Sri Maryanto Gelar Pameran Seni Grafis Lithografi "Sungai"
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mengambil tema "Sungai" seniman grafis yang menggeluti seni lithografie Sri Maryanto akan menggelar karyanya di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto No. 2 Yogyakarta, 13-21 Mei 2017.
Pameran seni rupa "Sungai" memajang karya-karya seni grafis lithografi terbaru karya Sri Maryanto yang dikerjakan di Studio Kampus Akademie der Bildenden Kunste (AdBK) Munchen, Jerman, sejak tahun 2012. Ingatan masa kecil Maryanto tentang sungai menjadi tema sentral pada pameran tunggal lithografienya yang kedua ini.
Sri Maryanto adalah pemenang ketiga Indonesian Graphic Art Triennial tahun 2003.
"Seni grafis lithografi (stone lithography) tidak banyak berkembang di Indonesia. Kendala material batu sebagai media cetak yang tidak ditemukan di Indonesia membuat seni cetak yang cukup tua ini hanya bisa dipelajari secara teori oleh seniman/perupa Indonesia," kata perupa grafis Syahrizal Pahlevi kepada satuharapan.com Sabtu (13/5).
Lebih lanjut Pahlevi menjelaskan bahwa satu-satunya media belajar seni grafis lithografi ada di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, Bandung sisa-sisa dari peninggalan seniman-dosen Belanda pada masa lalu. Jika ingin belajar biasanya seniman/perupa berangkat ke Jerman yang masih banyak ditemukan batu-batuan yang cocok. Sri Maryanto salah satunya.
Ingatan Sri Maryanto pada Sungai
Tiga puluh enam karya grafis dengan teknik stone lithography Sri Maryanto dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta. Dua puluh karya dalam ukuran besar sisanya ukuran sedang 30-40 cm yang kesemuanya dikerjakan di Jerman tempat menetap Anto, sapaan akrab Sri Maryanto saat ini.
"Karya-karya ini lebih pada refleksi ingatan saya tentang sungai, saat saya masih kecil. Di Jerman saya melihat sungai itu bersih-bersih. di Indonesia, terutama di kampung saya yang dulu masih bersih tapi sekarang hampir kering. Ini sebuah ingatan yang sulit ditemui di sini. Anak jaman sekarang kayak sulit menemui hal itu," kata Anto kepada satuharapan.com sesaat sebelum pembukaan pameran, Sabtu (13/5).
Saat menyelesaikan studi S-1 di Jurusan Seni Lukis Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Anto tinggal di bantaran Sungai Bedog, Tirtonirmolo, Kasihan-Bantul. Ingatan-ingatan yang terekam kembali menyeruak saat Anto tinggal di Jerman.
"Di Jerman, sungai itu menjadi tempat rekreasi. Tema Sungai tidak melulu tentang isu lingkungan, namun juga ingatan pada cerita-cerita mistis yang melingkupi sungai. Hal-hal demikian justru tidak ada di luar negeri," kata Anto.
Ingatan-ingatan tersebut terekam dalam karya grafis stone lithografienya. Karya berjudul "Ular" contohnya yang terkesan adanya mistifikasi sungai yang menyimpan kisah-kisah seram sebagaimana dulu sering diceritakan oleh orang-orang tua.
"Perkembangan seni grafis lithografi sendiri sudah tidak banyak peminatnya. Kalah dengan teknik yang lainnya. Meski begitu di Jerman masih ada yang menyediakan peralatan cetak litho hingga persewaan studio. Saat ini batu litho sendiri di Jerman sudah menjadi barang antik. Batu litho kuno yang masih ada gambar/desainnya justru dijual lebih mahal dan menjadi koleksi tersendiri bagi kolektor," kata Anto.
Stone lithography memerlukan batuan dengan tingkat sensitivitas khusus mengingat dalam pencetakan karya grafisnya memerlukan unsur air dan minyak (cat) yang keduanya tidak bisa dicampurkan. Stone lithography adalah teknik pencetakan kuno sebelum ditemukan alumnium pengganti batu sebagai mal cetaknya. Di Jerman, jenis batuan ini hanya ditemukan dan ditambang di Bavaria. Sebuah batu litho ukuran 30 cm x 40 cm dijual sekitar 100 Euro.
Sungai, ketika negara-negara di Eropa masih begitu peduli dan menghargai kelestariannya sehingga batas administrasi sebuah negara tidak lagi menjadi sebuah batasan untuk mengelolanya secara bersama-sama meskipun bahasa yang dimiliki negara-negara tersebut bisa jadi berbeda, di Indonesia mengambil contoh Ciliwung yang melintasi hanya beberapa kabupaten dan provinsi, dengan bahasa yang sama, bagaimana sebuah sungai dalam sebuah negara tidak memiliki "bahasa" yang sama dalam pengelolaan dan pelestariannya? Pada titik itu, ingatan-ingatan Sri Maryanto menyeruak kembali: sungai adalah sebuah gambaran kehidupan bersama sebuah masyarakat.
Pameran "Sungai" yang dibuka oleh pegrafis Syahrizal Pahlevi akan berlangsung hingga 21 Mei 2017 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto No. 2 Yogyakarta.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...