenakan kebaya dan rambut bersanggul itu.
Sembari melangkah meninggalkan Balai Kota, Susi yang didampingi Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menepuk pundak-pundak wartawati sambil mengucapkan "Selamat Hari Kartini, ya."
Tersemat melati di sanggul dan selendang biru cerah di pundaknya, rupanya Susi tak hanya meneladani Kartini dari semangat juangnya, tetapi juga meneladan caranya mematutkan diri dalam riasan tradisional yang anggun.
Surat Kartini
Seperti dikutip laman Wikipedia, pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin perempuan memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Kartini meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun. Ia dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...