SPSI Minta Pemerintah Beri Kepastian Freeport
TIMIKA, SATUHARAPAN.COM – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Mimika, Papua meminta pemerintah bijaksana dalam memberikan kepastian perpanjangan kontrak pertambangan PT Freeport Indonesia.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (DPC KEP) SPSI Kabupaten Mimika Virgo Solossa Timika, hari Jumat (11/12) mengatakan isu perpanjangan kontrak pertambangan PT Freeport di Papua kini menjadi sarana bagi para politisi untuk menekan pemerintah.
Jika pemerintah tidak bijaksana menyikapi hal itu, katanya, hal ini akan berdampak buruk bagi perekonomian Papua, bahkan bagi stabilitas politik di kawasan itu.
"Kami melihat soal status perpanjangan kontrak PT Freeport murni dari sisi ekonomi karena terdapat lebih dari 30.000 pekerja dan lebih dari 90.000 keluarga mereka yang menggantungkan nasib di Freeport secara langsung. Itu belum termasuk kelangsungan program kesehatan, pendidikan dan ekonomi warga asli yang dibiayai oleh LPMAK, penerimaan daerah Mimika dan Papua yang sangat bergantung pada Freeport dan lainnya," jelas Virgo.
Ia menegaskan keberadaan perusahaan tambang Freeport di Papua, khususnya di Mimika sangat penting bagi keberlangsungan masa depan masyarakat dan pemerintah daerah di wilayah itu.
Virgo tidak bisa membayangkan apa jadinya Kabupaten Mimika dan Papua jika Freeport berhenti beroperasi lantaran pemerintah pusat di Jakarta tidak lagi memberikan perpanjangan kontrak.
"Kami yakin Presiden Joko Widodo menyadari betul hal ini, namun para politisi Jakarta bermain-main dengan isu ini untuk menekan pemerintah. Sudahlah, para politisi Jakarta berhenti untuk mempolitisasi status perpanjangan kontrak Freeport karena bukan mereka yang nanti merasakan dampaknya, tetapi kami masyarakat Papua," kata Virgo.
SPSI juga mengajak semua pihak di Papua baik Majelis Rakyat Papua, DPR Papua, Bupati dan DPRD Mimika untuk mendukung langkah yang ditempuh Gubernur Papua Lukas Enembe.
Gubernur Papua Lukas Enembe beberapa waktu lalu menegaskan bahwa perpanjangan kontrak PT Freeport harus diarahkan untuk membangun Papua yang jauh lebih baik lagi.
"Kalau ada politisi yang mengatakan bahwa Freeport sudah lebih dari 40 tahun ada di Papua tapi masyarakat Papua tetap miskin, kami balik bertanya apakah kalau Freeport tidak pernah ada di Papua maka pemerintah bisa membangun rakyat Papua jauh lebih baik dari kondisi sekarang ini," tanya Virgo.
Melihat polemik soal status perpanjangan kontrak Freeport yang semakin dipolitisasi oleh banyak kalangan, Virgo khawatir kebijakan izin mengeksport biji mineral yang mengandung tembaga, perak dan emas PT Freeport yang akan berakhir pada Januari 2016 bakal semakin dipersulit.
Kalau sampai izin tersebut tidak lagi diperpanjang oleh pemerintah maka sudah pasti Freeport akan mengambil langkah efisiensi.
Sebelum kondisi itu terjadi, katanya, SPSI Mimika akan menggalang dukungan seluruh penerima manfaat dan lembaga-lembaga terkait untuk melakukan aksi besar-besaran di Timika.
Pemerintah melalui Menteri ESDM Sudirman Said beberapa waktu lalu memberikan izin kepada PT Freeport untuk melakukan ekspor bijih tembaga, perak dan emas ke luar negeri lantaran industri smelter di Gresik, Jawa Timur hanya mampu menampung 40 persen dari total produksi Freeport.
Hingga kini PT Freeport bekerja sama dengan perusahaan Mitsubishi dari Jepang sedang mengembangkan kapasitas industri smelter di Gresik sehingga nantinya industri tersebut mampu menampung sekitar 2 juta ton pengolahan biji tembaga, perak dan emas yang dihasilkan dari tambang Freeport di Papua per tahun. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...